setelah kepergian mas Lukman, aku pun kembali bergabung dengan adik-adikku yang lain, mereka tengah mengelilingi Syifa sebagai objek berdebatan.
"Diah, selamat ya udah melahirkan. Alhamdulillah selamat ibu dan bayinya, katanya Cesar?" tanya wanita paru baya yang aku panggil bulek dalam bahasa Jawa bapak karna merupakan istri dari palekku, atau bapak dari leha. lebih tepatnya ibu tiri leha.
"iyaa bulek Cesar, Alhamdulillah berjalan lancar" jawabku dengan senyum mengembang.
"kenapa si, kok bisa Cesar?" tanyanya penasaran, aku pun menjelaskan perihal perkataan dokter sejak usia kandunganku lima bulan jika ari-ari bayiku saat itu berada dibawah atau lebih mendekati jalan lahir.
"kenapa ngga urut waktu itu, biar posisinya balik jadi kan ga perlu Cesar. lumayan kan uangnya bisa buat biaya setelah melahirkan yang buat cesarnya" jawabnya membuatku menyeritkan kening.
"aku bahkan ga pernah urut lek sejak pertama hamil, bukannya emang kata dokter juga ga boleh ya diurut?" jawabku disambut gelengan kepala oleh bulek.
"gapapa lah, banyak kok yang masih urut. bahkan masih banyak juga yang lahiran didukun beranak" jawabnya membuatku tertawa kecil.
"menurutku si hak masing-masing kali ya bulek, emm gimana ya aku sih ga percaya sama yang namanya duku beranak. bukan ga percaya si, lebih tepatnya mungkin kurang. karna bulek tau sendirilah kecanggihan alat kedokteran jaman sekarang, lagipula andai memang masih banyak yang melahirkan dengan dukun beranak emang ga takut seumpamanya nanti pendarahan hebat saat melahirkan sementara dukun itu pasti ngga punya alat media untuk menghentikan pendarahan tersebut" jawabku dengan panjang lebar.
"ngga gitu juga lah Diah, ada juga caranya dukun buat berhentiin pendarahan tapi memang bukan dengan cara medis seperti kedokteran" jawab bulek membuatku menganggukan kepala dan tersenyum.
"iya akan tadi aku bilang, sesuai kepercayaan diri sendiri bulek" jawabku sedikit terkekeh.
"oiyaa berapa biaya Cesar? atau kamu pake BPJS?" tanyanya penasaran.
"ngga bulek, aku ngga pake BPJS. mana punya aku kartu begituan bulek" jawabku sedikit menundukkan kepala.
"loh, kenapa ngga bikin. gaji suamimu kan lebih dari cukup buat bayar BPJS itu setiap bulannya, apalagi sekarang kalian udah nambah keluarga. mendingan bikin deh, kasian anak anak nanti kalo tiba-tiba sakit terus kalian gaada uang gada asuransi kesehatan juga. duuhh bulek ga bisa bayangin si" jawabnya membuatku seketika membenarkan apa yang bulek katakan.
sekarang tanggung jawabku dan mas Lukman bukan hanya pada Nayla, juga ada Syifa yang harus kamu perhatikan. andai suatu saat salah satu diantara keduanya sakit dan kami tidak memiliki biaya, setidaknya masih ada asuransi kesehatan yang bisa dipakai. aku akan bicarakan ini dengan mas Lukman, segera. pikirku.
"iyaa bulek, nanti aku bikin sekalian masukin Syifa kedalam kartu keluarga kami yang baru" jawabku dengan senyum mengembang.
"nah iyaaa begitu, harus cepet karna mumpung Syifa masih bayi. apalagi namanya bayi pasti sensitifjan, tib-tiba sakit aja kita ga tau kenapa. iyakan?" jawabnya membuatku menganggukan kepala seketika.
"iyaa bulek, makasih sarannya. insyaallah nanti aku dan mas Lukman akan bikin BPJS untuk kita dan anak-anak" jawabku membuatnya tersenyum dan menganggukan kepala.
"kalo gitu, bibi juga pulang dulu ya. udah hampir Maghrib, makasih ya ini lauknya. bilangin sama mama sama bapakmu, bibi pulang dulu kasian palek mu nanti pulang narik ngga ada orang dirumah" jawabnya membuatku tersenyum dan menganggukan kepala, ku ambil punggung tangannya dan kucium sebagai tanda hormat kepada orang tua.
"leha, ibu pulang dulu ya. kamu baik-baik sama Nabil, main kerumah bapak sama ibu nanti" katanya pada leha yang bermain dengan Nabil juga Nayla.
"iyaa Bu, hati-hati dijalan" jawab leha menghampiri ibu tirinya kemudian mencium punggung tangannya dengan takzim.
setelah kepergian bulek aku dan leha pun kembali berbaur pada ketiga adik-adik kami, seperti biasa kejahilan pun mulai terjadi antara Rey dan juga leha.
"duuhhh sempit deh ini tempat" kata Rey mengejek lega yang duduk tepat disampingnya.
"astagaaaa maaaasss, masih lega begitu itu tempat tuh. sekalian aja sana ketengah-tengah kenapa si" kata leha yang kesal dengan perkataan Rey.
"yeee kamu aja duduk ditengah-tengah sana, biar kaya tumpeng" jawab Rey yang membuat leha semakin memberengut kesal.
"hust udah jangan kaya gitu lah, istirahat lah dulu sana nanti baru berdebat lagi. udah mau Maghrib juga" kataku melerai perdebatan kedua orang tersebut.
"abis dia duluan nih mbak iseng banget mulutnya, kek perempuan" jawab leha membuat Rey membulatkan mata.
"hey, matamu picek atau jurek si. lelaki ganteng, maco, tajir begini dibilang kek perempuan!!" kata Rey dengan nada tinggi menatap leha yang merasa kaget dengan teriakan Rey.
aku menahan tawa melihat tingkah kedua orang tersebut, dimataku inilah hiburan hiburan yang sebanarnya untuk kami. bukan berantam yang sesungguhnya melainkan saling mengisi untuk mempererat rasa kasih sayang sesama saudara, makanya diantara kami tidak pernah ada yang terbawa perasaan jika saling meledek.
"hahahhahaa, katanya doang tapi ga pernah aku liat kamu bawa perempuan kerumah" kata leha menantang, membuat Rey membulatkan mata sangking blak-blakannya leha berbicara.
"heh, sini kamu. rasain nih pitingan maut dari Rey" kata Rey memiting kepala leha dengan sebalah tangannya, membuat leha menjerit sangking sudahnya untuk bergerak. suara kegaduhan itu menyebabkan mama dan juga bapak keluar dari kamarnya menegur kedua orang tersebut.
"eehh apa apaan ini, udah pada tua juga bukannya pada siap-siap solat Maghrib kok malah pada bercanda kaya anak kecil begini" kata mama membuat Rey melepaskan pitingannya terhadap leha, leha pun menghela nafas lega dan segera mengambil segelas air minum kemasan yang sudah tersedia didepannya.
"tau nih ma mas Rey, lihat aku di piting udah kaya penjahat kelas kakap" kata leha mendramatisir keadaan.
"kamu juga sama aja, kalian itu kalo ga saling jahilan tuh rasanya ngga enak katanya. duduk anteng gitu, malu lah sama anak sama ponakan. udah tua juga!!" kata mama menatap keduanya dengan tajam.
"cepat wudhu!! Rey, iman cepat!!!" lanjut mama membuat keduanya segera berlalu untuk mengerjakan apa yang diperintahkan oleh mama. sementara aku yang memang masih memasuki masa nifas pun duduk didekat Sintia dan juga Syifa yang berada dalam gendongannya.
"kamu ga sholat de?" tanyaku pada Sintia.
"aku lagi datang bulan mbak" jawabnya sambil terus menciumi pipi gembul Syifa.
"jangan diciumin mulu laah, gendong dulu bentar lagi azan" kataku pada sintia, ia pun langsung menyerahkan Syifa padaku dan segera ku gendong bayiku ini.
"akung tuh de" kata ku pada Syifa seolah dia mengerti apa yang aku katakan.
"halooo akuunggg" kataku menatap bapak yang tersenyum menatap Syifa.
aku pun mendekatkan Syifa kehadapan bapak agar bapak bisa manciumnya dari dekat.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 157 Episodes
Comments