semuanya pun menikmati makan mie ayam terkecuali leha dan juga Nabil yang sudah lebih dulu memakannya sesuai apa yang mereka katakan, keduanya justru sibuk mengajak berbicara syifa seolah Bayu itu tengah mengerti apa yang mereka bicarakan.
"oiyaa ma, apa tadi uangnya cukup?" tanyaku pada mama yang menyiangi sayuran yang baru saja diberinya.
"cukup kok, udah kamu tenang aja. lebih dari cukup kalo cuma buat bikin urapan mah, lagian nanti kita bagiin aja ketetangga" jawab mama membuatku tersenyum dan menganggukan kepala.
"iyaa aku cuma takut kurang aja ma, kasian mama kalo harus nombok" kataku pada mama yang tersenyum dan berhenti sejenak menyainginya.
"tenang aja, kan ada adikmu. lagian tadi dia juga nambahin untuk bikin ayam goreng lengkuas, dia lagi pengen katanya. jadi mama beli aja empat ekor buat dibagiin ketetangga sama buat kita sendiri makan" jawab mama membuatku merasa tak enak pada Rey, karna seharusnya yang menambahi adalah mas Lukman. tapi, justru hingga saat ini ia sama sekali tak menampilkan batang hidungnya.
"oiyaa kamu udah hubungin Lukman belum sih?" tanya mama padaku.
"udah kok ma, nanti katanya kesini masih dirumah sekarang" jawabku sedikit berbohong, karna sebenarnya aku memang belum menerima balasan pesan apapun dari mas Lukman.
"yaudah kalo gitu cepet lah suruh kesini, ini kan acara selamatan untuk anaknya juga" kata mama membuatku menganggukan kepala ragu.
"iyaa aku udah bilang kok nanti katanya datang kesini kok" jawabku lagi agar mama tak terus menanyakan keberadaan mas Lukman, begitulah mama pasti akan menanyakannya ketika ia tak ada terlihat disaat ada suatu acara dirumah kami.
pernah dulu, disaat Simbah meninggal dia sama sekali tak menampilkan batang hidungnya setelah malam dimana kami bersama-sama mengunjungi almarhum dirumah duka. saya itu karna waktu sudah menunjukkan pukul 12 malam, kami pun izin pada mama untuk kembali pulang kerumah. namun, mas Lukman dengan teganya tak mau mengambil izin libur barang satu hari atas adanya musibah itu. bahkan hingga berhari-hari sampai acara doa bersamanya pun tak pernah dia mau menghadiri, sampai akhirnya bapak berkata yang membuatku amat sakit hati terhadap mas Lukman.
"dia tidak bisa menghargai keluarga kita Diah, andai suatu saat terjadi apa-apa pada salah satu keluarganya bapak tidak akan pernah memperlihatkan wajah bapak dihadapannya. bahkan ketika dia membutuhkan bapak sekalipun, bapak ngga akan sudi untuk membantunya" kata bapak pada saat itu, saat dimana bapak masih terlihat bugar dan juga sehat.
memang semenjak aku memutuskan keluar dari pekerjaanku setelah melahirkan Nayla saat itu, bapak sama sekali sudah hilang respek sama mas Lukman. alasannya adalah karna ia terlalu memanjakan keluarganya terutama sang ibu.
menurutnya, seorang lelaki memang memiliki tanggung jawab terhadap ibu nya namun bukan berarti memperlakukan istrinya seenaknya. sejak pertama menikah dengan mas Lukman, bapak sudah tau jika mas Lukman memperlakukan aku layaknya pembantu gratisan. mas Lukman tidak memberikanku nafkah, karna alasannya aku pun juga bekerja sementara gajinya ia gunakan untuk memenuhi kebutuhan sang ibu. namun, setelah aku hamil ia menyuruhku berhenti bekerja dengan janji bahwa ia akan berusaha mencukupi segala kebutuhan ku dan juga anakku. namun, kenyataannya bahkan dia hanya memberikan uang yang bagiku hanya untuk sekali makan sewaktu aku masih bekerja.
itulah mengapa bapak sampai selalu berkata, "cepatlah bekerja, agar harga dirimu tak direndahkan oleh keluarga suamimu" katanya pada saat itu. tapi, aku yang sudah nyaman dengan menjadi ibu rumah tangga pun tak tega meninggalkan Nayla yang saat itu masih berumur dua tahun. hingga akhirnya aku hamil anak keduaku, dan kondisi tak pernah sama sekali berubah hingga saat ini.
jujur saja, aku memiliki alasan sendiri untuk tidak ingin kembali bekerja. kalian mau tau alasannya? karna satu hal, melihat bagaimana sikap dan watak mas Lukman. aku sangat yakin jika aku bekerja ia akan abai padaku dan juga pada anak-anak kami, dengan aku bekerja dia pasti akan merasa aku mampu memenuhi kebutuhan rumah tangga kami. dan kalian pasti tau, jika gajinya akan sepenuhnya lagi berpindah untuk kebutuhan ibu nya. makanya aku lebih memilih bertahan sebagai ibu rumah tangga, meskipun harus terus memakan hati. setidaknya tidak akan lebih parah seperti jika aku bekerja, padahal punya suami tak seperti tak punya.
aku mendengar suara bapak menggema dari dalam kamarnya setelah aku menghabiskan mie ayam yang dibelikan oleh Rey.
"ma, kayanya bapak bangun tuh." kataku pada mama yang masih menyianyi setengah sayuran yang tersisa.
mama pun bergegas bangkit tanpa menjawab perkataan ku, itulah yang aku suka dari mama selalu gesit jika berurusan dengan bapak.
tak lama mama pun kembali dengan membawa bapak yang berada dalam korsi roda miliknya. bapak pun tersenyum menatap semua anaknya berkumpul diruang tamu ini.
"ini pak makan mie ayamnya dulu" kata mama yang menyiapkan sebungkus mie ayam milik bapak yang sudah dipisahkan, bapak pun memakan sesuap demi suap mie ayam dengan lahap.
dari dulu kebiasaan bapa ngga pernah berubah, bapak sangat suka makan terus tidur. itulah yang kadang membuat gila darahnya naik, menurut dokter.
selesai sudah bapak menghabiskan hampir separuh mie ayam yang tersisa, sepertinya bapak sudah merasa kenyang karna tak menghabiskan mie ayam miliknya.
"ha, tolong gantian dong metikin sayuran ini. biar cepet, nanti keburu siang soalnya" kata mama membuat leha segera menganggukan kepala.
leha juga termasuk anak yang gesit, dia selalu tanggap jika diberikan masukan apapun apalagi jika disuruh hal sepele seperti ini oleh mama pasti dia akan selalu menurutinya.
kalo kalian ingin tau, leha pun salah satu anak brokenhome. dia sempat salah jalur, aku sempat menyayangkan mengapa nasib baik tak berpihak padanya. dulu, aku merasa aku lah anak yang selalu diasingkan oleh bapak dan juga mama tapi ternyata ketika aku semakin dewasa dan bisa melalui semuanya aku justru merasa sedikit iba dengan sepupuku tersebut.
bagaimana tidak. orangtuanya bercerai, dia hidup dengan bapaknya yang merupakan adik kandung bapakku. ibu nya ntah kemana bersama selingkuhannya, lalu dia berubah dari anak yang manis menjadi anak yang bandel. mulai dari mengamen, mengemis, sampai tak jarang ia tak pernah pulang kerumah hingga berhari-hari. aku yang saat itu masih melanjutkan sekolah SMA, merasa itu bukanlah urusanku. aku terlalu masa bodo dengan kehidupan orang lain, aku fokus dengan pendidikan sekaligus profesiku sebagai tenaga pengajar ekstrakulikuler tambahan.
hingga akhirnya ia dinyatakan hamil saat aku tengah berbahagia karena akan melakukan kelulusan SMA ku saat itu, ia pun dinikahkan dengan orang yang katanya adalah kekasih dari leha. tepat pada tahun tersebut juga, tepatnya bulan November leha pun melahirkan seorang bayi. ya Nabil adalah anak itu.
setelah selesai itu aku tak lagi banyak mengetahui kehidupan rumah tangganya, karna aku fokus pada pekerjaan yang sudah aku dapatkan saat sebulan sebelum wisuda SMA.
hingga akhirnya Nabil berumur satu setengah tahun, ia pun kembali mendekat pada bapaknya dan tinggal bersebelahan dengan kontrakan bapak ya itu barulah kami sering bertukar kabar bahkan tak jarang aku membelikan barang-barang kebutuhan anaknya saat itu.
"mbak, ngelamun aja" kata Sintia mengagetkanku.
"eehh siapa yang ngelamun" jawabku gugup.
"yee keliatan kali dari tadi diem aja bengong, apalagi kalo bukan ngelamun. alesan aja" jawabnya dengan terkekeh kecil.
"eehh leha!!" kata Sintia memanggil leha hanya dengan nama, membuat si yang punya nama memelototkan mata. aku pun menepuk pelan sebelah paha Sintia, dan ia pun tertawa kecil.
"iyaa iyaa mbak leha, maaf maaf" katanya terkekeh.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 157 Episodes
Comments