First kiss yang dilakukan pasutri itu, membuat kedua pelayan yang berdiri tidak jauh. Memilih untuk membalikkan tubuh agar tidak melanjutkan live streaming keromantisan majikan mereka.
Lima menit kemudian, Danish melepaskan tubuh SheZa dari dekapannya. Semburat pipi memerah di wajah sang istri, membuat pria itu tersenyum tipis, "Mang Asep, Bi Yati. Kalian boleh berbalik!"
Kedua pelayan yang merasa malu akhirnya berbalik, tetapi dengan wajah yang menunduk. Yah masa mau nonton live streaming lagi? Gak atuh. Seorang pria dengan usia sekitar empat puluh tahun yang bernama Amang Asep, sedangkan satunya Bibi Yati. Wanita dengan usia tiga puluh tahun yang berpenampilan muslimah.
Keduanya adalah pasutri yang selama beberapa bulan ini mengurus rumah dan kebun mawar milik Danish. Sebenarnya, Mang Asep dan Bi Yati merupakan pelayan di rumah orang tua pria itu, tetapi diutus untuk menjadi selalu menemani tuan muda.
Danish mengajak SheZa untuk menghampiri kedua pelayan yang sekarang sudah dianggap sebagai orang tua sendiri. Meski panggilan tidak berubah, "Perkenalkan, ini Mang Asep dan istrinya Bi Yati. Rumah dan kebun selalu beliau rawat. Aku tidak mau, kamu menganggap mereka sebagai pelayan. Bagiku, Mang Asep dan Bi Yati adalah orang tua keduaku."
"Aden, ini. Atuh kasian, Neng. Biarkan saja, kan emang mamang kerja disini." tukas Si Mamang Asep dengan logat Sunda yang sudah bercampur Indonesia.
Shena tersenyum manis, lalu meraih tangan Mang Asep. Gadis itu tak ambil pusing dengan ucapan Danish. Lagi pula, dia dididik untuk menghormati orang tua. Jangankan pelayan rumah, diluar sana. Jika bertemu orang tua, sebisa mungkin akan bersikap sopan.
Tindakan Shena yang salim, membuat Mang Asep dan Bi Yati saling pandang. Jujur saja, Tuan Muda mendapatkan istri cantik, muda dan baik serta tahu sopan santun. Sebanyak apapun bunga mawar yang mekar, justru terkalahkan dengan tindak tanduk istri Danish.
"Jarang sekali anak muda zaman sekarang salim ama orang tua, Bibi salut ama Eneng. Yaudah, mari silahkan masuk. Aden, mana kopernya? Tumben gak bawa." Bi Yati tersenyum sumringah, tapi setelah itu justru celingak celinguk karena tidak melihat barang bawaan tuan mudanya.
"Barang menyusul, Bi. Di dalem udah ada beberapa pakaian, jadi bisa pakai yang ada saja. Ayo SheZa. Kita masuk, Aku tunjukkan seperti apa rumah kita." Danish mengajak istrinya berjalan menuju pintu rumah, tangannya tak rela melepaskan tangan sang istri begitu saja.
Posesif, ya begitulah Danish. Apa yang menjadi miliknya bisa di pepet trus. Padahal dari awal bilang akan menjaga jarak, sedangkan Shena hanya bisa menurut. Sebagai seorang istri, dirinya sadar. Apa yang dilakukan Danish tidak melanggar agama.
Rumah itu cukup besar untuk ditinggali dua orang saja. Apalagi, Mang Asep dan Bi Yati lebih suka tinggal di kamar belakang. Di saat langkah kaki menapaki ruangan pertama. Nampak satu set sofa berwarna biru dongker dengan bantal bulu halus berwarna putih keabuan. Sedangkan tengahnya sebuah meja kaca berukuran satu meter kali dua meter.
Langkah semakin masuk ke dalam. Dimana terdapat pembatas bufet kayu setinggi tiga meter dengan beberapa ornamen bunga hias palsu warna-warni yang menghidupkan suasana rumah. Diseberang ada meja makan dengan kursi untuk delapan orang.
Dari posisinya berdiri. Shena melihat tiga ruangan kaca. Dua ruangan di sisi kanan tangga dan satu ruangan di sisi kiri tangga. Danish menjelaskan apa fungsi dari setiap ruangan, bahkan pria itu tak segan memperlihatkan isi dari setiap ruangan. Termasuk ruang kerja, ruang olahraga, ruang perpustakaan dan terakhir dapur.
Seluruh perjalanan di lantai bawah cukup menyita waktu, hingga Bi Yati dan Mang Asep memilih undur diri untuk meneruskan pekerjaan mereka. Danish mengajak istrinya untuk naik ke lantai dua. Dimana kamar dengan pintu kayu coklat yang terlihat natural menjadi tujuannya.
"Ini kamar mu, dan itu kamarku. Seperti janjiku, kita akan pisah kamar, tapi biarkan barang kita tetap di satu kamar. Jangan salah paham," Danish menatap Shena, "Jika sewaktu-waktu orang tua kita berkunjung. Maka, kita tidak perlu bingung akan mencari alasan apa. Ku harap, istriku paham."
"Aku paham. Boleh aku lihat kamarku?" tanya Shena, membuat Danish menganggukkan kepala, lalu membukakan pintu kamar itu. Sebenarnya kamar yang diberikan untuk Shena adalah kamarnya sendiri.
Shena melangkah memasuki kamar yang terkesan rapi dengan ranjang king size tertutupi sprei hitam, tetapi bed covernya berwarna putih. Jendela kaca dengan tirai putih menjuntai. Meja rias yang dipenuhi berbagai jenis parfum pria dengan beberapa jam tangan yang terpampang jelas. Ditemani sofa serta meja mini di sisi sudut kamar lain.
Tanpa dijelaskan pun. Shena paham. Kamar itu adalah kamar Danish. Satu tindakan dari sang suami yang langsung menyentuh hatinya. Meski, selama ini tidak mengenal yang namanya pacaran. Tetap saja, perlakuan Danish memberikan kesan yang baik.
Niat hati ingin mengucapkan terimakasih, tapi begitu berbalik. Justru suaminya sudah tidak ada di pintu. Mungkin saja sudah masuk ke kamar sebelah. Bisa jadi. Daripada membuang waktu, apalagi karena sibuk dengan perubahan kehidupan yang terjadi secara mendadak.
Gadis itu, sampai lupa tentang tugas kuliahnya. Jangankan memikirkan pelajaran, bahkan ponselnya saja lupa ada dimana. Benar saja, setelah mengingat semua. Ternyata dia tidak membawa ponsel yang tertinggal di kamar hotel. Masih muda saja, sudah pikun. Eh bukan pikun, tapi hanya amnesia sedikit.
"Shena, kamu ini, ya. Gimana mau hubungi Naina? Ponsel aja gak punya." gumam gadis itu dengan kesibukan menggigit kukunya sendiri.
Di saat kebingungan melanda, tatapan matanya tak sengaja melihat telepon rumah. Melihat harapan bersinar cerah di atas kepala. Tanpa menunda apapun, Shena bergegas memainkan benda mati melengkung panjang. Dipencetnya beberapa nomor yang hafal diluar kepala.
"Ayolah, angkat." Shena mengetuk meja bufet kayu, bahkan gadis itu lupa menutup pintu kamar dan fokus menunggu panggilannya untuk dijawab.
Menunggu dan menunggu, tetapi tetap saja tidak ada jawaban. Shena menutup telepon, setelah mencoba selama beberapa kali untuk menghubungi Naina teman sekelasnya. Danish yang memperhatikan wajah cemberut sang istri, berjalan memasuki kamar.
"Kamu kenapa? Apa tidak suka dengan kamarnya? Jika iya, besok bisa dirubah seperti yang kamu mau." Ujar Danish mencoba mencari tahu isi hati dan pikiran Shena, akan tetapi istrinya justru memalingkan wajah.
Ntah kenapa mood ingin sekali ngomel, tapi mana mungkin memarahi orang yang tidak bersalah, akhirnya suara kekesalan yang bisa mewakili rasa sebal nya. "Gak kok, kamarnya bagus."
"SheZa. Apa ada masalah? Tadi kamu baik-baik saja, saat kutinggal ke kamar sebelah. Ini baru lima belas menit. Kenapa sudah berubah dengan wajah ditekuk, apa lagi itu. Kenapa bibir dimajukan." tukas Danish seketika mengalihkan perhatian Shena, lirikan mata tajam seraya mencebikkan bibir.
"Aku ....,"
Kriing!
Kriing!
Kriing!
Suara telepon rumah menghentikan Shena untuk bercerita. Gadis itu bergegas mengangkat gagang telepon, dan tanpa mendengarkan sepatah kata dari seberang terlebih dahulu, "Loe, masih temen gue bukan, sih? Ditelfonin, malah gak angkat. Mau loe, apa coba? Bikin kesel aja ....,"
"Assalamu'alaikum,"
Glek!
Shena terdiam mematung. Bibirnya kelu ketika suara laungan salam yang terdengar dari seberang terasa sangat familiar. Namun, tidak dengan Danish. Pria itu cukup terkejut dengan cara bicara sang istri yang memang seperti anak zaman now. Bar-bar.
"SheZa. Are you okay?" tanya Danish menghampiri istrinya yang terdiam dengan mata terbelalak, seakan mendapatkan berita yang penting dan memberikan aliran listrik.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 135 Episodes
Comments
🎯™Neli SyifaE𝆯⃟🚀 ⍣⃝కꫝ🎸
nah..lho Shena ngangkat telpon jangan sambil emosi ternyata bukan temanmu kan yang telpon, jadi malu ya🙈
2022-12-25
0
✤͙❁͙⃟͙Z͙S͙༻Karisma Ad🕊️⃝ᥴͨᏼᷛ
ya ampun kamu ini gak lihat tempat apa, kalau mau bermesraan itu di tempat yang tertutup, masa di tonton sama pembantu, ya iyalah istrimu itu jadi malu 🤭
2022-12-23
0
Ela Jutek
nah lo She kok diem hihii
2022-12-11
6