Mereka masih terduduk lemas di atas tanah yang lembab itu.
Aisyah masih kelihatan bingung.
"Yang mana yang nyata? Aku semakin tidak mengerti dengan semua ini, Dar," ucap Aisyah terus terang.
"Mungkin Iblis itu sedang mempermainkan kita, Syah."
"Harus kah kita pulang sekarang, Dar?" Aisyah meminta pendapat Dara.
"Kita harus pulang sekarang, karena aku ingin memastikan apa di rumah mbak Ningsih ada makhluk halus yang menjelma menjadi kita," ucap Dara.
\*\*\*\*
Dengan harap-harap cemas, Dara dan Aisyah masuk ke dalam rumah. Suasana sepi sama seperti dalam mimpi mereka
"Lho, kok kalian pulangnya dengan tangan kosong begini? Kan tadi mbak suruh beliin gula di warungnya bi Minah."
Deg!
Pertanyaan mbak Ningsih sama dengan apa yang ada di dalam mimpi mereka.
Dara menatap Aisyah dengan gugup
"Kami enggak tahu di mana warungnya bi Minah, Mbak."
"Ya sudah kalau begitu, nanti mbak suruh kakek aja yang membelinya," tutur mbak Ningsih, lalu mereka dibuat terkejut untuk yang kesekian kalinya. Jawaban mbak Ningsih sama persis seperti yang terjadi dalam mimpi mereka.
Mbak Ningsih kemudian kembali ke dapur untuk melanjutkan pekerjaannya.
"Kamu lihat sendiri kan, Syah. Semuanya sama," ucap Dara, ia mulai gelisah.
"Kamu masih ingat kan, bagaimana mimpi kita? Kalau nanti mbak Ningsih memanggil kita lagi, sebaiknya kita jangan keluar dari kamar ini."
"Iya, aku setuju! Karena kalau kita keluar pasti bakalan ada mbak Ningsih yang lain."
Mereka menunggu dalam kamarnya. Dara bangun dan melangkah ke depan pintu, dia kemudian mengunci pintu itu rapat-rapat, terlihat jelas dari raut wajahnya kalau saat ini dia sangat ketakutan.
\*\*\*\*
Menjelang malam tiba, Aisyah dan Dara di ajak kakek untuk pergi ke rumah bi Sumi.
Dara dan Aisyah mulai waspada dan sangat berhati-hati. Sebab mereka sudah merasa ada yang aneh dengan semua kejadian yang mereka alami.
Dara ingin bertanya kepada Rudi dan Andi, tapi Aisyah mencegahnya.
"Tak akan ada gunanya Dara, sebaiknya kita ikuti saja kemana kakek mengajak kita pergi," ujar Aisyah.
"Syah kita sudah lima hari di sini, mau tunggu selama apa lagi? Kalau tidak mencari tahu ten..."
"Kenapa malah asyik ngobrol di sini, ayo ikut kakek pergi ke rumah bi Sumi!" ajak kakek, membuat obrolan Dara dan Aisyah terputus.
"Lah, cuma kita berdua, Kek? Andi sama Rudi nggak ikut?" tanya Dara.
Kakek Joko menatap mereka dengan tatapan dingin, lalu menggelengkan kepalanya.
Mereka tidak ingin bertanya lebih jauh lagi, melihat ekspresi kakek saja sudah membuat bulu kuduk merinding.
Aisyah berjalan pelan beriringan dengan Dara yang memegang erat tangannya.
Jalan yang mereka lewati bukanlah jalan menuju ke rumah bi Sumi. Dan hal ini membuat Aisyah dan Dara jadi bertanya-tanya.
Meski begitu, mereka berdua masih terus mengikuti kakek tanpa bertanya sedikit pun.
Jalan yang mereka lewati dikelilingi pepohonan dan semak-semak.
Udara dingin seolah menembus hingga ke tulang-tulang. Aisyah semakin merapatkan jaketnya.
Derap langkah kaki terdengar berirama, di belakangnya Aisyah merasakan ada yang terus mengikuti.
"Hati-hati, mereka di sini! Jangan lengah dia akan mengambil jiwamu."
Aisyah kembali mendengar suara yang tak jelas dari mana asalnya
Krek!
Tiba-tiba terdengar suara seseorang menginjak ranting di belakang mereka.
Dara mencubit lengannya Aisyah untuk memberi isyarat.
Sambil mengedipkan matanya, Aisyah menyuruh Dara untuk diam saja jangan bicara apapun.
"Kek, sebenarnya kita mau ke mana?" Aisyah akhirnya bertanya juga, dia tidak sanggup menahan rasa penasarannya.
"Jalan saja, sebentar lagi juga sampai," jawab kakek Joko yang berjalan di depan mereka. Lelaki itu sama sekali tidak menoleh ke belakang.
Aisyah mulai berpikir macam-macam, dia teringat akan bisikan tadi yang mengatakan kalau mereka akan mengambil jiwanya.
Wush!!!
Sekelebat bayangan putih lewat begitu saja di depan mereka.
"Hati-hati mereka di sini!"
Ucap kakek memberi tahu, Aisyah diam saja dia tidak menanggapinya.
Dara tak henti-hentinya berdoa dalam hati, supaya Allah menjauhkan mereka dari segala marabahaya.
Hihihi....
Kini sosok kuntilanak mulai mengikuti mereka dari belakang.
Aisyah tidak bisa tenang, dia sudah hampir kehilangan kesadarannya.
Makhluk dengan baju putih dan rambut panjang terbang pelan tepat di belakang mereka. Dan sekarang sudah berada di samping Dara.
Aisyah pikir hanya dia saja yang melihatnya, tapi ternyata Dara juga melihatnya.
Mereka terus berjalan, di depannya ada dua jalan, kakek memutar haluannya ke kanan.
Sekarang mulai tercium aroma bunga melati yang masuk melalui rongga-rongga hidung mereka.
Aisyah mencoba menoleh sekali lagi ke samping, dilihatnya kuntilanak yang tadi mengikutinya sudah menghilang entah kemana.
"Kita sudah sampai!"
Kakek menghentikan langkah kakinya tepat di depan sebuah rumah. Tadi kakek mengajak mereka pergi ke rumah bi Sumi, tapi sekarang malah ke rumah orang lain.
Dan rumah yang sekarang mereka datangi adalah sebuah rumah tua, dengan dinding terbuat dari papan. Sebuah rumah panggung yang membuat Aisyah merasa merinding saat melihatnya.
"Kenapa terus berdiri di sana? Ayo masuk!" ajak kakek saat melihat Aisyah dan Dara masih bengong.
Dara terus mengusap tengkuknya.
"Dingin! Aku ngerasa rumah ini angker, Syah," bisik Dara.
"Hus...! Jangan bicara sembarangan!" tegur Aisyah.
"Ayo cepat naik!" suruh Kakek.
Mereka pun menaiki anak tangga itu satu per satu. Pintu rumah terbuka secara tiba-tiba.
Dari dalam tampak seorang wanita tua yang terbaring lemah, dan setengah tubuhnya sudah ditutupi oleh kain jarik.
Di kiri dan kanannya ada dua wanita yang menemani.
Aisyah semakin merasakan jantungnya berdebar-debar, begitu juga dengan Dara. Dan yang membuat penasaran adalah rumah itu jauh dari pemukiman warga.
Rumah yang sepertinya diasingkan, atau memang pemilik rumah itu sendiri yang memutuskan untuk duduk jauh dari keramaian, tidak ada yang tahu. Dan Aisyah juga tidak ingin mengetahuinya.
"Maaf, Kek. Sudah membuat Kakek malam-malam datang ke sini, kami tidak tahu harus meminta tolong sama siapa lagi," ucap salah seorang anak perempuan itu.
"Ayu, malam ini kakek datang bersama cucu-cucu kakek. Kenalkan, ini Dara dan ini Aisyah."
"Ayu!" ucap Ayu tersenyum ramah pada Aisyah, seraya menjabat tangannya.
"Dan saya Linda, adiknya Kak Ayu!" Linda dan Ayu mempersilahkan Aisyah dan Dara duduk.
Mereka duduk lesehan di samping ibunya Ayu yang sudah seperti mayat hidup.
Mata wanita itu merah, wajahnya sudah sangat pucat dan mulutnya menganga.
"Apa yang terjadi dengan ibu kalian?" tanya Aisyah.
Dengan sedikit gugup Ayu menjawab.
"Ibu kami semasa hidupnya adalah penganut ilmu hitam, dia rela menjadi budak Iblis hanya untuk membalaskan dendamnya.
"Ilmu hitam?" mata Dara membulat mendengar pengakuan Ayu. Pantas saja keadaannya menjadi seperti ini sekarang.
"Apa sekarang ibu kalian sudah bertobat?"
"Tidak Aisyah, ibu mereka tidak mau melepaskan apa yang sudah diambilnya itu, dan semua ini disebabkan oleh ki Dani, ki Dani adalah punca dari semua masalah ini," yang dijawab kakek. Tatapan mata kakek Joko seolah menyimpan kebencian mendalam pada ki Dani.
Aisyah mulai mengambil tasbihnya dan membaca ayat-ayat Al-Qur'an.
Seketika angin bertiup kencang, jendela rumah terbuka lebar dan yang paling mengejutkan adalah ibu Ayu sudah duduk dengan tegak di tengah-tengah mereka
"Aaaa..."
Mereka sama-sama terkejut saat melihatnya, kecuali kakek dan Aisyah.
Aisyah tahu, yang sekarang menguasai jasad ibu mereka adalah roh jahat. Dan dia tidak akan pergi sebelum keinginannya terpenuhi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 63 Episodes
Comments