Sejam lebih Aisyah dan Dara menunggu kakek Joko pulang, tapi kakek itu belum pulang juga. Aisyah mulai khawatir, bagaimana kalau terjadi sesuatu dengan teman-temannya?
"Kok kakek belum pulang juga, Mbak?" tanya Aisyah, dia bahkan tidak bisa duduk tenang di sana.
"Kamu tenang saja Aisyah, bapak pasti punya cara buat membawa mereka pulang ke sini," hibur mbak Ningsih.
"Mbak, sebenarnya ini kampung apa?" Dara yang semenjak tadi diam mulai bertanya, karena tidak dapat lagi menahan rasa penasarannya.
"Sudah jam 05:00, Mbak," ucap Aisyah, melirik jam tangannya. "Kita shalat subuh dulu, yuk! Entar baru lanjutin ceritanya," tambahnya lagi, dia sengaja menyela omongan Dara, sebab kalau Dara sudah mulai bicara nggak akan ada ujungnya, bisa-bisa sampai siang baru selesai.
"Iya, Aisyah benar kita shalat subuh dulu," tambah mbak Ningsih, akhirnya mereka melaksanakan shalat subuh dengan Aisyah menjadi imamnya.
Setelah shalat subuh, mbak Ningsih kembali mengajak mereka duduk di ruang tengah, betapa senangnya Aisyah dan Dara begitu melihat Rudi dan Andi sudah ada di sana, duduk bersama kakek Joko.
"Rudi, andi..!? Kalian nggak kenapa-napa kan? tanya dara panik, khawatir temannya disakiti oleh orang-orang aneh tadi.
"Kita baik-baik aja kok Dar," yang dijawab Rudi.
"Tadi mereka hampir saja dibawa ke rumahnya ki Dani, syukur bapak datang tepat waktu, bapak bilang mereka ini teman-temannya cucu bapak dari kota," ujar kakek Joko menjelaskan.
Andi mulai memijit keningnya, kepalanya terasa berdenyut-denyut, perutnya juga ikutan sakit.
"Akhh," Andi mengerang kesakitan, ada apa ini?
"Kamu kenapa, An?" tanya Aisyah panik, kakek Joko kemudian mengambil botol air yang ada di atas meja, lalu memberikannya pada Andi. Andi menatap botol minuman itu dengan tatapan aneh.
"Diminum dulu!" suruh lelaki tua itu, wajahnya terlihat tidak khawatir sama sekali, begitu pun dengan mbak Ningsih, sedangkan mereka tidak, jadi Aisyah mulai berpikir pasti kakek itu tahu apa yang terjadi.
"Gimana masih sakit kepalanya?" tanya kakek, saat melihat Andi kembali tenang.
"Alhamdulillah, sedikit lebih mendingan, Kek," jawab Andi sambil terus menikmati air dalam botol Aqua yang dipegangnya.
"Tapi ini air apa ya, Kek?" tanya cowok itu kemudian. Dia penasaran karena baru seteguk diminum, kepalanya sudah terasa jauh lebih baik.
"Itu air obat, sakit kepala kamu pasti ada penyebabnya, tadi apa yang kamu lihat sebelum sampai ke sini?" tanya kakek Joko.
Mendengar pertanyaan kakek itu, mereka semua jadi saling pandang.
"Kamu lihat apa, An?" tanya Rudi.
"Iya, apa yang kamu lihat?" Dara juga jadi penasaran, namun Andi masih belum menjawab, dia tampak ragu-ragu.
"Kamu lihat apa sih, Andi?" kini giliran Aisyah yang bertanya, melihat temannya dari tadi tidak menjawab pertanyaan mereka.
"Kamu pasti melihat wanita cantik di samping rumah berwarna hijau itu, kan?" tebak Ningsih, karena sudah tidak sabar menunggu Andi mengatakannya sendiri.
"Iya, Mbak benar. Tapi kenapa Mbak tahu?" Andi mengerutkan keningnya karena heran.
"Itu sudah biasa terjadi di sini," jawab mbak Ningsih.
"Perempuan yang kamu lihat itu sudah lama meninggal, Andi," ucap kakek Joko menimpali, membuat mereka merasa tegang, syukur saat itu matahari sudah mulai menampakkan sinarnya.
"Kenapa? Apa kalian takut?" tanya mbak Ningsih setengah tertawa.
"Sebenarnya ini kampung apa?" Dara kembali menanyakan pertanyaannya yang tidak sempat dijawab mbak Ningsih, karena tadi Aisyah mengajak mereka shalat subuh dulu.
Kakek Joko sejenak diam, tampak merenung sebelum menjawabnya. Mereka masih menunggu dengan sabar.
"Sebagian dari kami menyebut ini kampung sihir, karena di dalamnya penuh dengan hal yang berbau syirik, dan ada pula yang menyebutnya kampung mayat atau kampung kematian," mendengar perkataan kakek Joko, membuat mereka merinding. Apalagi Dara, dia bahkan duduk sambil memeluk Aisyah, seperti anak kecil yang sedang melihat setan saja. Aisyah yang baik hati membiarkan saja sahabatnya seperti itu.
"Kenapa tidak ada satu pun yang bagus dari nama kampung ini?" tanya Rudi heran.
"Semua orang di sini sudah tidak ada lagi yang percaya kepada Allah, kalau sakit parah mereka selalu membawanya berobat ke rumah ki Dani, dengan memberikan tumbal maka penyakit orang tersebut akan di sembuhkan."
"Tumbal?" mereka mengulang kembali perkataan kakek Joko seperti tidak percaya.
"Rudi, Andi, Aisyah. Kita harus secepatnya pergi dari desa ini!" ucap Dara ketakutan.
"Kalian tidak bisa langsung pergi begitu saja dari kampung ini," mbak Ningsih langsung menjawabnya.
"Kenapa???" mereka sama-sama heran dan merasa ada yang dirahasiakan oleh kakek Joko dan mbak Ningsih
"Jangan-jangan Kakek sama Mbak Ningsih ingin menyandera kami di sini!" tuding Dara.
"Apa Mbak sama Kakek salah satu dari mereka juga?" kini Andi juga ikut-ikutan menuduh kakek Joko dan mbak Ningsih sebagai komplotan orang-orang aneh itu.
"Kalian memang tidak boleh pergi dulu dari sini, ini demi keselamatan kalian," ucap kakek masih bersabar.
"Bohong!!!" teriak Dara, dia mulai menangis lagi, sepertinya gadis itu benar-benar cengeng.
"Terserah kalian mau percaya atau tidak," ucap mbak Ningsih mulai pasrah, karena dia rasa nggak ada gunanya juga menjelaskan sama mereka, mereka tetap tidak akan percaya.
Mbak Ningsih menatap ke arah Aisyah, gadis itu juga sedang melihat ke arahnya, kemudian Mbak Ningsih mulai bicara lagi. "Kalian mungkin tidak percaya pada kami, Tapi Aisyah dia sudah tahu kondisi kampung ini seperti apa. Sejak pertama kali dia menginjakkan kakinya di kampung ini, dia sudah bisa merasakan bahaya besar akan datang," perkataan mbak Ningsih membuat mereka tercengang.
Benarkah Aisyah sudah mengetahui dari awal bahwa hal buruk memang akan terjadi?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 63 Episodes
Comments
Bagus Seno Prabowo
twis
2024-03-23
0
Bagus Seno Prabowo
wow plot e
2024-03-23
0
vall
semangat kak. mampir di cerita hororku "Dibalik DInding" teriima mkasih
2023-08-20
2