Dara dan Aisyah sedang membantu mbak Ningsih menyiapkan sarapan di dapur, makanan yang mereka masak sangat sederhana. Hanya ada telur, tahu, tempe, dan ikan goreng. Tak ketinggalan juga sayur bening sama sambelnya. Tapi, meski begitu Aisyah sangat menyukainya, dia bilang masakan seperti itu mengingatkannya sama suasana di kampung halaman ibunya.
Dara mulai mengatur menu makanan itu satu per satu di atas meja makan.
"Sudah siap semuanya, Mbak. Tinggal menunggu kakek sama yang lainnya pulang," ujar Dara.
"Tapi sudah jam 07:30 kok mereka belum pulang juga, ya?" Aisyah mulai gelisah.
"Mending kita makan duluan saja yuk! Setelah itu kita pergi ke rumahnya bi Sumi," usul mbak Ningsih.
"Betul sekali, aku juga sudah lapar ni," ucap Dara sembari mengusap perutnya. Gadis itu dengan cepat mengambil piring dan langsung meletakkan nasi dan lauk pauk ke dalamnya.
Meski makan seadanya, tapi mereka makan sangat lahap.
\_\_\_\_
"Sakitnya terlalu parah, Syah," ungkap Rudi kepada Aisyah.
"Parah gimana maksudnya, Rud?" tanya Aisyah heran.
"Kita harus berjaga semalaman di samping dia, sakitnya itu kayak kerasukan roh jahat," ujar Andi.
"Apa ada yang mengiriminya ilmu sihir, santet begitu?" tanya Aisyah menyelidik.
"Mungkin ini ulah tetangga samping yang merasa iri sama Loli," sambung kakek menduga.
"Memang apa kelebihan Loli?" giliran Dara yang bertanya.
"Karena cantik mungkin," jawab Andi seraya menoleh ke arah Rudi, berharap dugaannya sama seperti Rudi.
"kayaknya bukan deh, An. Kamu masih ingat nggak semalam saat dia kerasukan?" tanya Rudi, membuat mereka semakin penasaran
"Memangnya apa yang dia ucapkan saat kerasukan?" Rudi sendiri bahkan lupa dengan kejadian yang dialaminya.
"Tak perlu sibuk mengobati dia, jin itu juga tidak akan pergi sebelum bi Sumi menyerahkan harta berharganya," jelas Andi.
"Ya, kakek juga baru ingat!" seru kek Joko.
Lelaki paruh baya itu baru menyadari kalau sebenarnya yang mengirimi santet itu bukan tetangganya bi Sumi, itu bisa jadi dalangnya adalah keluarga bi Sumi sendiri.
Aisyah tersenyum miris mendengar ucapannya kakek, cuma karena harta sampe segitunya.
Kampung itu memang aneh, Aisyah dan teman-temannya merasa berada di alam bawah sadar. Semua orang yang ada di kampung itu menggunakan sihir untuk menarik perhatian pembeli mereka menggunakan penglaris, untuk menyembuhkan penyakitnya mereka meminta kepada setan.
Benar-benar sudah keluar dari ajaran agama Islam.
Ingin secepatnya Aisyah keluar dari kampung itu dan kembali ke rumahnya. Tak ada kata tidak takut di hatinya saat ini, dia sangat takut berhadapan dengan hal yang sama sekali belum pernah dilihatnya, tapi kakek meminta mereka untuk tetap tinggal. Katanya mereka tidak akan bisa keluar dari sana sebelum waktu pemujaan selanjutnya.
"Setelah Bapak memberikan obat untuk dia, apa keadaannya sudah lebih membaik?" tanya mbak Ningsih.
"Syukur Alhamdulillah, Ning. Keadaannya sudah lebih baik sekarang. Tapi bapak tidak tahu apakah nanti malam sakitnya akan datang lagi seperti semalam," ucap kakek, beliau menghirup nafas dan menghembuskannya perlahan.
"Kalian mau menjenguk anaknya bi Sumi, nggak?" tanya Rudi menawarkan.
"Enggak jadi deh Rud, aku malas berhadapan sama hal begituan," jawab Aisyah mengungkapkan keraguan hatinya, padahal tadi dia sangat bersemangat ingin pergi membesuk anaknya bi Sumi, sekalian nyari info tentang penyakitnya itu.
"Kamu takut?" Dara bertanya.
"Lagi enggak mood aja!" dia menjawab asal.
"Pergi saja, Syah! Siapa tahu kamu punya kemampuan untuk menyembuhkannya," usul Andi.
"Kemampuan? Dia sendiri juga bisa melakukannya, hanya butuh usaha dan cukup berdoa, kalau dia mau dia bisa meruqyah diri sendiri. Dengan cara membaca ayat-ayat yang ada dalam Al-Qur'an, dan jangan lupa shalat lima waktu, dalam hati selalu mengingat nama Allah, Insya Allah dia akan jauh dari gangguan syaitan," ujar Aisyah menjelaskan panjang lebar.
Kakek dan mbak Ningsih tersenyum mendengarnya.
"Ya, mulai deh Ustadzah Aisyah berceramah," goda Andi.
"Siapa yang ceramah? Tadi itu aku cuma ngasih tahu doang!" Aisyah memutar bola matanya menatap malas ke arah Andi yang duduk di sampingnya.
Reaksi Aisyah spontan membuat mereka semua tertawa.
\_\_\_\_
"Gimana sih, Ki. Saya sudah bayar mahal-mahal tapi kok sampai sekarang enggak ada reaksinya sama sekali?" wanita itu terus mengomel dari tadi.
Ki Dani mengambil sebuah benda semacam kotak dan kemudian dibukanya, tampaklah sebuah boneka kecil yang terbuat dari jerami dan dibalut dengan kain kafan.
Ki Dani memberikan benda itu kepada wanita di depannya. "Untuk apa ini?" tanya wanita itu bingung.
"Bu Tiwi bisa menggunakan ini sebagai alat untuk mengantarkan sihir ke keluarganya bi Sumi." Bu Tiwi masih terlihat bingung, dia tampak menimang-nimang benda itu di tangannya.
"Caranya bagaimana?"
"Cukup sebut nama orang yang ingin Bu Tiwi celakai, dan tusuk menggunakan jarum ini, di manapun yang Ibu Tiwi inginkan," kembali Ki Dani menjelaskan.
"Apa benar ini ampuh, Ki?" tanya wanita itu terlihat ragu.
"Baca mantra ini, dan ingat! Saat melakukannya jangan sampai ada yang melihatnya, siapa pun itu," pesan ki Dani. Wajah ki Dani terlihat begitu serius, suaranya terdengar seram.
"Memangnya kenapa kalau ada yang melihatnya?"
"Kalau orang lain yang melihatnya, maka itu tidak akan menjadi masalah, tapi... " ki Dani menggantung ucapannya, dia melihat Bu Tiwi dengan tatapan tajam.
"Tapi apa, Ki?" bu Tiwi mulai ketakutan
"Kalau anak kamu yang melihatnya, jangan salahkan saya kalau dia akan menjadi tumbalnya," lanjut ki Dani.
Spontan saja Bu Tiwi meletakkan benda itu kembali. "Saya tidak mau!" ucapnya tegas.
"Apa tidak ada cara lain?" tanya bu Tiwi lagi.
"Baiklah, saya akan mencoba sekali lagi, semalam sihir yang saya kirimkan tidak mempan, sepertinya ada seseorang yang sudah menangkalnya!" ungkap ki Dani menceritakan kejadian semalam.
"Kenapa bisa begitu? Memang siapa yang bisa mengalahkan kesaktian ki Dani di kampung ini?" bu Tiwi terlihat penasaran. Dia mulai meragukan kemampuan lelaki di depannya.
Ya, selama ini yang mereka tahu hanya ki Dani adalah orang sakti yang mampu melakukan banyak hal di luar nalar manusia.
Tidak tahunya, ilmu sakti yang dibangga-banggakannya itu bisa ditangkis juga.
Ki Dani sudah bisa menebak kalau bu Tiwi mulai meragukan kemampuannya, itu sebabnya dia segera menyuruh wanita itu pulang dan tunggu saja kabar baik darinya.
°°°
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 63 Episodes
Comments