"Ada apa, Mbak?" tanya Aisyah begitu tiba di depan mbak Ningsih.
Wajah Wanita itu terlihat pucat, dia menggigil ketakutan.
"Mbak!"
"Mbak Ningsih! Mbak kenapa?" Dara menggoyang-goyangkan bahunya, mbak Ningsih yang masih merasa takut tidak langsung menjawabnya. Wanita itu sedang menenangkan jantungnya yang hampir copot karena kaget.
"Mbak kenapa, kayak ngelihat setan aja!" ujar Aisyah.
Mbak Ningsih menoleh ke arah jam di dinding, hatinya semakin dibuat gelisah. "Masih jam 03:00 siang, tapi kenapa dia menampakkan dirinya?" mbak Ningsih bergumam.
Aisyah mengernyitkan alisnya. Mungkinkah mbak Ningsih melihat makhluk yang tadi dilihatnya juga?
"Apa Mbak juga melihatnya? tanya Aisyah
"Ya, dan mbak rasa itu adalah genderuwo."
"Ini mungkin ulahnya ki Dani," ucap Dara berpendapat.
"Memang dia, siapa lagi yang bisa melakukan hal seperti ini selain ki Dani," ucap mbak Ningsih membenarkan.
Dara menuangkan segelas air putih untuk mbak Ningsih agar wanita itu bisa lebih tenang.
Mereka sekarang hanya bertiga di rumah, sedangkan kakek Joko dan kedua temannya sudah kembali ke kebun.
"Sudahlah Mbak, jangan terlalu dipikirkan nanti yang ada malah jadi beban," ujar Aisyah.
"Dari pada di rumah terus mending kalian ikut mbak, yuk!"
"Kemana?" mereka kompak bertanya.
"Nyuci baju di sungai, kebetulan sekali hari ini udaranya juga cerah. Kalian mau kan?" mbak Ningsih bertanya lagi.
Tak perlu berpikir lama, mereka berdua langsung mengangguk setuju.
*****
Sungai tampak sepi tak ada warga yang datang untuk mencuci hari ini.
Aisyah terus mengganggu Dara dengan memercikkan air ke wajah gadis itu, sedangkan mbak Ningsih fokus mencuci tanpa menghiraukan mereka berdua.
"Dar, udara di sini segar juga ya?"
"Iya dong, namanya aja kampung," jawab Dara.
Mereka duduk di atas rakit yang terbuat dari bambu, di sungai itu ada beberapa rakit yang memang dipakai oleh warga untuk mencuci baju, agar lebih mudah dan tidak terbawa arus sungai.
Mata Aisyah mulai menelusuri seluruh area sungai, tempat itu dipenuhi pepohonan yang rindang, dan di sisi sungai dikelilingi oleh ilalang yang tumbuh subur, namun tetap terlihat indah.
Burung-burung kecil berkicau merdu, sambil mengepak-ngepakkan sayapnya dan terbang dengan riangnya dari satu ranting ke ranting yang lain. Begitu indah.
Andai saja warga kampung itu tidak menganut ajaran sesat, dengan belajar ilmu sihir. Mungkin Aisyah akan betah berlama-lama tinggal di kampung itu.
"Syah, siapa anak kecil itu?" tanya Dara menunjuk ke arah bocah lelaki yang duduk tak jauh dari tempat mereka menyuci.
Aisyah menoleh ke samping kirinya, dan matanya menangkap sosok anak kecil yang tadi dikatakan Dara.
Penghuni kampung itu tidak terlalu banyak, dan baru kali ini mereka melihat ada sekecil itu. Kira-kira umurnya baru 5 tahun.
Tapi benarkah itu nyata?
"Mbak Ningsih, coba deh Mbak lihat di sisi kiri kita ada anak kecil," ucap Dara setengah berbisik.
Mbak Ningsih langsung menoleh, dia tersenyum tipis seraya berkata, "Itu cucunya ki Dani." Mbak Ningsih kembali mencuci bajunya.
"Cucu ki Dani?"
"Berarti dia punya anak?" Aisyah semakin tertarik untuk mengetahui lebih lanjut.
"Iya," mbak Ningsih menjawab singkat.
Lagi-lagi mbak Ningsih sepertinya tidak ingin memberitahukan lebih banyak hal kepada mereka.
Dara memicingkan matanya, menatap anak itu dari kejauhan. Dia berencana untuk menghampiri anak kecil yang tengah duduk sendirian itu.
"Syah, kita samperin aja anak itu, yuk!" ajak Dara. Saat dia sudah tidak ingin bertanya pada mbak Ningsih lagi tentang ki Dani.
Aisyah langsung setuju, karena kalau menunggu informasi dari mbak Ningsih tentu saja sampai mati pun mereka belum tentu mengetahuinya.
Dengan hati-hati Aisyah dan Dara menghampiri anak itu.
"Hallo adik kecil, nama kamu siapa?" tanya Dara dengan tingkah konyolnya.
Anak itu terlihat bingung dan sedikit takut, karena tidak mengenal Aisyah dan Dara.
"Mbak berdua ini siapa?" dia mulai sedikit menjaga jarak dari mereka.
"Eh jangan takut, kita ini orang baik. Ini Kak Dara dan Aku Aisyah. Kalau kamu siapa?" Aisyah memperkenalkan.
"Aku Denis!" jawab bocah lelaki itu.
"Kamu cucunya ki Dani, ya?" tanya Aisyah mulai menginterogasi.
"Iya, kenapa memangnya?"
Anak itu memperlihatkan sikap dinginnya kepada Aisyah dan Dara.
"Ah, tidak kenapa-kenapa," jawab Aisyah, ia jadi salah tingkah sendiri.
"Terus, kamu ngapain sendirian di sini?" Dara mulai mengubah topik pembicaraan. Dia tidak mau langsung menanyakan tentang ki Dani seperti yang dilakukan Aisyah, supaya anak itu tidak merasa curiga.
"Aku hanya bermain-main saja, bosan di rumah terus enggak ada teman," anak itu menjawab jujur.
"Kamu enggak punya teman? Bukankah masih banyak anak-anak yang lain di sini?" Aisyah mulai mencoba mencari informasi dari Denis tentang keadaan di kampung itu.
"Enggak ada, hanya aku yang paling kecil di sini. Sudah lama tidak ada wanita yang melahirkan bayi di sini," kata anak itu memberi tahu lebih jelas.
Mbak Ningsih yang sudah selesai mencuci bajunya segera saja memasukkan semua baju itu ke dalam ember. Dia menatap Aisyah dan Dara dengan pandangan yang sulit diartikan.
Mbak Ningsih langsung ke tempat di mana Aisyah dan Dara duduk mengobrol dengan Denis.
Mbak Ningsih terlihat tidak senang. "Aisyah, Dara... Yuk kita pulang!" ajak Mbak Ningsih.
"Yah, udah selesai ya, Mbak?" Aisyah terlihat kecewa padahal dia ingin bertanya-tanya lebih banyak lagi sama Denis.
"Kalau gitu kita pulang dulu ya, Denis. Lain kali kita jumpa lagi di sini!" ucap Aisyah. Dia tersenyum ke arah Denis, Denis membalasnya.
Dara, Aisyah, dan mbak Ningsih langsung pergi.
Denis menatap kepergian Aisyah dengan hati senang.
"Akhirnya aku menemukan kamu, aku yakin pasti dia orangnya," batin Denis.
Hei... Tunggu dulu! Kenapa dengan suara Denis? Suaranya kenapa berubah jadi kayak orang dewasa, sebenarnya siapa dia?
Mbak Ningsih juga tampak semakin aneh, dia masih saja menoleh ke belakang menatap Denis, padahal anak itu sudah jauh tertinggal di belakang mereka.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 63 Episodes
Comments
Ayunda Abdullah
wahhh makin seruuuu,teka tekinyaa bikin penasaran bngettt🤩
2024-03-23
1