"Eh, wajah kamu itu biasa aja dong! Jangan dibuat seram gitu. Nggak baik tahu, kita sedang berada di tengah hutan gini," ucap Andi mengingatkan.
"Dia bukan sengaja untuk menakut-nakuti kita Andi, menurut aku tempat ini memang sedikit aneh sih," timpal Aisyah membela Rudi.
"Duh Aisyah, jangan ngomong gitu dong! Kalau kamu yang bicara kita beneran takut," ungkap Dara, tiba-tiba saja dia merinding.
[ *°°°•••••°°°*]
Sore sudah berganti menjadi malam, teman-teman Aisyah sibuk ingin mendirikan tenda di luar, tapi pak Yanto tidak mengizinkan mereka untuk melakukanya, dengan alasan takut ada binatang buas. Mereka bukannya mematuhi, tapi malah semakin ribut sebab menurut mereka alasan pak Yanto tidak masuk akal.
"Alah, Pak Yanto kebanyakan alasannya, ni!" ujar seorang siswa.
"Iya, mana ada binatang buas di tempat kayak gini, hutannya pun terlihat bersih gini kok."
"Sinar rembulan pun sangat terang, apa salahnya turun dan mendirikan tenda di luar," usul yang lainnya lagi.
Melihat pak Yanto yang kewalahan menghadapi mereka, Dara menyuruh Aisyah yang bicara, siapa tahu mereka mau mendengarkannya. Karena kebiasaannya kalau si cantik yang ngomong semuanya mau mematuhi.
"Aisyah, sebaiknya kamu aja yang bicara, kasihan tuh pak Yanto," usul Dara. Aisyah kemudian memberanikan dirinya untuk memberi penjelasan dan alasan yang tepat pada mereka.
"Teman-teman semuanya, tolong didengar baik-baik ya!" Aisyah mulai berbicara, baru beberapa patah kata yang dia ucapkan, kini semua mata sudah tertuju ke arahnya, ternyata benar kalau dia yang bicara semua akan mendengarkannya. Ya wajar saja, Aisyah adalah murid teladan di sekolahnya, dan yang paling penting di antara semua teman kelasnya cuma dia yang memakai jilbab.
"Apa yang pak Yanto bilang benar, ini untuk keselamatan kita, kalau terjadi apa-apa sama kalian siapa yang mau tanggung jawab? Mereka mungkin sudah aman sampai di sana, tapi kita? Kita terjebak di sini, kita harus menunggu sampai besok pagi, di sini kita cuma ada pak Yanto, jadi kita harus mendengarkan apa yang beliau katakan," ucap Aisyah berbicara panjang lebar, berharap teman-temannya bisa menerima dengan baik apa yang dikatakannya tadi.
"Iya, Aisyah benar. Di sini nggak ada guru sama sekali, jadi kalau terjadi apa-apa, kita cuma bisa bergantung pada pak yanto," ucap Rudi menambahkan.
"Tapi Aisyah, bukankah kalau kita mendirikan tenda di luar akan lebih menyenangkan dan kita bukannya anak kecil lagi lho!" Lucy rupanya belum bisa menerima keputusan yang dibuat mereka.
"Lucy, begini ya, aku bukannya bermaksud untuk menakut-nakuti kalian, tapi ini memang benar adanya. Kita sekarang sedang berada di sebuah hutan yang bahkan kita sendiri belum pernah datang ke tempat ini, oke soal binatang buas, kita yang 15 orang ini mungkin bisa melawannya, tapi bagaimana dengan mereka yang tak terlihat?" ucapan terakhir Aisyah membuat semuanya terdiam.
Sekarang mereka sama-sama memilih untuk tetap di dalam bus, bahkan tidak ada yang berani keluar, meski hanya untuk sekedar buang hajat.
"Coba saja para guru tadi ada yang pergi bersama kita, tapi mereka malah lebih memilih untuk pergi dengan guru SMA Pertiwi, huh! Nggak adi," ucap Dara terlihat kesal.
***•••••***
Malam semakin larut, semua teman-temannya sudah tidur, sedangkan Rudi dan Andi masih saja terus mengobrol, membicarakan hal yang menyeramkan, tapi inilah hobi mereka, menceritakan hal-hal menakutkan di tengah suasana yang sunyi dan mencekam.
"Rudi, kamu masih ingatkan apa yang di katakan Aisyah tadi sore, soal lelaki berbaju hitam?" tanya Andi, raut wajahnya tampak serius, tidak seperti tadi.
"Ingat,.memangnya kenapa?"
"Aku juga melihatnya, dan yang anehnya, kita tidak bertemu lagi dengan mereka," ungkap Andi.
"Lalu?" Rudi semakin penasaran.
"Bukankah seharusnya kita kembali bertemu mereka? Tapi ini mereka tidak melewati kita sama sekali, sekarang yang jadi pertanyaannya adalah mereka itu ke mana?" tanya Andi, mendengar hal itu Rudi ingin sekali tertawa, tapi dia menahannya supaya tidak mengganggu temannya yang sudah terlelap dalam alam mimpi.
"Kamu ini jangan bodoh gitu dong! Kamu kan tahu, mereka jalan kaki, bisa aja mutar ke tempat lain, di sini kan banyak jalan lain. Ya elah, masalah gitu aja dipikirin." Rudi tersenyum lucu.
"Lho, itu siapa?" Andi mencoba memperjelas penglihatannya, dia melihat ada seseorang yang lewat di samping bus mereka.
"Kamu ngelihatin siapa sih, An?" tanya Rudi penasaran, dia juga ikut melihat ke luar jendela mobil dengan perasaan was-was.
"Ssttt... Ikut aku keluar sebentar, yuk!" ajak Andi, mereka berjalan perlahan. Cukup hati-hati agar tidak membangunkan teman-temannya yang lain.
Dara yang sebenarnya belum tidur, jadi penasaran saat melihat kedua temannya keluar diam-diam, jadi dia juga ikut ke luar dari bus itu.
.......*....*.....
Aisyah baru menyadari kalau ketiga sahabatnya sudah tidak ada di dalam mobil, dia semakin takut, ingin membangunkan yang lain, tapi rasanya tidak enak. Mereka terlihat tidur dengan pulas, jadi dia turun dari bus itu sendiri tanpa membangunkan pak Yanto.
"Mereka pada kemana ya?" batin Aisyah, di luar sunyi, meski bulan bersinar terang, tetapi tetap saja suasananya menyeramkan. Aisyah terus melangkah menyusuri jalan setapak dengan membawa senter di tangannya, dia mulai berpikir mungkin di sini ada penduduknya, dalam hatinya gadis itu tidak henti-hentinya berdzikir, membaca doa agar hal-hal buruk tidak terjadi.
"Anak ini mau ke mana?" tegur seorang kakek-kakek membuat Aisyah kaget.
"Kakek ini, bukankah salah satu dari beberapa lelaki yang aku lihat tadi siang?" batin Aisyah. Perasaannya semakin kacau, dia tidak boleh terlihat takut.
"Saya sedang mencari teman saya Kek, sepertinya mereka pergi ke arah sini," jawab Aisyah dengan perasaan tak karuan.
"Saya tahu me..."
"Mbah Joko kenapa ada di sini?" seseorang tiba-tiba datang dan membuat kakek itu tidak bisa melanjutkan ucapannya, dari raut wajahnya, Aisyah sudah bisa menebak kalau orang ini bukan orang baik-baik.
"Ini Den, cucu saya dari kota baru saja datang jadi saya menjemputnya di sini," jawab kakek yang dipanggil mbah Joko, kakek itu berbohong, apa alasannya?
Lelaki itu memandangi Aisyah dari ujung rambut sampai ujung kaki, diperhatikan seperti itu Aisyah jadi risih sendiri.
"Ya sudah, saya duluan. Ingat! Jangan lama-lama di sini!" pesan lelaki itu, tatapannya menyeramkan. Aisyah masih tidak mengerti ada apa dengan tempat ini, ini serasa seperti mimpi.
\*\*•••\*\*
Malam masih terus berlanjut, Aisyah melirik jam di pergelangan tangannya, masih pukul 04:00 sebentar lagi subuh, tapi Aisyah masih terus berjalan beriringan dengan kakek Joko yang tadi ditemuinya, dia tidak tahu alasannya kenapa harus mengikuti kakek itu, tadi sang kakek mengatakan kalau memang ingin teman-temannya selamat maka harus mengikutinya, Aisyah pun mengikuti kakek itu.
"Kamu masuklah duluan, saya ingin melihat sekeliling!" perintah kakek itu setengah berbisik. Ini membuat Aisyah menjadi lebih waspada, mungkinkah temannya ada di dalam?
"Aisyah!" Panggil seorang gadis yang ternyata Dara, dia memeluk aisyah sambil menangis, Dara terlihat sangat ketakutan. Apa yang sebenarnya terjadi?
"Kamu juga ada di sini? Terus, Rudi dan Andi dimana?" tanya Aisyah, dia tidak bisa menyembunyikan kekhawatirannya saat kedua temannya yang lain tidak ada di sana.
"Aku tidak tahu, ada tiga orang pria berbadan besar dengan perawakan aneh membawa mereka pergi, sedangkan aku... Aku beruntung ditemukan kakek Joko, dan mbak Ningsih," ucap Dara menjelaskan, dia masih tetap menangis merasa takut dan khawatir tentang keadaan kedua sahabatnya.
"Kalian tidak perlu khawatir biar bapak saya nanti yang mencari kedua teman kalian itu, mereka pasti akan baik-baik saja." Ujar seorang wanita, yang datang sambil membawa dua gelas minuman untuk mereka berdua.
"Silahkan diminum dulu!" ucap wanita itu kemudian. Aisyah termenung sesaat, matanya bahkan tidak berkedip menatap mbak Ningsih.
"Biasa aja kali lihatnya," tegur Dara menyenggol sikunya Aisyah.
"Eh maaf... Aku hanya merasa takjub saja melihat Mbak ini cantik sekali," ucap Aisyah menjawab jujur.
"Kamu juga cantik!" mbak Ningsih balik memuji.
"Makasih, Aisyah tersipu malu," Tapi Mbak lebih cantik," tambahnya kemudian.
"Memiliki paras cantik adalah impian semua wanita, tapi apa kalian tahu, kecantikan tidak selalu membuat kita bahagia, saya bahkan lebih suka memiliki wajah di bawah standar saja," ungkap mbak Ningsih.
"Kenapa Mbak Ningsih ngomong seperti itu?" tanya Dara saat melihat mbak Ningsih seperti orang yang sedang menyesali sesuatu.
"Ah... saya cuma mengatakan apa yang ada di hati, jangan terlalu dipikirkan. Silahkan diminum dulu airnya! Mumpung masih hangat," mbak Ningsih mempersilahkan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 63 Episodes
Comments
Bagus Seno Prabowo
ihh serem
2024-03-23
1
Ayunda Abdullah
pertama baca langsung kerasa vibes horornyaaahhh pemirsahh 👻👻
2024-03-23
2
Nayla arafah
ceritanya seru Thor
semangat berkarya, semangat menulisnya ya author 🥳🥳
2023-12-18
2