Merasa namanya dipanggil, membuat Xander membuka kelopak matanya yang terpejam. Lantas, pria itu membenarkan posisi duduk dan mendongakan kepala ke arah sosok perempuan di seberang sana.
"Sedang apa di sini?" tanya Xander ketus.
"Jangan kurang ajar terhadap orang tua, Xander! Bagaimanapun, Mama ini adalah wanita yang mengandung dan melahirkanmu ke dunia. Bersikap sopan santunlah kepadaku," sembur Miranda. Tampak kilatan emosi terpancar di bola matanya yang bulat seperti bola ping pong.
Xander hanya mampu menghela napas pelan. Mengakui kesalahannya karena telah meninggikan nada suara di hadapan sang mama. "Maaf, tadi aku lepas kendali," katanya lirih.
Miranda mengedarkan pandangan ke sekitar. Mengamati setiap celah apartemen yang baru dua tahun ditinggali oleh anak semata wayang. Menggelengkan kepala saat ekor mata melihat pecahan benda berbahan kaca berserakan di mana-mana. Beruntungnya tadi telapak kaki Miranda tidak menginjak pecahan beling tersebut.
"Sudah berapa banyak vas bunga yang kamu pecahkan selama lima tahun ini, hem? Kalau terus begini, bisa-bisa perusahaan kita bangkrut karena terlalu sering membeli vas bunga yang baru," sungut Miranda berapi-api. Wajah merah padam serta rahang gemeretak hingga menonjol keluar.
Selama lima tahun belakangan Miranda tahu apa yang menyebabkan sang putera bertindak seperti orang gila. Akal sehat Xander selalu hilang saat mengingat sosok perempuan di masa lalunya.
"Untuk apa lagi sih kamu memikirkan Wanita murahan itu? Mantan istrimu itu bukanlah wanita baik-baik. Terbukti, 'kan, baru menikah tiga bulan dia ada main serong dengan Abraham, sepupu sekaligus musuhmu di dunia bisnis."
Miranda mendudukan bokongnya di sofa kosong sebelah Xander. "Daripada terus memikirkan masa lalu, lebih baik kamu memikirkan masa depan." Jemari tangan wanita itu mengeluarkan tiga lembar foto seorang gadis cantik, lalu menyodorkannya ke hadapan anak tercinta. "Lihat, setelah lima tahun berlalu kecantikan Lidya tak pernah pudar sedikit pun. Dia malah semakin cantik dan seksi semenjak menjadi model internasional. Memangnya kamu tidak ingin memulai lembaran baru dengan wanita lain, membina rumah tangga dan mempunyai anak-anak lucu nan menggemaskan?"
"Lidya merupakan anak dari teman arisan Mama. Dia wanita baik-baik, terpelajar, cantik dan dari keturunan berada sama seperti kita. Sangat cocok sekali menjadi pendampingmu. Mama yakin kalau kamu menikah dengannya hidupmu pasti bahagia. Dan ... tentunya dia tidak mungkin selingkuh di belakangmu," tutur Miranda panjang lebar.
Nada bicara merendah serta wajah sumringah saat membicarakan Lidya, sedangkan berbanding terbalik saat membahas hal yang berkaitan dengan Tania. Emosi wanita itu meledak-ledak tatkala mendengar maupun membicarakan mantan menantunya itu. Bagi Miranda Pramono, Tania bukanlah menantu idaman melainkan aib bagi keluarganya sebab wanita itu bukan terlahir dari golongan kaya raya.
Xander berdecak kesal. Dia melemparkan begitu saja tiga lembar foto Lidya tanpa ingin melihat seberapa menariknya wanita itu. "Seharusnya Mama tahu persis kalau aku tidak mau menikah lagi dengan siapa pun. Baik sekarang, besok atau kapan pun, aku tetap ingin sendirian."
"Kenapa tidak ingin menikah lagi? Apa kamu masih mencintai wanita pengkhianat itu? Wanita murahan, kampungan yang tega selingkuh di belakang kamu, iya?" sindir Miranda sambil memelototkan mata. Kedua tangan mengepal di sisi kanan dan kiri. Setiap kali membahas Tania, dia selalu emosi.
"Stop it, Ma!" pekik Xander dengan emosi yang tak kalah membara. Dengan napas terengah, pria itu membentak sang mama. "Jangan pernah menghina Tania. Dia ...."
"Dia kenapa, hah? Kamu masih mau membela wanita itu, begitu?" Miranda bangkit dari sofa, kemudian menghunuskan tatapan tajam kepada Xander. "Ingat Xander, wanita murahan seperti dia tidak pantas untuk kamu kenang. Lebih baik kamu kubur dalam-dalam kenangan bersama mantan istrimu itu. Buka lembaran baru dengan menikahi Lidya!"
Usai mengucapkan kalimat terakhir, Miranda meninggalkan apartemen milik Xander. Tujuan kedatangannya ke sana telah tercapai dan kekesalannya pun kepada si menantu sialan sudah dia luapkan di hadapan Xander jadi tak ada alasan lagi bagi wanita itu untuk berlama-lama di sana.
"Shiit!" umpat Xander kasar.
***
Beberapa Hari Kemudian
Akhir pekan merupakan waktu terbaik bagi orang-orang untuk menghabiskan waktu bersama keluarga maupun orang terkasih. Biasanya mereka manfaatkan kesempatan itu untuk pergi jalan-jalan, makan bersama di luar, nonton bioskop, shopping atau hanya sekadar cuci mata sambil rehat sejenak dari rutinitas sehari-hari. Begitu pun dengan Tania, wanita itu lebih memilih istirahat di rumah sambil menemai putera semata wayang bermain dengan laptop yang dipinjamkan oleh perusahaan tempatnya bekerja.
Namun, karena merasa bosan akhirnya Arsenio merengek minta diajak jalan-jalan ke arena bermain yang ada di mall. Bocah kecil itu begitu penasaran ingin merasakan bagaimana rasanya bermain di sebuah mall terbesar di ibu kota.
"Mama, ayo jalan-jalan ke mall. Aku ingin bermain di arena permainan," rengek Arsenio sembari menggerakan tangannya yang sedang menggenggam tangan sang mama. Tubuh mungil itu pun ikut bergerak ke kanan dan kiri.
"Sayang, Mama ajak kamu bermain di taman saja ya, jangan di mall! Bagaimana?" rayu Tania. Wanita itu masih sedikit trauma akan kejadian beberapa hari lalu saat tanpa sengaja melihat Miranda dan Lidya yang sedang ada di toko buku.
"Enggak mau, Ma. Aku pinginnya main di mall. Ayok, Ma, kita pergi sekarang!" Bocah kecil bermata hazel bersikeras meminta Tania mengajaknya jalan-jalan. Bola mata memelas layaknya seekor anak kucing yang sedang meminta susu.
Melihat betapa keukehnya Arsenio, membuat Tania tidak tega. Naluri keibuannya bangkit dan hati wanita itu tergerak untuk menuruti keinginan sang anak.
Menarik napas panjang dan dalam, kemudian mengembuskan secara perlahan. "Ya sudah, Mama akan ajak kamu main di mall. Tapi ingat, kamu enggak boleh sekalipun lepas dari pandangan Mama dan Mbak Surti, mengerti?" Arsenio menganggukan kepala mantap.
Demi mengabulkan keinginan sang putera, Tania rela mengesampingkan egonya untuk membawa Arsenio pergi bermain di mall. Surti, babysitter Arsenio pun turut serta mengawasi bocah genius itu saat bermain sedangkan Tania berbelanja kebutuhan sehari-hari.
"Mbak Surti, nanti kamu tolong jaga Arsenio saat aku tinggal berbelanja. Ingat, jangan sampai dia hilang dari pandanganmu!" pesan Tania saat mereka sudah ada di mall.
Surti, wanita berusia dua puluh lima tahun menganggukan kepala. "Baik, Bu Tania."
Ketiganya melangkah menuju lantai dua, tempat arena bermain berada. Meletakkan lutut di lantai, kemudian mengusap puncak kepala Arsenio. "Sayang, kamu baik-baik di sini sama Mbak Surti ya. Mama pergi belanja sebentar. Setelah selesai, Mama akan datang ke sini nemenin kamu bermain."
Arsenio mengangguk patuh. "Iya, Ma. Jangan lupa, belikan aku es krim rasa vanila."
Sudut bibir Tania tertarik ke atas hingga membentuk sebuah lengkungan mirip busur panah. "Oke. Sudah sana main bersama teman-teman yang lain!" titah wanita itu kepada Arsenio. Dia memastikan anak tercinta masuk ke dalam arena permainan dengan selamat. Setelah itu barulah meninggalkan tempat tersebut.
Senyuman manis terus mengembang di sudut bibir Arsenio. Tampak bocah itu begitu bahagia karena akhirnya keinginannya tercapai.
"Aduh, kok aku pingin pipis sih," keluh Arsenio. Bocah itu menghentikan sejenak kegiatannya kemudian sepasang mata mengedarkan pandangan ke sekitar. Melirik ke kanan dan kiri, mencari penunjuk arah di manakah letak toilet berada. "Aha ... itu dia toiletnya." Menyatukan ibu jari dengan jari tengah hingga terdengar suara nyaring sesaat setelah melihat plang bertuliskan arah panah menuju toilet.
Teringat akan pesan Tania sebelum pergi ke mall, Arsenio hendak meminta izin kepada Surti. Akan tetapi, wanita itu malah asyik memainkan telepon genggam. "Lebih baik aku pergi saja sendiri daripada mengganggu Mbak Surti." Tanpa pikir panjang, dia berjalan seorang diri menuju toilet pria yang ada di sebelah barat arena permainan.
Bocah kecil berusia lima tahun berjalam setengah berlari sebab dia sudah kebelet sekali. Akibat tidak hati-hati, dia tak sengaja menabrak seseorang. "Aduh!"
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 145 Episodes
Comments
Siti Nurjanah
pasti yg di tabrak xander
2024-12-05
0
guntur 1609
pasti tidurnY tania sm sepupunya xamder ada camur tangan mamanya xander
2023-12-14
0
Bu Kus
wah seru ni
2023-07-23
0