Tania menarik napas dalam, sebisa mungkin untuk tidak terpancing emosi. Perkataan bu Kokom, pemilik kontrakan telah melukai hatinya. Sebagai sesama wanita, ia tak habis pikir kenapa pemilik kontrakan tempatnya berdiri saat ini begitu fasihnya mengucapkan kata-kata yang tak pantas didengar oleh telinga orang lain.
"Maafkan saya, Bu. Tapi ... saya masih belum bisa membayar uang kontrakan. Kalau boleh, saya mau minta tenggang waktu sekitar dua sampai tiga minggu ke depan."
Bu Kokom berkacak pinggang seraya menghunuskan tatapan tajam. "Enak saja minta keringanan! Di antara orang yang ngontrak di rumahku, cuma kamu satu-satunya orang yang sering nunggak bayaran. Jika dulu aku bisa memberikan kelonggaran kepadamu, tapi tidak untuk kali ini. Kamu ... harus bayar kontrakan saat ini juga! Kalau tidak, pergi dari rumahku tanpa membawa barang apa pun!" sentak wanita paruh baya itu.
Suara teriakan menggelegar di pagi hari membuat beberapa orang yang lalu lalang menoleh ke sumber suara. Pun begitu dengan para penghuni kontrakan lain, mereka secara bergantian mencari tahu apa gerangan yang membuat juragan kontrakan mengamuk hingga mengganggu waktu istirahat.
"Tapi saya benar-benar belum punya uang, Bu Kokom. Sungguh." Tania berkata jujur. Saat ini dia memang tidak punya uang sama sekali. Hanya ada uang seratus ribu dan itu pun untuk membeli bensin dan kebutuhannya selama dua hari ke depan.
Tangan bu Kokom melambai ke udara. "Alah ... alasan! Kamu pikir aku bodoh, iya?" Wanita itu memandang sinis kepada Tania. "Heh, Wanita Murahan, meskipun aku hanya ibu rumah tangga biasa tapi aku hapal hari ini tanggal berapa. Baru beberapa hari yang lalu kamu gajian jadi mana mungkin uangmu habis begitu saja."
"Kamu hanya tinggal berdua dengan anak haram itu, kebutuhan pun tidak seberapa. Jadi, mustahil sekali uang itu raib dalam waktu lima hari," sambung Bu Kokom. Masih keukeh meminta haknya sebagai pemilik kontrakan.
"Jangan pernah mengatakan Arsenio anak haram!" bentak Tania kala mendengar Bu Kokom memanggil sang anak dengan sebutan ... anak haram.
"Ibu boleh saja menghina dan mengatakan saya wanita murahan, wanita s*nd*al atau apa pun itu. Tapi jangan pernah sekalipun menyebut Arsenio dengan sebutan itu," kata Tania seraya memelototi Bu Kokom yang tampak tercengang di ambang pintu. "Arsenio, puteraku bukanlah anak haram!"
"Kamu ... kamu ... beraninya membentakku di hadapan semua orang." Kedua tangan Bu Kokom mengepal di samping badan. Wajah wanita itu memerah menahan amarah yang bergejolak di dalam dada.
Seumur hidup tak pernah ada orang yang berani membentaknya. Namun, hari ini di hadapan semua orang Tania dengan lantang dan tanpa ada rasa takut sedikit pun membentaknya. Sebagai orang yang terkenal cukup kaya di kampung itu, ia merasa harga dirinya diinjak oleh seseorang yang tak lain adalah salah satu penghuni kontrakannya.
Tania melipat tangan di depan dada. "Tentu saja. Bu Kokom pikir saya akan diam saja saat ada orang lain menghina anak saya? Asal Ibu tahu, Arsenio adalah batasan saya. Apabila Ibu menghina ataupun menyakiti Arsenio, saya tidak segan-segan memberi pelajaran kepada Bu Kokom maupun kepada orang lain yang berani berkata kasar di hadapan saya."
Tanpa sepatah kata pun, Tania masuk ke dalam kamar dan mengambil dompet. "Hanya itu yang saya punya. Sisanya akan saya bayar secepatnya." Wanita itu menyerahkan uang lembaran warna merah ke hadapan bu Kokom.
Awalnya bu Kokom tampak ragu, tetapi karena dia memang membutuhkan uang maka dengan cepat menyambar uang seratus ribuan sembari membalas tatapan tajam Tania dengan cara yang sama.
"Masih tersisa dua juta sembilan ratus ribu rupiah lagi untuk melunasi tunggakanmu selama dua bulan. Satu minggu lagi aku datang ke sini. Ingat, uangnya sudah harus ada kalau kalian tidak mau jadi gembel!" ancam Bu Kokom. Lantas dia melangkah pergi.
Tania menutup pintu rapat-rapat setelah menyerahkan uang sisa gaji terakhir yang ia miliki untuk membayar uang kontrakan. Wanita itu sadar bahwa kelakuannya tadi bukanlah merupakan perbuatan terpuji. Marah kepada pemilik kontrakan saat ditagih, bukanlah kebiasaan mantan istri Xander.
Namun, dua bulan belakangan ini Tania terpaksa menunggak membayar uang kontrakan sebab ia menggunakan sebagian penghasilannya untuk membantu bik Sumi, perempuan baik hati yang merawat dan memberikan tempat tinggal saat ia menginjakkan kaki pertama kali di kota tersebut. Bik Sumi saat ini sedang dirawat di rumah sakit dan membutuhkan biaya banyak. Merasa berhutang budi, ibunda tercinta Arsenio turut membantu biaya rumah sakit.
Tanpa disadari oleh Tania, rupanya sedari tadi Arsenio mendengar semua keributan yang terjadi antara sang mama dengan pemilik kontrakan. "Aku harus membantu Mama. Apa pun caranya aku harus mencari uang yang sangat banyak agar bisa membayar kontrakan," tutur bocah tampan bermata hazel.
***
"Arsen, temani aku ke warnet yuk!" Zidan, teman sepermainan Arsenio menepuk pundak bocah berwajah setengah bule. Usia mereka terpaut empat tahun.
"Mau apa ke warnet? Bukannya kamu bisa menggunakan telepon genggam untuk menonton video kesukaanmu."
Zidan mendengkus kesal. "Aku dihukum Ibuku karena ketahuan bolos. Telepon genggam disita dan aku dilarang memainkannya selama satu minggu sedangkan bu guru memintaku mengerjakan tugas dan semua bahannya ada di Mbah Google. Ibuku tidak percaya dengan perkataanku makanya aku memintamu menemaniku ke warnet sebentar."
Arsenio menghela napas panjang. "Kenapa nasib kita bisa sama. Mama pun menghukumku karena ketahuan meng-hack CCTV sekolah demi mengerjai Haikal dan gengnya. Telepon genggam diambil oleh Mama dan entah disembunyikan di mana olehnya."
Bocah lelaki berperawakan tinggi terkekeh pelan. "Maka dari itu ikut aku ke warnet. Di sana kamu bisa main game sepuasnya dan mencari informasi apa pun yang terkait dengan keahlianmu meretas sesuatu." Zidan menarik tubuh mungil Arsenio hingga pundak bocah kecil berusia lima tahun menempel di dadanya. "Kamu tenang saja, aku yang bakalan traktir."
Duduk di depan sebuah layar monitor yang disekat dengan kayu, Arsenio tampak begitu fokus menyaksikan video bagaimana cara memulai bisnis kecil-kecilan dengan modal sedikit namun menghasikan uang yang cukup banyak.
Tampak Arsenio menganggukan kepala saat seseorang di video itu memberikan penjelasan mengenai jenis usaha, modal dan bagaimana cara menjualnya. "Oh ... jadi begitu toh caranya. Baiklah, aku akan mencobanya lagi." Kembali memfokuskan diri menatap layar monitor di depan sana. Ia memanfaatkan kesempatan itu untuk menyerap sebanyak-banyaknya ilmu yang diberikan orang lain.
Akan tetapi, saat Arsenio tengah fokus menyaksikan video di depan layar monitor tiba-tiba saja sebuah iklan muncul pertandingan online dengan hadiah utama uang senilai lima juta rupiah.
Perlahan, sudut bibir Arsenio tertarik ke atas. Bola mata hazel berbinar bahagia sebab ia menemukan jalan keluar untuk membantu sang mama. "Aku harus daftar. Siapa tahu bisa menang," gumamnya lirih. Lantas, ia segera mendaftarkan diri dan mengisi formulir pendaftaran.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 145 Episodes
Comments
Riana
gunakan kecerdasanmu untuk hal positif arsen
2023-07-21
0
Mazree Gati
bayar dong kontrakan,,,masa nunggak ampe 3 bulan ga bayar
2023-07-17
1
Young_Rae
abis gajian lgsg byar kontrakan ath tania 😁
2023-07-06
0