Tania menghentikan langkahnya tepat di depan pintu keluar Bandara Soekarno Hatta. Sejak turun dari pesawat sampai di tempatnya berdiri sekarang, tak henti-hentinya dia menarik napas dalam-dalam. Ini merupakan pertama kalinya dia menginjakkan kakinya lagi di Jakarta setelah lima tahun berlalu. Sebuah kota besar yang banyak menyimpan kenangan manis juga kenangan pahit dalam waktu hampir bersamaan.
“Mama kenapa diam saja? Ayo, naik! Itu taksinya sudah nungguin dari tadi,” kata Arsenio seraya menarik ujung pakaian yang dikenakan oleh sang mama.
Kembali menarik napas dalam sembari memejamkan mata sejenak. “Ya sudah, ayo naik!” ajak Tania kepada Arsenio. Lantas, dia menyodorkan satu buah koper besar dan satu buah koper kecil milik anak tercinta kepada sopir taksi untuk dimasukan ke dalam bagasi mobil.
Sampai di mobil, Tania memilih duduk di kursi belakang bersama Arsenio. Sepanjang perjalanan Arsenio terus menceritakan pengalamannya saat mengikuti turnamen perlombaan game online bersama Zidan.
Dengan antusias Arsenio berkata, “Mama tahu tidak, tim-ku nyaris saja kalah saat babak final. Namun, beruntungnya saat itu aku berteriak meminta bantuan Zidan dan dia membantuku menghabisi musuh yang sejak tadi menyerangku tanpa memberi ampun.”
Tania tersenyum lebar saat melihat betapa antusiasnya Arsenio. Dari cara bicara, sorot mata dan gerakan bibirnya yang mungil mengingatkannya akan sosok Xander—lelaki tampan yang pernah ia kecewakan. Aah ... kenapa dia terus memikirkan mantan suaminya itu padahal lelaki itu belum tentu sedang memikirkannya juga.
Tangan Tania terulur ke depan, mengusap puncak kepala Arsenio dengan penuh cinta. “Anak Mama memang hebat. Pantas saja jadi juara,” pujinya.
***
Hari pertama di Jakarta, Tania bangun pagi-pagi sekali. Dia melirik ke samping di mana Arsenio sedang terlelap sambil memeluk boneka jerapah kenang-kenangan dari Ayra.
Maafkan Mama karena telah memisahkanmu dengan Ayra, batin Tania.
Muncul rasa penyesalan dalam diri kala melihat Arsenio begitu erat memeluk boneka tersebut. Namun, ia tak punya pilihan lain selain membawa serta anak tercinta ikut mengadu nasib ke ibu kota. Ya ... siapa tahu kehidupan mereka jauh lebih baik dari sebelumnya dan pastinya terhindar dari mulut sampah para tetangga rese yang gemar bergosip.
Tania meletakkan piring berisi empat potong roti bakar isi cokelat ke atas piring. Aromanya menggiurkan. Telur mata sapi dan tak lupa dua gelas susu putih ia siapkan untuk dikonsumsi bersama anak tercinta.
"Selesai!" ucap Tania puas saat melihat hidangan tersaji di atas meja makan. "Tinggal bangunin Arsen setelah itu pergi ke supermarket untuk belanja kebutuhan sehari-hari." Usai mengucapkan kalimat itu ia berlalu untuk memasuki kamarnya.
Sampai di kamar, Tania mendekati sang anak. Dia duduk di tepian ranjang, lalu mengusap puncak kepala bocah tampan pemilik bola mata hazel mirip seperti papanya. "Sayang, bangun yuk! Ini sudah pagi, Nak."
Tidak ada balasan, Arsenio masih terlelap di bawah selimut tebal warna putih. Tania kembali berkata, "Mama buatin kamu telur mata sapi dan roti bakar isi cokelat. Katanya, kemarin malam Arsen bilang sama Mama mau dibuatkan roti dan telur. Kalau Arsen nggak bangun, Mama habisin loh!"
Tak berselang lama, kelopak mata Arsenio bergerak perlahan. Bulu-bulu matanya yang lentik pun ikut bergerak. "Jangan dihabisin, Ma! Aku mau roti dan telurnya," kata bocah itu lirih.
Senyuman Tania mengembang saat mendengar suara sang putra. "Iya, Sayang. Mama nggak akan ngabisin jatah kamu kok." Wanita itu merapikan rambut Arsenio yang berantakan. "Sekarang, kamu mandi dulu biar nggak bau asem."
Tanpa membantah, Arsenio menjejakan kaki di lantai turun dari tempat tidur dan berjalan menuju kamar mandi. Bocah kecil itu menunggu Tania untuk segera memandikannya.
***
Saat ini, Tania dan Arsenio sudah berada di salah satu pusat perbelanjaan terbesar di kota Jakarta. Bermodalkan uang pesangon dari perusahaan dan sisa hadiah turnamen game online, ia berencana membeli kebutuhan sehari-hari serta alat tulis untuk anak tercinta.
"Mama, nanti kita mampir toko buku ya. Aku mau cari buku tentang bagaimana jadi hacker hebat di dunia," celetuk Arsenio.
Sontak, Tania yang sedang memilih susu untuk Arsenio menoleh ke arah sang anak. "Hah, mau apa kamu membeli buku itu, Nak?" Wanita itu cukup terkejut mendengar perkataan anak tercinta.
Jika anak seusianya meminta dibelikan buku cerita dengan gambar dan aneka warna warni, si bocah genius itu malah meminta Tania membelikan buku bacaan yang hanya bisa dipahami oleh orang dewasa. Sangat aneh dan di luar nalar, tetapi itulah kenyataannya. Sejak kecil ia memang lebih menyukai hal-hal yang berkaitan dengan ilmu komputer.
Bibir nan mungil itu mengerucut saat mendengar pertanyaan Tania. Alih-alih menuruti permintaannya, sang mama malah balik bertanya. "Tentu saja untuk dibaca dong, Ma. Aku ingin belajar cara membuat virus dan antivirus sendiri. Kalau berhasil, uangnya 'kan bisa aku berikan untuk Mama. Jadi, nanti Mama nggak perlu kerja keras lagi karena akan ada orang yang mengirim uang untukku."
Hati Tania menghangat mendengar jawaban Arsenio. Tak pernah sekalipun berpikir kalau bayi mungil yang dia besarkan seorang diri bisa tumbuh hebat dan mempunyai cita-cita yang teramat mulia.
Tania meletakkan kembali beberapa kardus susu yang ada dalam genggaman ke dalam rak. Wanita itu langsung berjongkok kemudian memeluk erat tubuh Arsenio. Dia tidak menyangka anak tercinta selama ini memikirkan dirinya yang bekerja keras.
Setelah melakukan pembayaran di kasir, Tania memenuhi permintaan Arsenio. Dia membawa tubuh mungil itu menuju salah satu toko buku terkenal di seluruh Nusantara.
Mata berbinar bahagia. Wajah pun sumringah tatkala si bocah lelaki dan sang mama memasuki toko buku tersebut. "Wuah ... banyak sekali koleksi bukunya, Ma," gumam Arsenio lirih seraya menyapu seisi ruangan. "Kalau aku ketemu Papa, aku akan minta belikan buku ini semua ah."
Arsenio begitu takjub melihat keadaan toko buku tersebut sebab tampilan toko ini begitu megah dan sangat luas. Beda sekali dengan toko buku yang ada di kotanya dulu.
Tania tersenyum getir saat mendengar perkataan Arsenio. Bahkan, Papa-mu mampu membeli seluruh isi toko ini kalau dia mau. Kalimat itu hanya mampu ia ucapkan dalam hati.
"Mama tanyakan dulu kepada penjaga tokonya. Kamu tunggu di sini. Ingat, jangan ke mana-mana!" pinta Tania sebelum meninggalkan Arsenio.
"Oke, Bos!" seru Arsenio sembari mengangkat tangan kanan ke atas, kemudian menempelkannya di pelipis layaknya orang yang sedang hormat di depan bendera merah putih.
Sang wanita melangkah anggun menuju salah satu penjaga toko yang sedang sibuk menata buku. Mengedarkan pandangan ke penjuru ruangan. Toko ini pun banyak menyimpan kenangan saat dia dan Xander kuliah dulu.
Senyuman kembali mengembang di bibirnya yang ranum. "Sudah delapan tahun berlalu sejak kita masih sama-sama kuliah dulu namun toko buku ini masih sama seperti dulu." Menghirup udara sembari memejamkan mata. "Dan ... aromanya pun masih sama seperti dulu, Xander."
Menggelengkan kepala cepat ketika sebuah kesadaran muncul ke permukaan. Aah ... tidak! Aku tidak boleh mengingat lelaki itu lagi. Ya, pokoknya jangan memikirkannya lagi! Lantas, Tania pun mempercepat langkahnya agar cepat sampai.
Akan tetapi, langkah kaki itu harus terhenti saat tatapannya tanpa sengaja menemukan seseorang berdiri di depan sana.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 145 Episodes
Comments
Riana
apakah saatnya bertemu kembali
2023-07-21
0
Wirda Lubis
siapa yang berdiri
2023-07-03
0
Sulati Cus
arsen bikin hati emak menjerit
2023-03-30
1