Lima Tahun Kemudian ....
Berdiri di depan pintu bertuliskan nama ruangan sang bos, Tania mengendalikan diri untuk tidak terlihat gugup. Menarik napas panjang, kemudian mengembuskan secara perlahan. Tidak biasanya pria berambut keperakan memintanya datang ke ruangan tanpa memberitahu maksud dan tujuannya apa hingga membuat wanita itu jadi penasaran.
Tangan mulai mengetuk pintu sebanyak tiga kali, lalu menempelkan jemari tangan mungil nan lentik di handle pintu. "Permisi, Pak. Tadi Bapak panggil saya?" ucap Tania lembut saat pintu itu terbuka lebar.
Seorang pria bertubuh tegap nan tinggi menghentikan sejenak pekerjaannya, lalu menoleh ke sumber suara. "Eeh ... kamu ternyata. Benar, tadi saya memanggilmu. Ayo, silakan masuk!"
Tania melangkah masuk kemudian duduk di seberang kursi sang bos setelah dipersilakan duduk oleh atasannya. Rasa penasaran semakin menelusup ke dalam relung hati yang terdalam saat ekor matanya melihat sebuah amplop coklat tergeletak di samping tubuh pria itu.
Ya Tuhan, jangan sampai aku dipecat dari perusahaan ini. Kalau sampai terjadi entah harus dengan cara apa lagi aku membesarkan anakku, ucap Tania dalam hati. Degup jantung wanita itu semakin berdetak tak beraturan disertai keringat dingin yang mulai muncul ke permukaan kulit. Sungguh, ia tidak sanggup bila harus menerima kabar pemecatan dirinya dari perusahaan tersebut.
Tidak ingin semakin penasaran, Tania memberanikan diri bertanya kepada atasannya. "Pak, kalau boleh tahu ada hal apa hingga membuat Bapak memanggil saya ke sini."
"Begini ... Tania. Kamu tahu, 'kan bahwa kantor pusat kita di Jakarta sedang membutuhkan pegawai baru. Nah, Pak Johan memutuskan memutasi kamu untuk bekerja di kantor pusat di Jakarta. Beliau sangat puas melihat kinerjamu selama tiga tahun belakangan ini. Berkat loyalitas dan kerja kerasmu, Big Bos menginginkan kamu bekerja di sana mulai bulan depan."
Tania yang sedang duduk di kursi tersentak mendengar sederet kalimat itu. Bola mata wanita itu melebar sempurna, menatap atasannya yang duduk santai di kursi kebesarannya. Ia tidak menduga jika Akmal dan Johan berencana memindahkannya untuk bekerja di Jakarta.
"Maaf, Pak. Bagaimana?" Tania berkedip, mencoba menanyakan kembali maksud dari perkataan Akmal. Hanya ingin memastikan bahwa yang didengarnya barusan adalah kekeliruan semata.
Akan tetapi, melihat raut wajah Akmal tampak begitu serius membuat Tania semakin yakin kalau pria berambut keperakan itu bersungguh-sungguh atas ucapannya.
"Kamu mendengar apa yang saya katakan, Tania. Di Jakarta, kamu pasti bisa meraih jenjang karir lebih baik lagi daripada di sini. Kinerjamu selama ini selalu bagus dan membuat kami semua merasa puas. Saya yakin di Jakarta nanti kamu tidak akan kesulitan mendapatkan promosi untuk naik jabatan," papar Akmal panjang lebar.
"Tapi, Pak. Saya sudah nyaman bekerja di sini bersama Bapak dan rekan-rekan yang lain. Selain itu, saya pun merasa cukup puas atas apa yang diberikan saat ini. Tidak pernah terpikirkan sekalipun untuk mengejar jabatan yang tinggi." Tania mengutarakan apa yang mengganjal hatinya kepada Akmal.
Selama ini, Tania memang selalu mensyukuri atas nikmat yang Tuhan berikan kepadanya. Meskipun hidup sederhana, tinggal di rumah kontrakan sempit dan jabatan hanya sebagai staf biasa dengan gaji cukup untuk biaya kehidupan sehari-hari, tetapi ia tidak pernah mengeluh atau merasa iri kepada orang lain sebab Tuhan sudah mengatur rezeki masing-masing.
"Saya tahu, kamu selalu merasa puas atas apa yang Tuhan berikan kepadamu selama ini. Namun, tidakkah kamu berpikir semakin lama anakmu semakin tumbuh besar dan dia membutuhkan biaya banyak untuk dapat melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi lagi. Memangnya kamu tidak mau menyekolahkan anakmu ke sekolah ternama dengan sistem pendidikan yang jauh lebih baik dari sebelumnya?"
Akmal membawa tubuhnya ke depan hingga kini posisinya berada persis di hadapan Tania. "Jika kamu menempati jabatan bagus di sana maka penghasilanmu pun semakin lebih baik lagi. Kamu dapat bernapas lega kalau mempunyai tabungan cukup untuk masa depan anakmu."
Tania terdiam. Tidak lagi membantah. Semua yang dikatakan Akmal benar adanya.
Hidup menjadi single parent dengan satu orang anak tidaklah mudah. Terlebih di dunia ini ia hanya hidup sebatang kara tanpa ada orang tua, keluarga apalagi sanak saudara hingga kehidupannya cukup sulit. Beruntungnya ia mempunyai ijazah serta otak yang cukup cerdas untuk bekal mencari nafkah untuk membiayai anak semata wayangnya.
"Kamu bisa pikirkan dulu. Saya harap kamu menyetujuinya. Toh ini semua demi kebaikanmu juga anakmu." Akmal menyerahkan amplop warna coklat ke hadapan Tania. "Ini sudah pemindahtugasanmu ke Jakarta. Simpan baik-baik. Jika kamu berubah pikiran, bisa temui saya lagi di sini. Ingat, kesempatan itu tidak mungkin datang dua kali. Jadi, pikirkan dengan matang."
Tania mengambil surat yang disodorkan Akmal kepadanya. "Baik, Pak. Saya akan memikirkannya matang-matang. Terima kasih karena Bapak memberikan kesempatan ini kepada saya."
Akmal tersenyum lebar hingga memperlihatkan deretan giginya yang kekuningan. "Jangan sungkan, Tan. Saya melakukan ini karena kamu memang pantas mendapatkannya dibandingkan pegawai yang lain."
***
Taman Kanak-Kanak X, merupakan sekolah yang cukup terkenal di kota Yogyakarta. Setiap tahun ajaran baru, para orang tua wali murid berbondong-bondong mendaftarkan anak-anak mereka agar bisa bersekolah di sana. Begitu pun dengan seorang wanita muda bernama Tania Maharani.
Satu tahun lalu, saat anak semata wayang Tania menginjak usia empat tahun, ia mendaftarkan Arsenio Rayshiva atau biasa dipanggil Arsen untuk sekolah di sana. Meskipun hanya bekerja sebagai staf biasa, tetapi ia ingin memberikan pendidikan terbaik bagi anak tercinta.
Arsenio merupakan bocah laki-laki berusia lima tahun yang gemar menjawab pertanyaan dari guru. Ia juga sangat mudah menyelesaikan tugas yang diberikan oleh sang guru di sekolah. Kepintaran bocah laki-laki itu di atas rata-rata dan menjadi bahan perbincangan para guru.
Tubuhnya lebih tinggi dibanding anak seusianya. Keramahan serta kepedulian membuat ia memiliki banyak teman. Namun, ia paling dekat hanya dengan satu murid saja. Seorang anak perempuan cantik bernama Ayra Kamila.
Jam istirahat berbunyi. Arsenio dan Ayra berjalan menuju sebuah taman yang tempatnya tidak begitu jauh dari kelas mereka. Masing-masing membawa tote bag, berisikan bekal makanan yang dibuatkan oleh sang mama.
"Arsen, kita duduk di sana saja. Kita bisa sekalian main setelah menghabiskan bekal makanan yang dibuat oleh Mama." Arya berkata sambil menunjuk sebuah bangku kosong tepat di dekat ayunan. Tempat itu tidak begitu panas sebab berada di bawah pohon rimbun yang menjulang tinggi ke atas.
Tidak ingin membuat temannya kecewa, Arsenio menganggukan kepala dan menuruti keinginan si bocah kecil berwajah cantik bagaikan boneka. Lantas, mereka menuju bangku tersebut.
Hanya berjarak kurang dari satu meter, segerombolan anak seusianya menyerobot dan sengaja menabrak si gadis kecil bermata sipit hingga terjatuh ke lantai. Namun, mereka seakan tuli dan lebih memilih berlalu begitu saja tanpa memedulikan tubuh mungil Ayra tersungkur di tanah.
"Aaw!" pekik Arya ketika tubuhnya tersungkur ke tanah membuat tote bag miliknya terlempar ke depan.
"Ayra!" teriak Arsenio histeris. Ia mensejajarkan tubuhnya hingga sejajar dengan sang sahabat. "Kamu terluka?" tanya bocah laki-laki dengan raut wajah cemas.
Arya menggelengkan kepala lemah. Meskipun merasakan tangan dan lututnya terluka, ia seolah-olah menyembunyikan itu semua dari Arsenio karena tidak mau kalau sahabatnya itu berurusan dengan Haikal--anak laki-laki yang terkenal nakal dan biang rusuh di sekolah.
"Iya, Arsen. Aku baik-baik saja," jawab Arya. Ia sembunyikan telapak tangan yang berdarah ke belakang tubuh, kemudian menyembunyikan luka di sekitar lutut dengan cara menutupinya menggunakan rok yang dikenakan.
"Ayo, aku bantu kamu berdiri." Tangan mungil Arsenio terulur ke depan lalu menarik tubuh Ayra.
Saat mereka sudah berdiri, ekor matanya yang indah tidak sengaja melihat bagian lutut Ayra yang terluka. Namun, karena tidak begitu jelas membuat Arsenio terpaksa mengangkat sedikit rok sahabatnya hingga memperlihatkan sesuatu yang membuat bocah kecil itu merasa geram.
"Haikal!" teriak Arsenio dengan wajah memerah.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 145 Episodes
Comments
Riana
aura
arsen
2A
berjodoh?
2023-07-21
0
Naluri Fitia
Arya atau ayra sih Thor
jdi gagal paham nih thor
2023-07-10
1
Rohali
Deteksi typo
2023-02-23
2