Kepala menunduk, tak berani menatap wajah sang mama. Jemari tangan mungil memelintir bagian ujung celana sekolahnya.
"Dua hari setelah dihukum Bu guru, aku mengikuti turnamen game nasional. Aku dibantu Zidan memenangkan pertandingan itu. Hadiahnya itu lima juta rupiah, Ma. Dan ... aku berniat memberikan uang itu kepada Mama untuk membantu membayar uang kontrakan yang nunggak selama dua bulan. Sisanya boleh Mama tabung," tutur Arsenio. Ia mencoba berkata jujur kepada Tania meski kemungkinan mendapat hukuman karena mengikuti turnamen game online. Terlebih bocah laki-laki itu meminjam nomor rekening Lisa, ibunda Zidan sebagai perantara untuk pengiriman hadiah.
Suasana tiba-tiba hening. Tidak ada tanggapan apa pun dari wanita muda yang duduk di depannya. Arsenio masih menundukan kepala, tersadar bahwa ia telah melakukan sebuah kesalahan besar.
Kenapa Mama diam saja? Apa Mama benar-benar marah kepadaku? batin bocah kecil yang sebentar lagi genap berusia enam tahun.
Arsenio mengumpulkan keberanian dalam diri. Pasrah kalau setelah ini ia akan dimarahi habis-habisan oleh Tania. Perlahan, ia mendongakan kepala hingga matanya yang hazel dapat melihat wajah cantik mama tercinta.
"Mama ... maafkan aku karena telah membuatmu marah. Aku terpaksa melakukan itu karena tidak mau Bu Kokom terus memarahi Mama," gugup Arsenio sesaat setelah melihat tubuh Tania bergeming di tempat. Bola mata wanita itu tampak berkaca-kaca.
Detik itu juga air mata Tania tak dapat terbendung lagi. Buliran kristal meluncur membasahi wajahnya yang cantik jelita.
Berhambur ke depan, memeluk tubuh mungil Arsenio dalam pelukan. "Jangan meminta maaf kepada Mama, Nak. Yang seharusnya meminta maaf adalah Mama karena sudah melibatkanmu dalam situasi ini. Sebagai orang tua Mama merasa gagal sebab tak bisa memberikan kebahagiaan untukmu. Sejak kecil hingga sekarang Mama tidak pernah membahagiakanmu. Kamu tidak beruntung memiliki ibu seperti Mama."
Hati Tania sakit sekali seakan ada tangan tak kasat mata tengah meremat hingga membuat dadanya terasa sesak tatkala mengucapkan untaian kalimat tersebut. Terselip rasa penyesalan dalam diri karena membiarkan Arsenio hidup dalam kesusahan.
Sempat berpikir membawa Arsenio menemui Xander dan mengatakan bahwa pria kaya raya itu adalah papa kandungnya. Akan tetapi, niatan itu harus ia kubur kala mengingat bagaimana sorot mata kekecewaan terpancar jelas di sepasang mata indah nan jernih. Selain itu, ia pun ragu apakah Xander mau menerima Arsenio sebagai anaknya sedangkan lelaki itu pernah memergoki sang wanita tidur dengan lelaki lain. Bisa saja, 'kan Xander menuduh kalau anak itu bukanlah darah dagingnya sebab Tania pernah kedapatan tidur bareng dengan Abraham, sosok pria tampan nan rupawan yang tak lain adalah sepupu Xander sendiri.
Arsenio mengusap punggung Tania seraya berkata, "Aku pasti bahagia kalau ada Mama di sisiku. Meskipun kita tinggal di rumah kontrakan kecil, Bu Kokom sering ngomel-ngomel karena Mama telat bayar kontrakan dan orang-orang sering menghinaku, selama Mama didekatku, aku tidak masalah."
*Tuhan, kebaikan apa yang kuperbuat di masa lalu hingga Kau menitipkan Arsenio dalam hidupku. Dia bukan hanya anakku melainkan juga pelita hidupku.
Seandainya dulu aku menggugurkan bayi ini karena tidak sanggup memikul beban hidup yang teramat berat karena mendapat hinaan dan cacian orang-orang mungkin saat ini aku tak dapat merasakan hangatnya pelukan dari buah cintaku bersama Xander*, batin Tania. Membayangkan wajah mantan suaminya, wanita itu semakin mengeratkan pelukan. Entah kenapa, dia jadi sangat merindukan pria itu.
***
Keesokan harinya, Tania sengaja berangkat lebih awal menuju perusahaan tempatnya bekerja selama tiga tahun belakangan. Bukan tanpa sebab wanita itu pagi-pagi sekali sudah melajukan kendaraan roda duanya ke sebuah bangunan tinggi yang ada di kota Yogyakarta.
Saat berada di depan pintu warna coklat, Tania menarik napas panjang lalu mengembuskan secara perlahan guna mengumpulkan keberanian untuk bertemu dengan sang bos. "Ayo, Tania, kamu pasti bisa!" Meyakinkan diri agar ia berani menghadapi Akmal--sang pemimpin perusahaan.
Tania mengulurkan tangan ke depan, kemudian mengetuk pintu lalu masuk ke dalam ruangan yang didominasi warna putih dan cream. "Selamat pagi, Pak Akmal."
Akmal yang sedang fokus membaca laporan pekerjaan mendongakan kepala. Seulas senyum ramah terlukis di sudut bibir saat melihat Tania berdiri dengan anggun di ambang pintu.
"Eh ... Tania. Saya pikir siapa. Silakan duduk!" titah Akmal kepada Tania. Bagi Akmal, Tania adalah salah satu pegawai terbaik di perusahaan tersebut. Berkat kinerja wanita itu, perusahaan berkembang pesat dan banyak klien menggunakan jasa mereka.
"Ada apa nih, tumben sekali pagi-pagi begini kamu ingin bertemu dengan saya," kata Akmal setelah Tania duduk di seberang sana.
Jemari tangan Tania memilin ujung blouse yang dikenakan. Masih sedikit ragu untuk mengatakan tujuan kedatangannya ke ruangan itu.
Gerak gerik wanita itu tertangkap jelas oleh ekor mata pria berambut keperakan. Ia terkekeh pelan mencoba mencairkan suasana yang dirasa cukup tegang. "Relaks, Tania! Jangan gugup begitu! Anggap saja saya sebagai rekan kerjamu saat ini agar peluhmu tidak membanjiri ruangan saya."
Refleks, Tania mengusap kening dan juga lehernya menggunakan punggung tangan kala mendengar perkataan Akmal. Ia pikir, buliran peluh memang bermunculan di permukaan kening dan meluncur hingga ke leher. Namun rupanya, pria itu hanya ingin bergurau mencairkan suasana.
"Ada kepentingan apa kamu ke sini? Ingin mengajukan cuti liburan untuk merayakan ulang tahun anakmu yang ke-6 tahun?" Akmal mencoba menebak apa gerangan yang membuat Tania menemuinya sepagi ini.
"Ehm ... a-anu ... Pak. S-saya ingin membicarakan soal mutasi ke Jakarta. Apakah tawaran itu masih berlaku?" tanya Tania ragu-ragu.
Selama dua hari belakangan Tania terus berpikir haruskah dia menerima tawaran pekerjaa itu demi masa depan Arsenio? Melihat keadaan mereka yang cukup memprihatinkan membuat naluri sang wanita tergerak untuk merubah nasib agar menjadi lebih baik lagi. Walaupun tidak membuatnya menjadi kaya raya tapi setidaknya ia dapat memberikan kehidupan layak untuk putra tercinta. Terlebih, sebentar lagi Arsenio akan masuk SD dan dia membutuhkan biaya banyak untuk mendaftarkan bocah kecil itu ke sekolah baru.
Akmal menarik kedua sudut bibir ke atas hingga terciptalah sebuah lengkungan mirip busur panah. "Tentu saja masih berlaku. Bukankah saya pernah bilang, kesempatan emas itu hanya diperuntukan bagi karyawan terbaik di perusahaan ini dan tidak sembarangan orang bisa mendapatkannya. Itulah kenapa saya memintamu menjaga baik-baik surat tugas tersebut karena tidak mau sampai orang lain mendapatkan kesempatan itu. Sampai sini kamu paham?"
Tania menganggukan kepala sebagai jawaban. "Paham, Pa." Kini ia dapat bernapas lega sebab kesempatan itu masih ada.
"Kenapa? Kamu berniat menerima tawaran itu?" tebak Akmal.
"Benar, Pak. Saya sudah memikirkan dengan matang untuk menerima tawaran itu. Lagi pula, saya sangat membutuhkan uang banyak untuk biaya sekolah Arsenio. Apalagi lingkungan sekolah dan tempat tinggal kami sekarang sudah tidak kondusif lagi jadi saya putuskan untuk memindahkan Arsenio dari tempat itu. Saya tidak mau psikis Arsenio terganggu karena sering mendengar orang-orang mengatainya dengan sebutan yang tidak-tidak."
Akmal tampak manggut-manggut, cukup mengerti bagaimana kehidupan Tania selama ini. Menjadi single parent, tinggal di perkampungan padat penduduk dengan para warganya yang sering bergosip sudah pasti memberikan beban tersendiri bagi Tania dan Arsenio. Karena itulah ia menawarkan wanita di seberangnya untuk pindah ke kota dengan harapan dapat merubah peruntungan.
"Baiklah. Kalau keputusanmu sudah bulat. Hari ini saya urus surat kepindahanmu dan memberitahu kantor pusat di Jakarta. Paling lambat satu minggu kamu dan Arsenio bisa pindah dari kota ini," ucap Akmal tegas.
Bibir ranum itu tersenyum mendengar perkataan Akmal. "Baik, Pak. Saya ucapkan banyak terima kasih karena Bapak telah memberikan kesempatan ini kepada saya. Sampai kapan pun, saya tidak akan melupakan kebaikan Bapak."
"Jangan sungkan! Kamu memang pantas mendapatkan kesempatan ini sebagai apresiasi kami atas kerjakerasmu selama menjadi karyawan di perusahaan ini," tutur Akmal. "Saya harap, di Jakarta nanti kehidupanmu semakin baik lagi."
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 145 Episodes
Comments
wife seokjin 💜
oh my god, why did this chapter say so many tears that the flood flooded the lot that I was wearing 😭😭😭😭😭😭😭😭😭
2023-07-27
0
Riana
walah padahal tinggal di jogja🥺🥺🥺
2023-07-21
0
Alanna Th
👍👍👍😂🙏
2023-06-03
0