Aku Bukan Anak Haram

Yang dipanggil bernama Haikal, menoleh, lalu menjulurkan lidah kepada Arsenio. Seakan tidak peduli akan teriakan kencang yang menggelegar di pagi hari. Mereka malah tertawa puas karena berhasil merebut bangku kosong yang hendak diisi oleh Arsenio dan Ayra.

Kesal akan kelakukan teman sekelasnya, Arsenio melangkah maju ke depan menghampiri Haikal dan geng-nya. Wajah bocah kecil itu memerah dengan dada kembang kempis. "Kamu keterlaluan! Berani-beraninya menyerobot bangku milik orang lain kemudian sengaja mendorong Ayra hingga jatuh tersungkur ke tanah. Apa kamu tidak tahu, lutut dan telapak tangan Ayra terluka olehmu. Cepat, minta maaf kepada Ayra sekarang juga!" Tangan mungilnya mengepal di samping tubuh.

"Kalau aku tidak mau, lalu kamu mau apa? Ingin menghajarku, begitu?" Haikal memandang sinis ke arah Arsenio. "Anak mami sepertimu tidak akan mungkin mampu melawanku. Lihat, tubuhku saja lebih berisi daripada kamu."

Mendengar Haikal memanggil Arsenio dengan sebutan 'anak mami', sontak membuat kedua teman Haikal tertawa terbahak. "Dasar Anak Mami! Arsen si Anak Mami!" seru Arka dan Arsya hampir bersamaan.

"Loh, bukannya memang Arsen ini memang anak mami ya? Buktinya selama ini kita tidak pernah melihat Papa-nya datang ke sekolah. Setiap ada acara di sekolah hanya Mama-nya saja yang datang," celetuk Arka.

"Betul itu!" seru Arsya tidak mau kalah. Bocah berkepala plontos ikut menimpali, tidak mau kalah dari saudara kembarnya.

Haikal bangkit dari kursi, lalu berdiri di hadapan Arsenio hingga posisi mereka saling berhadapan. "Oh iya, aku hampir lupa. Arsenio, 'kan memang tidak punya Papa. Kata Mama-ku, Arsenio ini anak haram makanya tidak tahu siapa Papa-nya," sindirnya semakin membuat Arsenio marah.

"Arsenio ... anak haram! Arsenio ... anak haram!" Haikal serta si kembar Arka dan Arsya semakin gencar mengolok-olok Arsenio. Si kepala geng tersenyum sinis. Anak ini jelas bermasalah. Entah apa yang membuatnya sampai membenci Arsenio setengah mati.

"Diam! Aku bukan anak haram! Aku punya Papa sama seperti kalian!" teriak Arsenio semakin emosi. Rahang bocah kecil itu mengeras. Mata kian tajam menatap.

"Kalau memang kamu punya Papa, lalu di mana Papa-mu sekarang? Tunjukan kepada kami," cibir Arka. Bocah satu ini seakan tidak takut melihat wajah Arsenio semakin memerah akibat emosi yang dipendam selama ini.

"Papa-ku ada ...."

Haikal melambaikan tangan di udara. "Alah, palingan juga kamu cuma berbohong agar kami tidak mem-bully-mu. Iya, 'kan? Kamu itu anak haram, Arsenio! Anak haram." Bocah bertubuh besar menekankan kalimat terakhir

"Aku bukan anak haram!" teriak Arsenio seraya melayangkan sebuah pukulan keras di pipi Haikal. Mendapat serangan tidak terduga membuat bocah kecil yang terkenal di pembuat rusuh dan masalah membulatkan mata dengan sempurna.

"Daaar berengsek!" maki Haikal, menyentuh pipinya yang terasa sakit. Ia memberi kode kepada dua temannya untuk membantu. Dalam sekejap dua anak lelaki itu mendorong Arsenio hingga terjatuh ke tanah.

"Arsen!" teriak Ayra takut saat melihat sahabatnya terjatuh.

Namun, Arsenio sama sekali tidak merasa kesakitan saat tubuhnya didorong. Ia cepat berdiri, kemudian membersihkan sisa tanah yang menempel di seragam. Amarah dalam diri telah menjalar ke seluruh tubuh. Arsenio sudah tidak tahan lagi bila terus menerus di-bully oleh teman sekelasnya.

Kaki kanan Arsenio menjejak di tanah dengan kencang. Kemudian, dua tangannya mengepal sempurna. Siku melipat di sisi tubuh. Lengan tangan ditarik ke belakang, kemudian ....

"Rasakan ini!" Suara menggelegar di taman sekolah. Secepat kilat Arsenio berlari dan langsung melesakkan kepalan tangan ke wajah Haikal. Tepat mengenai hidung bocah nakal tersebut.

Ayra serta si kembar terbelalak sempurna saat melihat tubuh Haikal jatuh ke belakang hingga terjerembab. "Arsen, hentikan! Jangan berkelahi!" teriak sahabat Arsenio.

Akan tetapi, Arsenio seperti anak kecil yang kehilangan akal sehat. Ia melompat dan duduk di perut Haikal. "Sudah kukatakan, jangan panggil aku anak haram! Aku punya Papa sama seperti kalian!"

Amarah yang meledak-ledak membuat Arsenio kehilangan kendali. Ia kembali memukul wajah Haikal hingga meninggalkan luka lebam di pipi. Si bocah nakal yang terkenal tukang rusuh menangis dan menjerit kesakitan namun tidak ada satu orang pun yang berani menolongnya saat menyaksikan sendiri betapa menggilanya Arsenio ketika menghajar Haikal.

***

Tania menutup telepon. Bergegas meraih tas serta jaket yang disampirkan di kursi kerjanya. Menghela napas berkali-kali dan mengusap dadanya dengan lembut.

"Loh, Tan, kamu mau ke mana?" tanya Asri saat berpapasan dengan rekan kerjanya di depan pintu masuk perusahaan.

"Aku mau ke sekolah dulu, Ri. Kalau Pak Akmal bertanya, tolong sampaikan jika aku pulang duluan." Tania berjalan setengah berlari menuju tempat parkiran. Mengenakan jaket, kemudian memasang helm hingga terdengar bunyi 'klik' barulah wanita itu menyalakan mesin motor menuju sekolahan.

Jalanan yang tidak terlalu ramai membuat Tania bisa dengan cepat sampai di sekolah. Ia berjalan melewati sebuah lorong panjang menuju ruang kepala sekolah dengan dipandu seorang security. Di depan pintu bertuliskan 'head master' atau dalam bahasa Indonesia disebut kepala sekolah, tersedia kursi panjang yang diduduki oleh dua orang anak kecil. Satu di antaranya adalah Arsenio.

"Sayang, apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa kamu berkelahi hingga membuat temanku babak belur." Membungkukan sedikit tubuh hingga sejajar dengan sang anak.

Kepala Arsenio menunduk, merasa bersalah karena telah menyeret mama tercinta dalam masalah ini. "Maafkan aku karena sudah berkelahi, Ma." Pandangan mata menatap bayangan diri di atas lantai. Tidak berani menatap mata milik Tania.

"Sebenarnya apa yang membuatmu sampai tega menghajar Haikal, Nak. Katakan kepada Mama. Jangan berbohong."

"Itu semua karena Haikal mengatai Arsen dengan sebutan 'anak haram', Budhe," imbuh Ayra, si bocah bermata sipit. "Haikal jugalah yang memulai perkelahian ini. Dia merebut tempat kami dan mendorongku hingga terjatuh ke tanah. Lihat, luka ini disebabkan oleh kenakalan Haikal." Tangan mungil itu menunjukan beberapa luka yang sudah diobati oleh guru.

Sebagai seorang sahabat, tentu saja Ayra tidak mau kalau sampai Arsenio mendapat hukuman dari Tania. Walaupun Arsenio juga salah karena terpancing emosi, tetapi bocah berusia lima tahun tidak akan memulai perkelahian bila tidak dipancing terlebih dulu. Tidak akan ada asap bila tidak ada api. Mungkin itulah peribahasa yang tepat untuk menggambarkan keadaan Arsenio saat ini.

Menghela napas kasar tatkala mendengar jawaban Ayra. Kini ia mengerti kenapa Arsenio bisa hilang kendali. Bibir wanita itu telah terbuka lebar dan hendak berkata, pintu ruang kepala sekolah sudah terbuka. Seorang wanita muda berusia tiga puluh tahun keluar dari ruangan itu dan segera menghampiri Tania.

"Makanya, kalau punya anak dididik dengan baik. Jangan biarkan anakmu tumbuh jadi anak nakal dan hobi memukuli temannya di sekolah! Sudah anak haram, nakal, tukang buat onar lagi!" cibir Bu Sandra sambil menatap tajam ke arah Tania.

Tidak terima bila anak tercinta dihina di depan umum, naluri Tania sebagai seorang ibu untuk melindungi dan menjaga anak tercinta muncul tiba-tiba.

Lantas, Tania bangkit hingga posisi tubuhnya sejajar dengan Sandra. Tersenyum sinis sambil menghunuskan tatapan tajam. "Hati-hati, Bu, jangan sampai Tuhan murka karena Ibu sering menerbarkan fitnah kepada orang lain. Jangan sampai malah aib Ibu yang tersebar di hadapan banyak orang. Saya yakin, Bu Sandra pasti akan malu setengah mati setelah aib yang disimpan rapat diumbar orang lain."

Sandra mendelik dan bola matanya melotot. "Kamu?" Jari telunjuk wanita itu mengarah ke wajah Tania.

"Jangan pernah berani-beraninya menunjuk saya menggunakan tanganmu itu!" Tania menepis tangan Sandra, yang mana perbuatan itu semakin membuat tetangganya geram.

"Bu Tania!" panggil seorang wanita dari pintu yang tiba-tiba terbuka.

Semua orang menoleh ke sumber suara. Tania menyibak rambut pajang dan hitam legam. "Semut pun bisa menggigit apabila terus disakiti, Bu. Begitu pun dengan saya. Jadi, jangan pernah berurusan lagi dengan saya." Usai mengucapkan kalimat terakhir, wanita berkulit indah bagai pualam melangkah masuk ke dalam ruangan kepala sekolah.

.

.

.

Terpopuler

Comments

Abinaya Albab

Abinaya Albab

masih TK udh bisa bully & bahasanya kasar ini jelas ya dilihat dari perangai ibu'y pasti si anak meniru bisa juga lingkaran sekitar / menonton tontonan diatas 13+ bukan tontonan anak² seusianya

2024-01-27

0

evvylamora

evvylamora

anak TK masa udh spt ini

2023-08-11

0

Marianti Purba

Marianti Purba

mantap tania

2023-08-05

0

lihat semua
Episodes
1 Impian yang Sirna
2 Semua Demi Arsenio
3 Aku Bukan Anak Haram
4 Mulut Pedas Orang Kampung
5 Permainan Akan Segera Dimulai
6 Aksi Arsenio
7 Terbongkar
8 Aku Punya Papa
9 Ingin Membantu Mama
10 Arsenio is The Winner
11 Keputusan Tania
12 Hari Pertama di Jakarta
13 Kenapa Ada Dia di sini?
14 Setelah Lima Tahun
15 Keputusan Xander
16 Pertemuan Dua Mata Hazel
17 Sebuah Fakta
18 Serangan Hacker Little B
19 Virus I Hate You, Dad
20 Bertemu Kembali
21 Kecewa
22 Tetangga Rese Bin Julid
23 Mantan Istri VS Calon Istri
24 Pembalasan Arsenio
25 V Pramono Group
26 Sebuah Kesepakatan
27 Permintaan Jonathan
28 Kabar untuk Miranda
29 Hari Baik
30 Arsenio's Birthday
31 Seandainya
32 Bertemu Abraham
33 Dark Devil
34 Arsenio si Bocah Genius
35 Pertempuran Dua Hacker
36 Tes DNA
37 Bertemu Mantan Mertua
38 Mantan Mertua VS Mantan Menantu
39 Bukan Mertua, tapi Mantan Mertua!
40 Sebuah Undangan dari Sang Mantan
41 Engagement
42 Engagement Part II
43 Aib yang Terbongkar
44 Kebenaran yang Terungkap
45 Flash Back
46 Mungkinkah Ibu Kandung Arsenio adalah Tania?
47 Dia Papa-mu, Nak!.
48 Hasil Tes DNA
49 Meminta Penjelasan
50 Di saat Tania Mengadu
51 Pertemuan Dua Lelaki
52 Arsenio adalah Anakku?
53 Secangkir Kopi Cappuccino
54 Maafkan Aku, Tania
55 Aku Talak Kamu!
56 Arsenio Memang Anakmu
57 Jangan Memintaku untuk Kembali!
58 Hukuman untuk Miranda
59 Pembagian Saham Perusahaan
60 Mau Apa Om Jahat Ke Sini?
61 Memaafkan Bukan Berarti Menerimanya dengan Mudah
62 Perminfaan Maaf Xander
63 Rasakan, Emang Enak Dicuekin!
64 Itu Sih Deritamu!
65 MOHON DIBACA
66 Akte Kepemilikan Saham
67 Pertemuan yang Tidak Disengaja
68 Rencana Pertama Xander
69 Pentas Seni di Sekolah
70 Om Itu Adalah ... Papaku
71 Hadiah untuk Arsenio
72 Tidak Akan Membiarkan Arsenio Terluka
73 Seperti Keluarga Bahagia
74 Little Venice, Bogor
75 Mirip Aku?
76 Berhentilah Memanggilnya dengan Sebutan 'Jahat'
77 Apa Hubunganmu dengan Tuan Xander?
78 Modus
79 Buket Bunga Praimrose
80 Bentuk Pertanggung Jawaban Xander
81 Berbaikan?
82 Undangan Makan Malam
83 Masak Bersama Arsenio
84 Like Father Like Son
85 Rencana Perjalanan Dinas
86 Papa Siaga
87 Gangguan Pencernaan
88 Rumah Sakit
89 Akhirnya ....
90 Harus Kuat demi Arsenio
91 Kamu Cemburu?
92 Target Selanjutnya
93 Cibiran Pedas untuk Miranda
94 Apa yang Terlihat Mata, Belum Tentu Sesuai dengan Kenyataan yang Sebenarnya
95 Aku ... Menyesal!
96 Multi Talent
97 Kasmaran
98 Maafkan Mama, Nak
99 Berdamai dengan Masa Lalu
100 Sebuah Pesan Singkat
101 Pertemuan Antara Mantan Menantu dan Mantan Mertua
102 Berbaikan
103 Akur
104 Kecelakaan
105 Dewi Penolong
106 Siuman
107 Dewi Penolong Itu Adalah Tania
108 Berbaikan
109 Rujuk?
110 Dalang di Balik Kecelakaan Miranda
111 "Kamu Bersedia Menungguku?"
112 Detik-Detik Sebelum Kebenaran Terungkap
113 "Halo, Nenek Miranda. Nice To Meet You."
114 Rencana Jonathan
115 Kejutan untuk Miranda
116 Semua Indah pada Waktunya
117 "Aku Bersedia Rujuk denganmu"
118 OTW Halal
119 Miranda VS Monica
120 Tamu Tak Diundang
121 Arsenio is Mirandas's Hero
122 Calon Pemimpin Baru V Pramono Group
123 Konferensi Pers
124 Kejutan untuk Tania
125 "Aku Bersedia"
126 Penyesalan Amanda
127 Before Wedding Days
128 Tamu Misterius
129 Berbaikan
130 Wedding Day
131 Wedding Party
132 Berkenalan dengan Bocah Genius
133 After Wedding Party
134 Melebur Menjadi Satu
135 Rencana Miranda
136 Tawaran Pekerjaan
137 Honeymoon (Paris, Prancis)
138 Kejutan untuk Istri Tercinta
139 Candle Light Dinner Ala Xander
140 Hari Pertama Bekerja
141 Sekretaris Baru
142 Aura Larasati
143 Dua Orang Asing?
144 Idola Masa Depan
145 Pertemuan Pertama dengan Arsenio
Episodes

Updated 145 Episodes

1
Impian yang Sirna
2
Semua Demi Arsenio
3
Aku Bukan Anak Haram
4
Mulut Pedas Orang Kampung
5
Permainan Akan Segera Dimulai
6
Aksi Arsenio
7
Terbongkar
8
Aku Punya Papa
9
Ingin Membantu Mama
10
Arsenio is The Winner
11
Keputusan Tania
12
Hari Pertama di Jakarta
13
Kenapa Ada Dia di sini?
14
Setelah Lima Tahun
15
Keputusan Xander
16
Pertemuan Dua Mata Hazel
17
Sebuah Fakta
18
Serangan Hacker Little B
19
Virus I Hate You, Dad
20
Bertemu Kembali
21
Kecewa
22
Tetangga Rese Bin Julid
23
Mantan Istri VS Calon Istri
24
Pembalasan Arsenio
25
V Pramono Group
26
Sebuah Kesepakatan
27
Permintaan Jonathan
28
Kabar untuk Miranda
29
Hari Baik
30
Arsenio's Birthday
31
Seandainya
32
Bertemu Abraham
33
Dark Devil
34
Arsenio si Bocah Genius
35
Pertempuran Dua Hacker
36
Tes DNA
37
Bertemu Mantan Mertua
38
Mantan Mertua VS Mantan Menantu
39
Bukan Mertua, tapi Mantan Mertua!
40
Sebuah Undangan dari Sang Mantan
41
Engagement
42
Engagement Part II
43
Aib yang Terbongkar
44
Kebenaran yang Terungkap
45
Flash Back
46
Mungkinkah Ibu Kandung Arsenio adalah Tania?
47
Dia Papa-mu, Nak!.
48
Hasil Tes DNA
49
Meminta Penjelasan
50
Di saat Tania Mengadu
51
Pertemuan Dua Lelaki
52
Arsenio adalah Anakku?
53
Secangkir Kopi Cappuccino
54
Maafkan Aku, Tania
55
Aku Talak Kamu!
56
Arsenio Memang Anakmu
57
Jangan Memintaku untuk Kembali!
58
Hukuman untuk Miranda
59
Pembagian Saham Perusahaan
60
Mau Apa Om Jahat Ke Sini?
61
Memaafkan Bukan Berarti Menerimanya dengan Mudah
62
Perminfaan Maaf Xander
63
Rasakan, Emang Enak Dicuekin!
64
Itu Sih Deritamu!
65
MOHON DIBACA
66
Akte Kepemilikan Saham
67
Pertemuan yang Tidak Disengaja
68
Rencana Pertama Xander
69
Pentas Seni di Sekolah
70
Om Itu Adalah ... Papaku
71
Hadiah untuk Arsenio
72
Tidak Akan Membiarkan Arsenio Terluka
73
Seperti Keluarga Bahagia
74
Little Venice, Bogor
75
Mirip Aku?
76
Berhentilah Memanggilnya dengan Sebutan 'Jahat'
77
Apa Hubunganmu dengan Tuan Xander?
78
Modus
79
Buket Bunga Praimrose
80
Bentuk Pertanggung Jawaban Xander
81
Berbaikan?
82
Undangan Makan Malam
83
Masak Bersama Arsenio
84
Like Father Like Son
85
Rencana Perjalanan Dinas
86
Papa Siaga
87
Gangguan Pencernaan
88
Rumah Sakit
89
Akhirnya ....
90
Harus Kuat demi Arsenio
91
Kamu Cemburu?
92
Target Selanjutnya
93
Cibiran Pedas untuk Miranda
94
Apa yang Terlihat Mata, Belum Tentu Sesuai dengan Kenyataan yang Sebenarnya
95
Aku ... Menyesal!
96
Multi Talent
97
Kasmaran
98
Maafkan Mama, Nak
99
Berdamai dengan Masa Lalu
100
Sebuah Pesan Singkat
101
Pertemuan Antara Mantan Menantu dan Mantan Mertua
102
Berbaikan
103
Akur
104
Kecelakaan
105
Dewi Penolong
106
Siuman
107
Dewi Penolong Itu Adalah Tania
108
Berbaikan
109
Rujuk?
110
Dalang di Balik Kecelakaan Miranda
111
"Kamu Bersedia Menungguku?"
112
Detik-Detik Sebelum Kebenaran Terungkap
113
"Halo, Nenek Miranda. Nice To Meet You."
114
Rencana Jonathan
115
Kejutan untuk Miranda
116
Semua Indah pada Waktunya
117
"Aku Bersedia Rujuk denganmu"
118
OTW Halal
119
Miranda VS Monica
120
Tamu Tak Diundang
121
Arsenio is Mirandas's Hero
122
Calon Pemimpin Baru V Pramono Group
123
Konferensi Pers
124
Kejutan untuk Tania
125
"Aku Bersedia"
126
Penyesalan Amanda
127
Before Wedding Days
128
Tamu Misterius
129
Berbaikan
130
Wedding Day
131
Wedding Party
132
Berkenalan dengan Bocah Genius
133
After Wedding Party
134
Melebur Menjadi Satu
135
Rencana Miranda
136
Tawaran Pekerjaan
137
Honeymoon (Paris, Prancis)
138
Kejutan untuk Istri Tercinta
139
Candle Light Dinner Ala Xander
140
Hari Pertama Bekerja
141
Sekretaris Baru
142
Aura Larasati
143
Dua Orang Asing?
144
Idola Masa Depan
145
Pertemuan Pertama dengan Arsenio

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!