"Selamat siang Pak Johan. Mari, saya antarkan kalian menemui Bos. Kebetulan dia sudah menunggu Bapak dan yang lain sejak tadi," ucap Laura.
Johan, sekretarisnya bernama Joana dan Tania mengikuti langkah Laura menuju sebuah meja di dekat jendela besar. Dari jendela itu para pengunjung dapat melihat langsung lalu lalang kendaraan dari lantai dua.
Sepanjang jalan menuju meja di mana sang klien duduk, Tania menghela napas panjang kemudian mengembuskan secara perlahan. Degup jantung wanita itu semakin tak beraturan. Bibir komat kamit seakan tengah mengucapkan matra berharap dia bisa menghilang saat ini atau waktu dapat berhenti berputar hingga dia bisa melarikan diri dari tempat itu. Akan tetapi, tampaknya semesta tak berpihak kepadanya.
"Tuan, Pak Johan serta rombongan telah tiba." Laura memberitahu sang Bos yang saat itu sedang memainkan telepon genggam.
Senyum mengembang di sudut bibir Johan karena berkesempatan bertemu dengan salah satu CEO muda sukses di tanah air. "Halo, Tuan, selamat siang. Perkenalkan nama saya Johan." Pria paruh baya mengulurkan tangan ke depan.
Mendengar pemilik perusahaan yang akan menangani proyek milik keluarganya, pria jangkung bermata hazel memasukan gawai ke dalam saku celana kemudian bangkit dan berkata, "Selamat si--"
Belum selesai sang CEO berkata, suara pria itu seakan tercekat di tenggorokan tatkala melihat sosok perempuan anggun nan cantik berdiri di belakang tubuh Johan. Mata pria itu langsung terbelalak. Bola mata sampai mau melompat dari kelopak saking lebarnya dia membuka mata.
Suasana berubah hening dalam sekejap. Mengerjapkan mata beberapa kali hanya ingin memastikan bahwa saat ini dia sedang tidak berhalusinasi.
"Tuan, apa Anda baik-baik saja?" Laura begitu mengkhawatirkan keadaan sang Bos yang secara tiba-tiba mematung di tempat.
Sepersekian detik membeku kini pria jangkung bermata hazel menyadari bahwa dia tidak sedang bermimpi. Sosok perempuan di depan sana adalah seseorang yang begitu dia rindukan sekaligus dia benci dalam waktu bersamaan.
Memalingkan wajah ke samping setelah tahu kalau wanita itu adalah mantan istrinya. Alih-alih menjawab pertanyaan sang sekretaris, pria berwajah setengah bule berkata, "Rapat kali ini langsung saja dimulai. Saya tidak punya banyak waktu untuk berbincang dengan orang asing." Saat mengucapkan kalimat terakhir, Xander sengaja melirik tajam ke arah Tania hingga membuat wanita itu semakin tertunduk.
Bagai didorong dari tebing yang sangat tinggi, tubuh Tania melemas seketika. Dada wanita itu terasa nyeri bagai dihimpit bongkahan batu yang sangat besar saat Xander, mantan suaminya mengatakan dia adalah orang asing. Oh Tuhan, jadi selama lima tahun ini pria itu masih membenci dirinya.
Tangan Johan yang sedari tadi terulur ke depan, dia tarik kembali dan menoleh ke samping kanan dan kiri, memberi kode kepada Joana dan Tania untuk duduk di kursi. Dia berpikir, tampaknya suasana hati Xander sedang tidak baik jadi lebih baik menuruti permintaan kliennya itu daripada proyek pembangunan mall ditarik kembali dan diberikan ke perusahaan lain.
Setelah kejadian menegangkan yang hanya dirasakan oleh sepasang mantan suami istri, kelima orang duduk saling berhadapan dengan meja persegi panjang menjadi penghalang di antara mereka. Johan duduk diapit oleh Joana dan Tania, sedangkan posisi duduk Xander tepat berhadapan dengan sang mantan istri. Udara di sekitar Tania terasa begitu sesak. Dari banyaknya do'a yang dipanjatkan tampaknya hanya keinginannya untuk tidak bertemu dengan orang-orang di masa lalu tidak dikabulkan Tuhan.
Memalingkan pandangan ke arah lain, menghirup udara sebanyak mungkin guna mengisi pasokan oksigen di paru-paru. Namun sayangnya, meski Tania membuang pandangan tetap saja Xander menatap wanita itu dengan sorot mata penuh kebencian.
"Tuan Xander, sesuai dengan yang saya bicarakan via sambungan telepon dua hari lalu, kedatangan saya ingin membahas soal proyek yang baru saja perusahaan kami menangkan. Karena ini merupakan proyek yang cukup besar bagi kami maka saya membawa salah satu arsitektur handal di perusahaan kami. Meskipun baru satu minggu bergabung di perusahaan namun Tuan Xander jangan khawatir, kemampuannya menjalankan tugas tidak perlu diragukan lagi," tutur Johan panjang lebar.
"Namanya adalah Tania Maharani, dia yang akan bertanggung jawab mengurusi proyek pembangunan perusahaan Anda." Johan melirik ke arah Tania, kemudian berbisik, "Keluarkan rancangan desainmu, Tania dan tunjukan kepada Tuan Xander."
Wanita berblazer putih dengan rok span cream di bawah lutut sedikit terkejut saat Johan memintanya menampilkan rancangan desain sebuah pusat perbelanjaan yang akhir-akhir ini tengah dia sempurnakan. Akan tetapi, dia bisa dengan mudah mengendalikan diri di hadapan semua orang.
Mengeluarkan lembaran kertas putih, kemudian menyodorkannya ke hadapan Xander. Meskipun tangan gemetaran, debaran jantung tak henti-hentinya berdegup kencang, Tania mencoba bersikap profesional karena tidak mau mengecewakan Akmal.
"Tuan Xander, ini adalah rancangan yang telah saya sempurnakan. Anda bisa melihatnya sambil saya jelaskan terlebih dulu. Jika memang saat penyampaian nanti ada yang tidak dimengerti bisa Anda tanyakan."
Usai mengucapkan kalimat terakhir, Tania bergegas memaparkan rancangan yang telah dibuatnya. Dia tidak mau membuang waktu terlalu lama, berada dalam ruangan yang sama dengan mantan suaminya itu. Selama rapat berlangsung, tak henti-hentinya Xander menatap sinis ke arah Tania. Menghujamkan tatapan tajam penuh kebencian.
Dasar pembohong! Pengkhianat! maki Xander dalam hati sambil mengepalkan tangan dan mengeraskan rahang.
***
Usai menghadiri rapat penting, Xander memutuskan kembali ke apartemen mewah di kawasan Jakarta Pusat. Pasca perceraiannya dengan Tania, pria berdarah campuran Amerika Indonesia memutuskan pindah dari hunian mewah bergaya Eropa, tempat tinggalnya bersama sang mantan. Rumah mewah itu banyak sekali menyimpan kenangan indah saat mereka masih bersama tapi juga terlalu sakit untuk dikenang.
"Kenapa kamu harus menampakkan lagi wajahmu di hadapanku, Tania? Kenapa? Katanya kamu tidak akan lagi muncul di depanku, tapi buktinya kamu berdiri di depannya seolah tidak pernah terjadi sesuatu di antara kita." Xander meraih vas bunga di atas meja bundar di ruang tamu, kemudian melemparnya ke sembarang tempat hingga membuat benda berbahan kaca itu pecah berserakan di mana-mana. Napas terengah disusul dada kembang kempis. Namun, tindakannya itu tak cukup meredam emosi dalam dada.
Xander kembali meraih benda pecah belah untuk dilemparkan kembali. Kali ini miniatur bola salju dengan pajangan menara Eifeel di tengahnya. "Dasar pembohong! Wanita murahan!"
Setelahnya Xander terduduk lemas di sofa. Mengusap wajah dan menyugar rambut dengan begitu frustasi. Kepingan kejadian lima tahun lalu kembali menari indah di memori ingatan pria itu.
"Tania Maharani," ucap Xander lirih seraya memejamkan mata.
Di saat Xander tengah membayangkan wajah Tania, suara ketukan sandal menggema memenuhi penjuru ruangan. Semakin lama suara itu terdengar semakin dekat.
"Xander?" ucap seorang wanita.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 145 Episodes
Comments
Siti Nurjanah
katanya orang berpendidikan tinggi, kaya mengapa tdk cari tau kebenarannya jejadian yg menimpa tania 5 thn lalu. apakah waktu itu tania di jebak atau tdk
2024-12-05
0
evvylamora
katanya orang kaya, pengusaha terkenal, ms sih ga bs nyari tau apa yg terjadi...
2023-08-11
0
Riana
benci benci tapi rindu🎼🎼🎼🎼
2023-07-21
0