"Ibu-ibu, apa kalian sudah tahu kalau kemarin pagi si Arsen, anaknya Bu Tania berkelahi sampai orang tuanya dipanggil ke sekolahan," celetuk Bu Zainab, Nenek Haikal.
"Yang benar, Bu Zainab? Memangnya masalah apa sih kok sampai berkelahi segala. Setahu saya, Arsen itu anak baik, pintar dan sangat menghormati orang yang lebih tua. Jadi, rasanya janggal sekali kalau anak seperti dia berkelahi dengan teman sekolahnya." Bu Erna, tetangga samping kontrakan Tania ikut bersuara. Tidak percaya atas informasi yang didengarnya barusan.
Bu Zainab mencibir dan memutar bola mata malas. "Tentu saja benar. Lah wong korban dari perkelahian itu adalah cucuku sendiri, Haikal. Wajah cucuku bonyok dihajar habis-habisan oleh anak haram itu." Wanita berusia empat puluh lima tahun semakin gencar mengeluarkan jurus mautnya untuk menghasut ibu-ibu kampung yang sedang berbelanja di tukang sayur untuk ikut membenci Tania beserta anaknya.
Entahlah, apa yang membuat satu keluarga begitu membenci Tania hingga tega menggunjingkan tetangganya sendiri. Padahal, selama hidup bertetangga, Tania selalu bersikap baik dan tak pernah sekalipun mencampuri urusan para tetangganya. Setiap ada acara di kampung, mantan istri Xander pun ikut berpartisipasi memberikan dukungan baik materi maupun tenaga. Namun, tetap saja dibenci oleh keluarga bu Zainab.
"Iih ... kasihan sekali. Lalu, sekarang Haikal di mana, Bu? Di rumah sakit atau ada di rumah? Lukanya sendiri, bagaimana?" cecar Bu Kokom, pemilik kontrakan tempat Tania tinggal. Wanita yang dikenal sebagai juragan kontrakan ikut berkomentar. Untuk urusan gosip, ghibah dan menjelek-jelekkan orang lain, ia selalu tampil terdepan. Baginya, itu semua merupakan kebutuhan pokok yang harus dipenuhi bila tidak maka hidupnya akan terasa hambar bagai sayur tanpa garam.
Bu Zainab menyerahkan dua ikat sayur kangkung dan satu plastik ayam potong segar kepada penjual sayur. "Cukup seriuslah, Bu. Sudut bibir cucu saya sampai harus dijahit sebanyak tiga jahitan dan untuk sementara waktu tidak bisa sekolah. Kalau sudah begitu, rugi dong anakku bayar mahal-mahal malah Haikal tidak sekolah gara-gara jadi korban si Arsen."
Sontak, para ibu-ibu meringis membayangkan luka di wajah Haikal yang menjadi bulan-bulanan Arsenio.
"Iih ... ngeri sekali ya, Bu. Aku tidak menyangka anak seimut Arsen bisa bertindak brutal seperti itu." Bu Erna menggelengkan kepala lemah. Berkat bujuk rayu dari bu Zainab, akhirnya penilaian wanita itu terhadap anak semata wayang Tania berubah menjadi minus. Andai saja ia tahu kalau Haikal-lah yang salah, apakah wanita itu tetap menyalahkan Arsenio?
Kecerdasan Arsenio di atas rata-rata dan saat mendengar sebutan yang tak sepantasnya dikatakan oleh anak seusia mereka, tentu saja Arsenio emosi. Anak mana sih yang menerima jika dirinya disebut anak haram, sedangkan jelas-jelas dia mempunyai ayah meski tidak tahu keberadaannya di mana.
"Makanya, Bu, jangan melihat seseorang dari luarnya saja. Terlihat baik di luar, belum tentu baik juga di dalam," sambung Bu Kokom.
"Bisa jadi sih itu karmanya si Tania karena mengandung anak haram. Terlalu bebas bergaul hingga membuat dia hamil tanpa tahu siapa ayahnya. Iih ... amit-amit jabang bayi. Jangan sampai menimpa anak keturunanku." Bu Zainab mengetuk-ngetuk punggung jari tengah dan jari telunjuk bersamaan ke kening beberapa kali, kemudian beralih mengetuk tepian tempat menyimpan sayur mayur.
Bu Erna memandang ke arah lain. Tanpa sengaja melihat Tania yang sedang berjalan ke arah mereka. "Sst! Mbak Tania mau belanja ke sini. Lebih baik kita cari topik yang lain. Kalau didengar olehnya, jadi tidak enak."
"Biarin saja! Malah bagus kalau dia dengar. Kenyataannya dia itu memang perempuan s*nd*l. Tidak bisa menjaga kehormatan hingga hamil anak haram. Makanya saat anaknya besar, kelakuan mirip setan!" Bu Zainab sengaja meninggikan nada suara hingga semua orang yang ada di warung sayur menatap ke arahnya sambil menggeleng-gelengkan kepala.
Tania yang sudah berada di warung sayur hanya bisa terdiam saat dirinya dihina di hadapan semua orang. Hati terasa sakit bagai ditusuk sebilah pisau tajam, mengoyak-ngoyak perasaan wanita itu.
Menggigit bibir bawah, mengerjapkan mata beberapa kali menghalau agar air mata wanita itu tidak jatuh membasahi pipi. Tuhan, berikan kekuatan kepadaku untuk terus berdiri kokoh meski badai datang menghadang. Aku yakin, Engkau tahu apa yang terjadi kepadaku beberapa tahun lalu," batin Tania.
Arsenio yang kebetulan menemani Tania berbelanja ke tukang sayur di dekat rumahnya seketika mengeraskan rahang kala mendengar beberapa orang tua membicarakan keburukan sang mama. Tidak terima jika mama tercinta dihina di hadapan semua orang.
Melepaskan genggaman tangan dari sang mama, kemudian melangkah dengan cepat ke depan. Berdiri dengan gagah berani dan berkata, "Kalian tidak tahu tentang Mama-ku! Jadi, jangan pernah menghina Mama! Dia wanita baik-baik, tidak seperti yang kalian pikirkan!" ucap Arsenio dengan dada kembang kempis. Tangan mungilnya mengepal di samping tubuh. Mata tajam menatap beberapa orang dewasa di depan sana.
Sikap berani yang ditunjukan Arsenio, sontak membuat bu Zainab membelalakan mata sempurna. Tidak menduga kalau bocah berusia lima tahun berkata lancang di hadapan semua orang.
Berkacak pinggang seraya menghunuskan tatapan tajam. "Dasar anak tidak tahu diri! Berani-beraninya kamu berkata begitu kepadaku! Anak S*nd*l! Anak Setan!" maki Bu Zainab berapi-api.
Merasa dipermalukan di hadapan semua orang, bu Zainab maju ke depan dengan dada kembang kempis. Tangan terulur ke depan, meraih telinga Arsenio dan menjewernya dengan sangat kencang.
"Aaw, sakit!" jerit Arsenio ketika tangan Bu Zainab menarik kencang telinga bocah itu hingga membuat telinga bocah itu memerah.
"Rasakan! Ini adalah balasan bagi anak nakal sepertimu!"
Tania berhambur mendekati sang anak. "Ya Tuhan, Bu. Saya mohon, jangan lakukan itu kepada Arsen! Dia tidak bermaksud menyinggung Bu Zainab dan Ibu-ibu yang lain." Wajah wanita itu memucat. Tubuh terasa lemah saat melihat dengan mata kepalanya sendiri anak tercinta kesakitan akibat membelanya di hadapan ibu-ibu tukang gosip.
"Tidak bermaksud bagaimana! Sudah jelas-jelas dia meninggikan nada bicara di hadapanku. Itu artinya dia cari masalah denganku!" sembur Bu Zainab. Wajah wanita itu memerah disertai dada kembang kempis.
Adu mulut antara Tania, Arsenio dan bu Zainab sukses membuat orang-orang di sekitar berkerumun, mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi. Mereka menyaksikan drama itu sambil berbisik-bisik.
"Kamu dengar apa yang dikatakan Bu Zainab, katanya Arsen itu anak haram, ya? Aduh ... kasihan sekali. Anak pintar seperti dia terlahir dari rahim wanita nakal."
"Benar. Tidak disangka. Ternyata Mbak Tania bukanlah wanita baik-baik seperti yang kita bayangkan. Nyesel aku sudah menjadikan dia panutanku dalam membesarkan anak," timpal yang lain.
Itulah segelintir ucapan yang ditujukan kepada Tania. Namun, beruntungnya kejadian itu tak berlangsung lama tatkala seorang wanita paruh baya datang menghampiri. "Bu Zainab, hentikan! Tidak baik menganiaya anak kecil. Nanti Ibu kena hukuman karena melakukan kekerasan kepada anak-anak. Hukumannya berat loh, Bu."
"Tapi dia sudah keterlaluan, Bu RT," sahut Bu Zainab ketus. Merasa kesal karena Fatimah, istri pak RT selalu menghalanginya.
"Saya tahu, Bu. Namun, tindakan Ibu tidak juga dibenarkan dalam hukum. Memangnya Ibu mau masuk penjara dan mendekam di balik jeruji besi? Saya bisa saja loh melaporkan Ibu kalau tidak mau berhenti," ancam Bu RT.
Mendengar ancaman itu, cekalan tangan bu Zainab mengendur. Arsenio sudah tak lagi meringis kesakitan kendati begitu, telinga bocah itu masih memerah.
Dengan gerakan cepat, Tania berhambur dan membawa tubuh Arsenio dalam pelukan. Sepasang mata indah mulai berkaca-kaca tidak tega melihat anak tercinta kesakitan. Seumur hidup, ia tidak pernah melukai dan membentak anaknya tapi kenapa orang lain tega melakukan itu kepada Arsenio. Hati ibu mana yang tidak sakit melihat anak tercinta menderita di depan mata kepalanya sendiri.
"Mama jangan menangis! Aku baik-baik saja kok." Bocah kecil berusia lima tahun mengusap punggung Tania dengan lembut. Menenangkan wanita itu untuk tidak menangis. "Sebaiknya kita pulang yuk, Ma. Aku tidak mau ada di sini lama-lama." Arsenio mengurai pelukan dan menggenggam tangan Tania.
"Bu RT, terima kasih sudah membantu. Maaf, sudah merepotkan Ibu." Menganggukan kepala, meminta izin meninggalkan tempat itu.
"Hati-hati di jalan, Nak Arsen," balas Bu RT sambil mengulum senyum.
Kali ini kamu bisa lolos dari cengkeraman tanganku. Namun, esok atau lusa jangan harap! Tunggu pembalasanku!
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 145 Episodes
Comments
Fitrian Delli
anak lo tu yg haram bu zainab simpan om om cucumu yg haram zainab
2024-04-14
0
anjelll124
tania apa ngk bisa bela diri bela anak nya saja ngk bisa
2023-08-19
0
evvylamora
Thor, mamanya Haikal Bu Sandra ditulis berusia 30 tahunan, lah koq ini neneknya umurnya 45thn, jd umur 15thn udh punya anak dong?? 🤭🤭🤭
2023-08-11
0