Di sebuah ruangan yang cukup luas tampak seorang murid laki-laki bermata hazel dan berwajah setengah bule duduk di kursi seberang kepala sekolah. Kepala menunduk dengan jemari mungil saling meremas satu sama lain. Mengakui kesalahannya karena dia telah melakukan perbuatan yang merugikan orang lain. Namun, ia melakukan itu semua karena ada sebabnya.
"Arsenio, Ibu tanya sekali lagi apa kamu yang menyembunyikan peralatan sekolah milik Haikal serta teman-teman yang lain?" Aminah, kepala sekolah terus mengajukan pertanyaan yang sama kepada bocah kecil berusia lima tahun. Sejak lima menit yang lalu ia belum juga mendapatkan sebuah jawaban dari murid laki-laki di hadapannya.
"Kalau bukan Arsen, siapa lagi yang berani mengerjai kami, Bu. Sejak dulu, Arsen membenci kami makanya saat aku dan si Kembar lengah, dia menggunakan kesempatan itu untuk menyerang kami. Benar tidak teman-teman." Haikal melirik ke arah Arsya dan Arka, meminta dukungan dari kedua anak buahnya. Bisa dikatakan kalau Haikal ini merupakan ketua geng dan si kembar adalah anak buahnya. Jadi jangan heran jika mereka menuruti semua perintah yang dikatakan oleh Haikal.
Arsya dan Arka menganggukan kepala. "Betul, Bu. Cuma Arsen yang berani berbuat begitu kepada kami," jawab mereka hampir bersamaan.
Merasa dipojokan Arsenio memberanikan diri, mengangkat wajah dan menatap tajam ke arah Haikal dan anak buahnya. "Tapi kalian tidak bisa menuduhku begitu saja tanpa adanya bukti. Kalau memang aku yang menyembunyikan alat tulis dan pensil warna kalian, tunjukan kepadaku buktinya," tantang bocah kecil itu.
Haikal menghunuskan tatapan tajam kepada Arsenio. Sedari tadi memahan amarah dalam diri karena ia yakin kalau Arsenio-lah dalang di balik hilangnya alat tulis serta pensil warna miliknya.
"Bisa saja kamu membuang alat tulis dan pensil warna kami ke tempat sampah, lalu pura-pura tidak tahu untuk menutupi kesalahanmu," kata Haikal dengan meninggikan nada suaranya. Ia sudah berdiri, bersiap menghampiri Arsenio yang duduk di seberangnya.
"Haikal, hentikan! Jangan berkelahi! Nanti Ibu bisa memanggil orang tuamu lagi ke sini!" ancam Aminah. Wanita berusia tiga puluh tahun tidak tahu harus dengan cara apa lagi menegur Haikal agar anak itu diam dan tidak membuat onar selama masa persidangan.
Jari tangan mungil Haikal mengepal sempurna. Rahang bocah berbadan besar mengeras dengan menatap tajam ke arah Arsenio. Akan tetapi, si bocah genius bersikap biasa saja tak merasa sedang diintimidasi. Mungkin ia sudah terbiasa dengan tatapan tajam yang ditujukan kepadanya.
"Maafkan saya, Bu Aminah. Namun, apa yang dikatakan Arsenio benar adanya. Kita tidak bisa menuduh Arsen begitu saja tanpa ada bukti yang kuat. Alat tulis dan pensil warna milik Haikal dan juga si Kembar tidak ada di dalam tas Arsenio. Di tempat sampah maupun tempat tersembunyi lainnya di ruang kelas juga tidak ada. Selain itu, kamera CCTV kita pun mati begitu saja. Jadi akan sulit sekali menentukan siapa pelakunya," ucap Anisa, mencoba menegahi perseteruan yang ada di depannya. Meskipun ada rasa curiga kepada Arsenio, tetapi ia tidak cukup bukti menuduh bocah kecil itu.
Aminah merasakan kepalanya terasa pening. Lantas, ia memijat pelipisnya dengan sangat hati-hati. "Kamu benar, Bu Anisa. CCTV di kelas kelinci tiba-tiba saja mati jadi kita tidak tahu siapa pelakunya. Menuduh Arsenio sebagai dalang jika terbukti tidak bersalah itu sama saja kita menghukum anak yang tidak berdosa."
Menghela napas dalam dan panjang, kemudian kembali berkata, "Minta murid-murid untuk lebih berhati-hati lagi dalam menjaga alat tulis milik mereka. Jangan sampai kejadian ini terulang kembali." Aminah memberikan titah kepada Anisa sebagai antisipasi untuk di kemudian hari.
Aminah mengalihkan pandangan kepada Haikal. "Sementara waktu, jika orang tua kalian belum bisa membelikan alat tulis dan pensil warna baru, boleh pinjam ke Bu Anisa." Wanita berpakaian batik warna coklat beralih menatap Anisa. "Pinjamkan mereka inventaris kelas, Bu. Saat kegiatan belajar, mereka boleh meminjamnya. Namun, saat kelas usai inventaris tersebut diambil kembali"
Anisa menganggukan kepala sebagai jawabannya. Sebagai bawahan, ia pasti menuruti semua perintah dari kepala sekolah selaku pemimpin serta orang yang bertanggung jawab terhadap sekolah tempatnya bekerja.
Hari berganti hari, tanpa terasa waktu dua minggu telah berlalu dari kejadian beberapa hari lalu. Tempat pensil, buku tulis, buku PR, pensil warna bahkan bekal makanan milik Haikal dan si kembar hilang secara bergantian tapi pelakunya hingga sekarang belum diketahui. Aminah, sebagai kepala sekolah tentu saja dibuat pusing setengah mati sebab setiap kali kejadian itu terjadi CCTV di kelas kelinci selalu mati secara tiba-tiba hingga membuatnya penasaran siapakah gerangan orang yang menyabotase itu semua.
"Bu Anisa, ingat pesan saya barusan. Perhatikan dengan baik gelagat mencurigakan dari seseorang yang diduga dalang di balik hilangnya semua perlengkapan sekolah anak-anak kelas. Saya ingin tahu, siapa orang yang telah membuat kepala saya pusing selama dua minggu belakangan ini," ucap Aminah sebelum memerintahkan Anisa mengawasi CCTV mini yang ditaruh di sela-sela bunga arificial di dalam vas bunga. Sengaja melakukan itu karena sudah jengah karena hampir setiap hari mendapat laporan kalau CCTV di dalam kelas tersebut mati secara tiba-tiba tanpa tahu penyebabnya apa.
"Ibu tenang saja. Saya pasti mengerjakannya dengan baik," sahut Anisa mantap. Lantas, ia pun bergegas menjalankan tugasnya dengan baik.
Saat ini Anisa ada di sebuah ruangan guru. Ia duduk seorang diri sambil terus memperhatikan layar CCTV yang terhubung ke ruang kelas. Cukup lama ia menunggu hingga sesuatu hal mencurigakan terjadi. Di mana sesosok bocah kecil dengan begitu tenang mengambil alat tulis milik teman-teman sekelasnya kemudian memasukan semua barang-barang tersebut ke dalam kantong plastik berwarna hitam. Setelah itu, entah dikemanakan barang-barang itu. Namun, yang pasti, gerak gerik murid lelaki itu membuat Anisa tak mampu berkata-kata sebab semua dilakukan dengan sangat hati-hati.
"Arsenio ... kamu benar-benar membuat Ibu speachlees, Nak," gumam Anisa tanpa mengalihkan pandangan pada layar ponsel di depannya. "Ternyata, kamu menggunakan kepintaranmu untuk mematikan kamera CCTV yang ada di ruang kelas. Sungguh benar-benar luar biasa."
Anisa tidak tahu harus bersikap bagaimana saat ini. Apakah ia harus memuji kepintaran Arsenio karena berhasil meng-hack CCTV hanya dengan modal ponsel android pemberian Tania serta beberapa aplikasi pendukung atau ia harus marah karena kelakuan bocah kecil itu sudah membuat Aminah selaku kepala sekolah akhir-akhir ini sering mendapat keluhan dari orang tua wali murid dan teguran dari pemilik sekolah tempatnya bekerja.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 145 Episodes
Comments
Riana
tetep aja ketauan 😫🤣🤣🤣asah lagi kemampuanmu arsen
2023-07-21
1
Lovely
Saat ketdk adilan pun di tegak-kan, perubahan skp n sft yg buruk sll ada, kelicikan pun trjadi 😁
Sepandai-pandainya tupai melompat, pasti akan jatuh juga 😅
2023-02-20
3
⁽⁽ଘ[🐾©️le🅾️🦋]ଓ⁾⁾
OMG Arsenio.....lucu amat nih bocil 🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣
2023-01-14
0