2. Curiga

Pagi yang indah dengan kilauan mentari penyejuk hati.

Aslan mengantar Alaina untuk mendaftar sekolah. Sampai di sekolah Aslan dan Alaina menghampiri tempat pendaftaran.

"Permisi buk, adik saya mau daftar sekolah di sini buk. Syarat pendaftarannya apa ya buk?" Tanya Aslan pada petugas di meja pendaftaran.

Alaina menunggu masnya di depan parkiran mobil sekolah. Ketika Alaina sedang bersantai untuk menunggu masnya selesai mendaftarkannya, Alaina melihat sekeliling sekolah. Seketika Alaina merinding.

Alaina bicara dalam hati "Kenapa ni sekolah kayak seram ya. Kok aku merasa ada yang aneh dengan sekolah ini".

Seseorang menepuk pundak Alaina. Membuatnya kaget dan tersadar dari lamunan.

"Sorry. Kamu kaget ya? Maaf ya. Kenalin gue Deflon. Siswa kelas 3 di sini". Sapa Deflon sambil mengulurkan tangannya.

Alaina membalas uluran tangan Deflon. Tanpa ikut memperkenalkan dirinya.

"Kamu mau sekolah di sini ya?".

"Baru mau daftar kak". Jawab Alaina dengan wajah sedikit canggung.

"Tegang amat tu muka gue lihat-lihat. Udah santai aja. Gue nggak gigit kok". Goda Deflon sambil tertawa kecil.

Alaina hanya sedikit memaksakan dirinya untuk tersenyum.

"Nama Lo siapa?". Tanya Deflon sambil menatap Alaina.

"Alai..., " Ucapan Alaina terpotong karena mas Aslan memanggilnya.

"Mohon maaf ya kak. Mas aku udah manggil". Ucap Alaina sambil beranjak pergi meninggalkan Deflon.

"Ada apa mas?". Sahut Alaina.

"Ni formulirnya dik. Buruan kamu isi gih". Ucap Aslan sambil memberikan formulir pendaftaran ke Alaina.

Alaina sudah selesai mengisi formulirnya. Kemudian ingin memberikan formulirnya ke tempat pendaftaran. Tapi di tolak.

"Ini masih ada yang kurang". Kata ibuk yang bertugas di tempat pendaftaran, sambil menunjuk ke sudut kertas dengan wajah ketus.

"Apanya yang kurang buk?" Tanya Aslan dengan wajah heran.

"Oo tanda tangan buk. Maaf buk." Ucap Alaina setelahnya.

Alaina ingin menulis tanda tangannya, tapi lagi-lagi di hentikan ibuk petugas itu.

"Kenapa lagi buk?" Tanya Alaina bingung.

Ibuk itu memberikan pisau pada Alaina. Sontak Aslan kaget dengan hal itu.

"Ini maksudnya apa buk?" Ucap Aslan disertai menarik mundur adiknya dengan cepat.

"Disini kalau mau daftar, tidak pakai tanda tangan. Tapi pakai cap jempol." Jawab ibuk itu dengan wajah ketus.

"Oo cap jempol". Desis Alaina sambil kembali melangkah maju ke meja pendaftaran.

"Hubungannya dengan pisau 🔪 apa buk?" Tanya Aslan.

"Cap jempolnya harus yang murni. Silakan sayat sedikit jempol mu untuk di tempel di kertas ini darahnya". Pinta ibuk itu sambil kembali menyodorkan pisau 🔪 ditangannya.

Aslan menarik mundur adiknya agak jauh dari tempat pendaftaran kemudian berbisik menyampaikan kegelisahannya.

"Dek, nggak usah daftar disini ya. Mas cari sekolah yang lebih bagus dari ini buat kamu ya dek". Pinta Aslan sambil memegang bahu Alaina.

"Aina emang sedikit curiga si mas dengan sekolah ini. Tapi walaupun agak aneh, disini sekolah terkenal dengan lulusan terbaik dan banyak jebol kuliah di luar negeri dengan kampus ternama dan terbaik mas. Mungkin karena itu, sekolah ini menerapkan peraturan ketat dan terkadang kita berpikir peraturannya nggak masuk di akal. Tapi itu nggak masalah si mas. Walaupun peraturannya aneh, anak didik yang di hasilkan, prestasi yang mereka capai, justru lebih aneh lagi mas. Disini pintar-pintar pokoknya deh mas. Sayang kalau Alaina nggak jadi sekolah di sini mas hanya karena cap jempol darah mas". Jelas Alaina.

"Ya udah kalau kamu masih ngotot sekolah di sini. Nanti kalau ada apa-apa kamu cepat kasih tahu mas ya!" Pinta Aslan.

Alaina mengangguk kemudian kembali ke meja pendaftaran. Alaina mengambil pisau kemudian ingin mengiris jempol tangannya.

"Bentar dek". Aslan menghentikan adiknya.

"Ada apa mas?" Tanya Alaina heran.

"Buk, untuk sempel darahnya, nggak bisa pakai darah saya saja buk". Pinta Aslan.

"Yang mau sekolah disini siapa? kamu? atau dia?" Tanya ibuk penjaga dengan nada meninggi sambil menunjuk Aslan dan Alaina.

Alaina memberikan isyarat kedipan mata pada masnya. Pertanda tidak masalah dengan hal itu, dan jangan tambah memperkeruh keadaan.

Alaina kembali mengambil pisau kemudian menggores jempol tangannya. Ketika Alaina melakukan itu, Aslan mengalihkan pandangannya. Karena iya tidak sanggup melihat adiknya kesakitan. Alaina sedikit menjerit. Kemudian menempelkan darahnya ke formulir pendaftaran.

Aslan segera mengajak Alaina buru-buru menuju mobil untuk mengobati tangan Alaina.

"Kamu kenapa keras kepala bangat si dik. Sakit nggak?" Ucap Aslan sambil mengolesi tangan Alaina dengan obat.

"Sedikit mas. Aina bukan nya keras kepala mas, tapi kan tadi Aina udah jelasin alasannya mas". Tutur Alaina.

"Iya mas tahu. Kalau kamu berubah pikiran cepat kasih tahu mas ya. Sebelum semuanya terlambat nanti. Soal dapat sekolah yang lebih bagus dari itu bisa di cari la dik. Kamu kayak nggak punya uang aja dik". Ucap Aslan.

"Iya mas. Aina tahu kita berasal dari keluarga yang sangat berkecukupan. Bisa di bilang keluarga Konglomerat lah. Kerena bisnis keluarga ada dimana mana, dan saudara-saudara Aina terkenal dan tajir semua. Tapi, Aina mau masuk sekolah itu, pengen mandiri mas. Aina pengen sukses dari jeri paya Aina sendiri mas. Dan hanya sekolah itu lah yang menyamaratakan semua murid tanpa pandang status sosial mas. Karena peraturan itu, Aina mau masuk sekolah itu mas. Ya walaupun sekolahnya kelihatan aneh dan sedikit seram gitu. Tapi mungkin karena Aina belum terbiasa dengan suasananya mas. Kalau Aina daftar di sekolah biasa atau sekolah yang paling mahal sekali pun. Nanti pasti orang-orang di sekeliling Aina segan semua sama Aina mas. Termasuk guru-gurunya semuanya segan dengan Aina. Belum lagi drama murid-murid yang lain yang ngemis minta tolong ke Aina untuk bantu mereka dapat tanda tangan mas Faleon. Aina nggak mau kejadian di sekolah yang lalu-lalu terjadi lagi mas. Aina jadi berasa hidup Aina stak di situ-situ aja. Nggak ada pergerakan". Jelas Alaina.

"Ya udah. Semua mas kembalikan lagi sama kamu. Kalau nanti keterima di sekolah itu, kamu harus ekstra hati-hati ya. Jangan baik ke semua orang ya dik. Karena belum tentu orang yang kamu baikin itu, baik juga sama kamu nanti. Sifat adik yang seperti malaikat tanpa sayap itu, jangan sering di keluarkan ke orang asing ya dik. Cukup untuk keluarga kita aja. Takutnya nanti orang manfaatin kebaikan kamu itu". Ujar Aslan.

"Oke. Sipp mas ku". Jawab Alaina dengan tersenyum lebar ke arah Aslan.

Aslan dan Alaina menuju tempat parkir. Di tengah perjalanan ke tempat parkir, Alaina terhenti sebentar. Ia melihat sekilas sosok pria di balik pohon bambu samping toilet sekolah itu. Melihat Alaina yang terdiam, Aslan menghampiri Alaina yang berada tidak jauh dari belakangnya. Aslan bertanya pada Alaina apa yang ia lihat sampai bengong di tengah jalan. Alaina memberitahu pada aslan dengan apa yang ia lihat sebelumnya. Untuk memastikan apa yang ia lihat barusan, Alaina pun ingin melihat langsung ke tempat bambu itu. Namun Aslan menghentikan langkahnya. Aslan bilang mungkin ia hanya salah lihat dan mungkin juga itu siswa disekolah ini yang lagi main atau melakukan kegiatan lain. Jadi abaikan saja. "Main kok di semak-semak. Aneh bangat". Batin Alaina.

...Bersambung...

Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!