Bab 1 ~ Penjelajah Mimpi

Akkadia : Gerbang Sungai Tigris

Bab 1 ~ Penjelajah Mimpi

Karya R.D. Villam

 

- - -

 

 

Gadis itu berdiri di atas tebing. Saat pertama kali sosoknya terlihat, pakaiannya yang berwarna putihlah yang paling menarik perhatian. Bajunya berlengan panjang, tebal, tetapi longgar. Demikian pula pakaian bagian bawahnya, yang panjang sampai ke mata kaki. Benar-benar pakaian yang aneh dan belum pernah Ramir lihat selama ini di tanah Sumeria.

Pada kepala gadis itu ada kain yang menutup seluruh bagian kepala kecuali wajahnya, panjang melingkar-lingkar hingga menutupi leher, serta melambai-lambai kala tertiup angin. Belati panjang bergagang emas tergantung di ikat pinggangnya yang berwarna merah gelap. Dia pastilah seorang bangsawan. Hanya mereka yang membawa belati panjang seindah itu.

Namun, jujur saja, bukan itu semua yang paling penting. Bagi Ramir, cukup dikatakan, dia adalah gadis tercantik yang pernah ia lihat sepanjang lima belas tahun hidupnya. Dari samping bisa terlihat bulu matanya yang lentik, dan hidung serta dagunya yang runcing. Lalu, ketika dia menoleh ke arah Ramir, terlihat bibir tipisnya yang merah memikat.

Tetapi, apakah dia bisa melihat Ramir? Atau merasakan keberadaannya?

Tentu saja tidak. Gadis itu hanya menoleh sesaat, tak mempedulikan kehadiran Ramir. Dia memang tidak bisa melihatnya. Ramir ingin menyapa, tetapi tahu itu tidak mungkin. Tidak apa-apa, pikirnya. Ramir sudah cukup senang dapat melihat wajah gadis itu.

Gadis itu menatap dataran luas di bawah tebing. Lembah hijau yang membentang indah sampai ke kaki langit, dibatasi sungai biru jernih yang mengalir tenang di tengah padang. Kuda dan domba berkeliaran bebas di padang rumput. Bocah-bocah penggembala berlari-lari riang. Rumah-rumah sederhana beratap jerami berjajar di kaki bukit, dan para penduduknya berbincang santai di kursi-kursi mereka. Dan juga, suara apa itu, yang mengalun merdu seiring tiupan angin?

Itu ... adalah burung-burung yang berkicau di atas pepohonan dan atap rumah.

Kemudian gadis itu menoleh ke belakang. Gurat kekhawatiran dan ketakutan muncul di wajahnya. Ramir ikut merasakan ketakutannya, begitu melihat sosok gelap yang muncul dan berjalan mendekati sang gadis.

Seorang laki-laki. Tubuhnya tinggi besar, tertutup jubah warna hitam. Helm bertanduk kembar menutupi kepalanya. Wajahnya yang gelap tidak tampak jelas. Sebuah senjata yang jauh lebih besar dan panjang dibanding belati sang gadis tergenggam di tangan kanannya. Laki-laki itu menghentikan langkah, berdiri tegak tak jauh dari sang gadis, dan menunjuk dengan tangan kirinya, kedua berkata dengan suara beratnya.

”Raja telah memberiku perintah untuk memusnahkan negerimu, sedemikian rupa hingga burung-burung takkan mampu lagi menemukan tempat untuk bertengger di sini.”

”Tidaaak!” Gadis itu memalingkan wajahnya ke arah lembah.

Ramir terkesiap. Pemandangan yang tadi begitu indah kini berganti dengan kehancuran dan kebinasaan. Api di mana-mana. Asap tebal membubung tinggi. Jerit kematian penduduk sahut-menyahut. Tak ada lagi kicauan burung, mereka semua telah pergi jauh. Hijau pepohonan dan kuningnya padang rumput berganti menjadi merah api dan hitam setiap benda dan makhluk yang habis terbakar. Biru jernih air sungai berubah menjadi merah darah. Gadis itu menangis meraung-raung di atas tebing, dan si lelaki gelap tertawa dingin di belakangnya.

Hancur. Binasa. Musnah.

Ramir menggigil, dan akhirnya memutuskan untuk memejamkan matanya. Ia tak berani lagi melihat, tak tahan lagi mendengar tangis pilu sang gadis. Ia memutuskan untuk pergi. Tak ada yang bisa ia lakukan di sini. Lagipula, sesuatu yang lain mengundangnya.

Ramir berjalan menyeberangi padang rumput, mendaki bukit berbatu, lalu menuruni lerengnya, menerobos hutan tebal, hingga akhirnya sampai di lembah dingin di mana angin yang turun dari atas pegunungan menusuk jauh sampai ke tulang-tulangnya.

Dataran rendah terbentang luas di hadapannya. Seperti danau, tetapi anehnya tidak berwarna biru, tidak pula beriak, melainkan putih, berkilat tak bergerak.

Es! Ramir menyadari. Seluruh permukaan danau itu rupanya telah membeku menjadi es.

Angin bertiup kencang menyambar wajah Ramir.

”Hyaaa!” Suara tawa riang memecah keheningan.

Di atas permukaan es enam orang remaja—seusia Ramir—duduk meluncur di atas papan kayu masing-masing. Jika dilihat dari panjang rambut mereka yang berkibar-kibar, mereka terdiri dari tiga orang lelaki dan tiga orang perempuan. Ramir terpana. Seumur hidupnya ia tak pernah melihat orang-orang dengan wajah seasing mereka. Keenam remaja itu seluruhnya berkulit putih. Sebagian berambut warna emas, dan sebagian lagi berwarna perak.

Pandangan Ramir tertuju pada gadis berambut sepunggung warna perak, yang jangkung, berhidung mancung, dan bermata hijau. Ramir tahu, gadis itulah yang mengundangnya datang ke tempat ini. Dialah yang paling menarik dibanding yang lain. Senyum dan tawanya lebar, seakan menunjukkan semangat dan energi luar biasa. Ramir tak bisa melepaskan pandangannya dari wajah gadis itu. Dia mungkin tidak sejelita gadis berbaju putih yang tadi berdiri di atas tebing, tetapi jelas gadis berambut perak ini tidak kalah menawan.

Ramir bersandar di pohon besar di tepi danau, mengamati keenam remaja yang meluncur dan terus berputar-putar di atas danau tanpa henti seolah tak mengenal lelah. Mereka tampaknya takkan bosan bermain sepanjang hari, tak pernah khawatir dibatasi waktu.

Ramir memejam lagi.

Waktu? Itukah yang membuat tempat ini terasa aneh?

Ia membuka matanya.

Kini waktu berjalan begitu cepat. Langit gelap, terang, kemudian gelap lagi.

Anak-anak itu sekarang duduk berjajar di tepi danau. Hanya tiga dari mereka: dua remaja lelaki dan seorang gadis, yang berambut perak tadi. Di depan mereka duduk pula seorang pria bertubuh besar, membelakangi mereka. Keempatnya duduk tenang, dengan kaki terlipat, tangan diletakkan di atas paha, dan pandangan mata tertuju ke tanah di depan mereka.

Di akhir, mereka membuka kedua telapak tangannya ke atas. Dari mulut mereka terdengar serentetan kata yang tak dimengerti oleh Ramir.

Apa yang mereka lakukan? Apakah mereka sedang menyembah sesuatu?

Ramir memperhatikan ke sekelilingnya. Kepada siapa mereka menyembah? Kepada langit? Bumi? Matahari? Bulan? Angin? Atau danau?

Seperti yang dilakukan orang-orang Sumer atau Akkadia?

Sepertinya mereka berbeda. Ada yang berbeda, Ramir merasakannya. Ia belum bisa menjelaskan apa, namun suatu rasa damai menyelimutinya. Matanya terpejam.

Sesaat. Hanya sekejap, tetapi sudah cukup untuk mengubah seluruh pemandangan yang tadinya terlihat tenteram menjadi lebih dingin. Kini tidak ada seorang pun di tepi danau.

Suara kecil terbawa oleh angin. ”Arante ..."

Ramir tersentak. Suara gadis berambut perak itu?

”Arante rei ..."

Ramir bangkit. Jantungnya berdetak lebih kencang. Tatapan matanya menyapu seluruh permukaan danau yang memutih. Masih datar tak bergerak, kecuali di satu titik. Riak kecil di sebelah kiri. Awalnya ia ragu, lalu yakin bahwa suara gadis itu berasal dari sana, dari bawah permukaan danau yang tidak tertutup oleh es.

Ramir berlari kencang sambil bertanya-tanya dalam hati. Apakah gadis itu meminta tolong padanya? Bagaimana bisa? Apakah berarti dia bisa merasakan kehadiran Ramir di tempat ini? Bagaimana pula dia bisa bersuara jika berada di dalam air?

Di tepi danau Ramir merebahkan tubuhnya dan mengintip ke bawah. Gadis berambut perak itu ada di sana, di dalam air. Matanya yang hijau menunjukkan rasa sedih dan takut yang luar biasa. Tangan kanannya terangkat, menggapai-gapai ke arah Ramir.

“Arante rei ... kui tanara ..."

Serentetan kata-kata aneh sampai di telinga Ramir, namun hanya bagian awalnya itu yang terdengar jelas. Tapi ... benarkah dari dalam air?

Ramir menyingkirkan seluruh rasa ragu dan bingungnya. Ia segera menjulurkan kedua tangannya ke dalam air. Air itu dingin menusuk, tetapi Ramir berhasil menyentuh jemari gadis itu. Digenggamnya jemari itu, lalu tangannya erat, kemudian sekuat tenaga ditariknya ke atas. Ramir menangkap tubuh sang gadis yang basah kuyup.

Gadis itu menggigil, dan Ramir tak tahu lagi apa yang harus ia lakukan selain memeluknya, berharap agar tubuhnya sendiri dapat menghangatkan tubuh gadis itu.

Gadis itu terbaring di pangkuan Ramir. Ramir tak mampu menemukan satu kata pun, sekadar untuk menyapa, atau menanyakan keadaan gadis itu. Ia hanya bisa memandangi mata sang gadis yang menatapnya tanpa berkedip. Yang hijau, seperti mata seekor kalyx, si kucing hutan.

Namun betapapun aneh dan asing, dia tetaplah seorang gadis yang cantik. Ada sesuatu yang menggelitik hati Ramir, yang belum pernah ia rasakan seumur hidupnya. Kalau bisa, selamanya ia ingin memeluk gadis itu. Ramir tahu itu tak mungkin. Ia akan pergi sebentar lagi. Begitu ia nanti memejamkan matanya sekali lagi.

Lalu, di saat-saat terakhir seulas senyum terbentuk di bibir sang gadis.

Gadis itu memang tetap tidak berbicara, tetapi bagi Ramir itu sudah cukup. Ia tidak mengharapkan lebih. Ini toh hanya mimpi.

Tetapi ... andai saja ini bukan mimpi.

Ramir memejamkan mata.

Dan kali ini ia terbangun dari tidurnya.

 

 

Terpopuler

Comments

adi_nata

adi_nata

jatuh cinta di dalam mimpi.

tapi bukankah cinta itu sendiri adalah sebuah mimpi ?

2023-10-06

0

adi_nata

adi_nata

mungkin mereka sedang sholat .

2023-10-06

0

Regard Qianzhou

Regard Qianzhou

bagus, kakaknya sering baca buku pasti hehee

2022-09-19

0

lihat semua
Episodes
1 Prolog ~ Sejarah dan Legenda
2 Bab 1 ~ Penjelajah Mimpi
3 Bab 2 ~ Kucing Ajaib
4 Bab 3 ~ Makhluk Terkutuk
5 Bab 4 ~ Dari Kegelapan
6 Bab 5 ~ Misi dan Tugas
7 Bab 6 ~ Pemburu Malam
8 Bab 7 ~ Gada Geledek
9 Bab 8 ~ Tebing Batu
10 Bab 9 ~ Si Rambut Perak
11 Bab 10 ~ Prajurit Akkadia
12 Bab 11 ~ Sang Terpilih
13 Bab 12 ~ Kelompok Rahasia
14 Bab 13 ~ Pintu Dunia
15 Bab 14 ~ Pengundang Maut
16 Bab 15 ~ Senyuman Terakhir
17 Bab 16 ~ Permaisuri Awan
18 Bab 17 ~ Pencari Ilmu
19 Bab 18 ~ Penjaga Ilmu
20 Bab 19 ~ Penyusup
21 Bab 20 ~ Rencana Sederhana
22 Bab 21 ~ Penyelamat
23 Bab 22 ~ Anak Bodoh
24 Bab 23 ~ Pembawa Maut
25 Bab 24 ~ Jubah Putih
26 Bab 25 ~ Penyembuh
27 Bab 26 ~ Gadis Bertombak
28 Bab 27 ~ Sang Panglima
29 Bab 28 ~ Senjata Pusaka
30 Bab 29 ~ Elang Gunung
31 Bab 30 ~ Pembantaian
32 Bab 31 ~ Awal Cerita
33 Bab 32 ~ Pemegang Kunci
34 Bab 33 ~ Pegunungan Utara
35 Bab 34 ~ Pondok Kedamaian
36 Bab 35 ~ Medali Putih
37 Bab 36 ~ Kuil Ishtar
38 Bab 37 ~ Makhluk Api
39 Bab 38 ~ Pemakan Batu
40 Bab 39 ~ Pembasmi Gharoul
41 Bab 40 ~ Penjaga Kuburan
42 Bab 41 ~ Musuh Dari Utara
43 Bab 42 ~ Raja-Raja Elam
44 Bab 43 ~ Pemimpin Rakyat
45 Bab 44 ~ Taring Barion
46 Bab 45 ~ Teman Pemabuk
47 Bab 46 ~ Prajurit Terhormat
48 Bab 47 ~ Peluit Karquri
49 Bab 48 ~ Puncak Tebing
50 Bab 49 ~ Serbuan Barion
51 Bab 50 ~ Pembuka Gerbang
52 Bab 51 ~ Panglima Elam
53 Bab 52 ~ Penyergapan
54 Bab 53 ~ Menuju Pertempuran
55 Bab 54 ~ Pertempuran Berdarah
56 Bab 55 ~ Gelombang Terakhir
57 Bab 56 ~ Bergerak Maju
58 Bab 57 ~ Serangan Balik
59 Bab 58 ~ Perpecahan
60 Bab 59 ~ Penggali Dendam
61 Bab 60 ~ Sang Pembunuh
62 Bab 61 ~ Dendam Masa Lalu
63 Bab 62 ~ Pengepungan
64 Bab 63 ~ Yang Tersisa
65 Bab 64 ~ Di Ambang Kehancuran
66 Bab 65 ~ Bukit Kematian
67 Bab 66 ~ Perintah Sargon
68 Bab 67 ~ Kegagalan
69 Bab 68 ~ Pembunuh Bayaran
70 Bab 69 ~ Keinginan Raja-Raja
71 Bab 70 ~ Sandera
72 Bab 71 ~ Setelah Pembantaian
73 Bab 72 ~ Makhluk Terpilih
74 Bab 73 ~ Kubah Putih
75 Bab 74 ~ Nyanyian Malaikat
76 Bab 75 ~ Menembus Kabut
77 Bab 76 ~ Pemberontak
78 Bab 77 ~ Monster Pembunuh
79 Bab 78 ~ Persekutuan Maut
80 Bab 79 ~ Rencana Baru
81 Bab 80 ~ Syarat Pertemuan
82 Bab 81 ~ Pertaruhan Terakhir
83 Bab 82 ~ Tempat Persembunyian
84 Bab 83 ~ Pekerjaan Mengerikan
85 Bab 84 ~ Dalam Mimpi
86 Bab 85 ~ Dari Mimpi
87 Bab 86 ~ Pembuka Mimpi
88 Bab 87 ~ Peringatan
89 Bab 88 ~ Pelayan Setia
90 Bab 89 ~ Gua Gharoul
91 Bab 90 ~ Serangan Kilat
92 Bab 91 ~ Sang Dewa
93 Bab 92 ~ Musuh Favorit
94 Bab 93 ~ Semakin Dalam
95 Bab 94 ~ Sang Ratu
96 Bab 95 ~ Adik dan Kakak
97 Bab 96 ~ Pertemuan
98 Bab 97 ~ Siksaan Kabut
99 Bab 98 ~ Doa
100 Bab 99 ~ Pintu Kegelapan
101 Bab 100 ~ Melepaskan
102 Bab 101 ~ Penguasa Gua
103 Bab 102 ~ Harapan
104 Bab 103 ~ Perpisahan
105 Epilog (1) ~ Negeri Salju
106 Epilog (2) ~ Sang Pelindung
107 Epilog (3) ~ Danau Es
108 Epilog (4) ~ Dalam Cahaya
Episodes

Updated 108 Episodes

1
Prolog ~ Sejarah dan Legenda
2
Bab 1 ~ Penjelajah Mimpi
3
Bab 2 ~ Kucing Ajaib
4
Bab 3 ~ Makhluk Terkutuk
5
Bab 4 ~ Dari Kegelapan
6
Bab 5 ~ Misi dan Tugas
7
Bab 6 ~ Pemburu Malam
8
Bab 7 ~ Gada Geledek
9
Bab 8 ~ Tebing Batu
10
Bab 9 ~ Si Rambut Perak
11
Bab 10 ~ Prajurit Akkadia
12
Bab 11 ~ Sang Terpilih
13
Bab 12 ~ Kelompok Rahasia
14
Bab 13 ~ Pintu Dunia
15
Bab 14 ~ Pengundang Maut
16
Bab 15 ~ Senyuman Terakhir
17
Bab 16 ~ Permaisuri Awan
18
Bab 17 ~ Pencari Ilmu
19
Bab 18 ~ Penjaga Ilmu
20
Bab 19 ~ Penyusup
21
Bab 20 ~ Rencana Sederhana
22
Bab 21 ~ Penyelamat
23
Bab 22 ~ Anak Bodoh
24
Bab 23 ~ Pembawa Maut
25
Bab 24 ~ Jubah Putih
26
Bab 25 ~ Penyembuh
27
Bab 26 ~ Gadis Bertombak
28
Bab 27 ~ Sang Panglima
29
Bab 28 ~ Senjata Pusaka
30
Bab 29 ~ Elang Gunung
31
Bab 30 ~ Pembantaian
32
Bab 31 ~ Awal Cerita
33
Bab 32 ~ Pemegang Kunci
34
Bab 33 ~ Pegunungan Utara
35
Bab 34 ~ Pondok Kedamaian
36
Bab 35 ~ Medali Putih
37
Bab 36 ~ Kuil Ishtar
38
Bab 37 ~ Makhluk Api
39
Bab 38 ~ Pemakan Batu
40
Bab 39 ~ Pembasmi Gharoul
41
Bab 40 ~ Penjaga Kuburan
42
Bab 41 ~ Musuh Dari Utara
43
Bab 42 ~ Raja-Raja Elam
44
Bab 43 ~ Pemimpin Rakyat
45
Bab 44 ~ Taring Barion
46
Bab 45 ~ Teman Pemabuk
47
Bab 46 ~ Prajurit Terhormat
48
Bab 47 ~ Peluit Karquri
49
Bab 48 ~ Puncak Tebing
50
Bab 49 ~ Serbuan Barion
51
Bab 50 ~ Pembuka Gerbang
52
Bab 51 ~ Panglima Elam
53
Bab 52 ~ Penyergapan
54
Bab 53 ~ Menuju Pertempuran
55
Bab 54 ~ Pertempuran Berdarah
56
Bab 55 ~ Gelombang Terakhir
57
Bab 56 ~ Bergerak Maju
58
Bab 57 ~ Serangan Balik
59
Bab 58 ~ Perpecahan
60
Bab 59 ~ Penggali Dendam
61
Bab 60 ~ Sang Pembunuh
62
Bab 61 ~ Dendam Masa Lalu
63
Bab 62 ~ Pengepungan
64
Bab 63 ~ Yang Tersisa
65
Bab 64 ~ Di Ambang Kehancuran
66
Bab 65 ~ Bukit Kematian
67
Bab 66 ~ Perintah Sargon
68
Bab 67 ~ Kegagalan
69
Bab 68 ~ Pembunuh Bayaran
70
Bab 69 ~ Keinginan Raja-Raja
71
Bab 70 ~ Sandera
72
Bab 71 ~ Setelah Pembantaian
73
Bab 72 ~ Makhluk Terpilih
74
Bab 73 ~ Kubah Putih
75
Bab 74 ~ Nyanyian Malaikat
76
Bab 75 ~ Menembus Kabut
77
Bab 76 ~ Pemberontak
78
Bab 77 ~ Monster Pembunuh
79
Bab 78 ~ Persekutuan Maut
80
Bab 79 ~ Rencana Baru
81
Bab 80 ~ Syarat Pertemuan
82
Bab 81 ~ Pertaruhan Terakhir
83
Bab 82 ~ Tempat Persembunyian
84
Bab 83 ~ Pekerjaan Mengerikan
85
Bab 84 ~ Dalam Mimpi
86
Bab 85 ~ Dari Mimpi
87
Bab 86 ~ Pembuka Mimpi
88
Bab 87 ~ Peringatan
89
Bab 88 ~ Pelayan Setia
90
Bab 89 ~ Gua Gharoul
91
Bab 90 ~ Serangan Kilat
92
Bab 91 ~ Sang Dewa
93
Bab 92 ~ Musuh Favorit
94
Bab 93 ~ Semakin Dalam
95
Bab 94 ~ Sang Ratu
96
Bab 95 ~ Adik dan Kakak
97
Bab 96 ~ Pertemuan
98
Bab 97 ~ Siksaan Kabut
99
Bab 98 ~ Doa
100
Bab 99 ~ Pintu Kegelapan
101
Bab 100 ~ Melepaskan
102
Bab 101 ~ Penguasa Gua
103
Bab 102 ~ Harapan
104
Bab 103 ~ Perpisahan
105
Epilog (1) ~ Negeri Salju
106
Epilog (2) ~ Sang Pelindung
107
Epilog (3) ~ Danau Es
108
Epilog (4) ~ Dalam Cahaya

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!