Akkadia : Gerbang Sungai Tigris
Bab 18 ~ Penjaga Ilmu
Karya R.D. Villam
---
Mimpiku? Memangnya ... apa yang bisa kuingat dari mimpiku?
Ramir coba mengingat-ingat, membayangkan semuanya kembali. ”Danau ... Es .... Oh, tenggelam! Dia tenggelam! Dan dia meminta tolong padaku. Tetapi, bukankah aku sudah menyelamatkannya, dari sungai?”
”Ya, tetapi bagaimana jika sebenarnya ia masih butuh pertolonganmu?” sahut Toulip. ”Atau mungkin bukan pertolongan semacam itu yang dia butuhkan?”
”Mungkinkah?” Ramir tak bisa menutupi kegelisahannya. ”Oh, Toulip, aku ingat, saat dia sadar, dia bertanya apakah aku pernah bertemu dengannya sebelum ini.”
”Kau bilang padanya kalau bertemu di mimpi?” tanya Toulip cepat.
”Tidak. Aku takut, jika ia tahu, ia akan menjauhiku. Kemudian aku juga tak berani memberitahunya, kalau ia adalah Sang Penjaga Ilmu. Padahal, mungkin itu bisa membuatnya teringat siapa dirinya. Mungkinkah pertolongan itu yang ia butuhkan dariku?”
”Toulip tidak bisa menjawab, Ramir. Tetapi kau bisa lihat sekarang, bagaimana pentingnya kau buat dirinya, yang belum kau sadari selama ini. Suatu hari nanti, kau juga mungkin akan sadar, bagaimana pentingnya dia bagimu. Hidupmu sudah terhubung dengannya, entah dengan cara seperti apa. Sesuatu yang belum bisa kita mengerti. Dan kemarin, mungkin kau telah menyia-nyiakan kesempatan untuk membuka pintu rahasia tersebut.”
Ramir mengangguk. ”Kalau begitu mungkin aku memang harus menemuinya! Dan memberitahunya semua yang aku ketahui!”
Toulip menggeleng. ”Kesempatan tidak muncul dua kali. Langkah terlambat yang tetap dipaksakan bisa buruk akibatnya. Kau harus maju dua langkah. Cari tahu apa yang dimaksud dengan Sang Penjaga Ilmu, dan mengapa kau disebut Sang Pencari Ilmu. Baru kau boleh menemuinya lagi dan menjelaskan semuanya.”
”Apakah itu tidak akan terlalu lama?”
”Kau harus melakukannya dengan cepat.”
”Ya.” Semangat baru tumbuh di dalam diri Ramir, tapi kemudian tertahan lagi. ”Mmm ... kupikir ... ada sedikit masalah. Aku tidak bisa pergi begitu saja. Aku harus bicara dulu pada kakekku. Belum tentu dia mengijinkan aku pergi.”
”Maksudmu, kau takut bilang padanya, Ramir?”
”Aku tidak ingin membuat kakekku khawatir. Sejak kecil aku tak pernah meninggalkan tempat ini. Ia pasti tidak mengijinkan aku.”
Toulip menggeleng-geleng, kelihatannya mulai tidak sabar. ”Kau belum mencobanya! Ayo! Bergeraklah, atau kau akan menyesal sendiri nanti.”
Maka berkat ’ancaman’ itu, akhirnya Ramir memutuskan untuk bicara dengan kakeknya.
Saat malam tiba, sebelum kakeknya tertidur di dipan, Ramir menemuinya. Ramir membuka jendela kayu lebar-lebar sehingga sinar bulan dapat masuk ke ruangan, lalu duduk di depan kakeknya. Toulip si kucing ajaib bertengger di bingkai jendela. Si lelaki tua yang telah memandangi setiap gerak-gerik keduanya tersenyum.
”Aku merasa kau akan berkata sesuatu yang penting padaku, Ramir.”
Ramir mengusap-usap rambut di atas ubun-ubunnya begitu mendengar ucapan kakeknya. ”Mungkin ... tidak terlalu penting. Mungkin ini cuma pikiran di kepalaku saja.”
”Pikiran di kepalamu? Katakan, Ramir. Tidak usah ragu-ragu.”
”Aku ingin pergi ke utara,” kata Ramir cepat.
Sang kakek menatapnya lama, lalu mengangguk. ”Boleh saja. Tapi apa yang kau cari?”
Ramir sedikit heran mendengar tanggapannya. ”Kakek tidak hendak menahanku?”
”Haruskah?” Sang kakek tersenyum. ”Kau sudah cukup besar. Aku pun dulu sudah bepergian ke banyak tempat saat seusiamu. Tetapi, mungkin aku akan menahanmu, jika kau tidak berkata dengan jujur tentang apa sebenarnya yang sedang kau cari.”
Ramir melirik Toulip yang terkantuk-kantuk di bingkai jendela. Kucing itu kelihatannya tidak peduli. Ramir menjawab, ”Aku ingin tahu mengenai sesuatu, yang disebut sebagai ... Sang Penjaga Ilmu.”
”Sang Penjaga Ilmu?” Dahi tua si kakek semakin berkeriput.
”Kakek ... pernah mendengarnya?”
”Sang Penjaga Ilmu ... Rasanya ... ya, pernah. Sudah lama sekali. Istilah aneh. Aku sudah tidak ingat, siapa yang mengatakan tentang hal ini. Siapa ya? Aku seharusnya ingat ..”
”Tak usah terlalu memikirkannya,” Ramir buru-buru menyahut. ”Nanti Kakek sakit.”
”Apa yang hendak kau cari di utara?”
”Aku ... belum tahu. Tetapi mungkin ada yang tahu di sana.”
”Seseorang di utara? Yang tahu? Seseorang, seperti ... Ah, ini seperti kebetulan,” Kakek menggumam. ”Tetapi, tidak ada sesuatu yang kebetulan di dunia ini. Segala sesuatu yang terjadi adalah pertanda untuk sesuatu yang lain.”
”Apa maksud Kakek?”
”Mungkin memang sudah waktunya aku bercerita.” Si kakek mengangguk. ”Ya ... apa yang seharusnya kau tahu. Benar. Kau sudah lima belas tahun. Sudah waktunya.”
Ramir menggeleng. Tiba-tiba ia menjadi gelisah. ”Aku tidak mengerti, Kakek.”
Si kakek termangu. ”Ini adalah mengenai asal-usulmu, Ramir.”
"Asal-usulku?”
Ini benar-benar di luar perkiraan Ramir, di luar rencana pembicaraan yang sudah disusunnya. Asal-usulnya? Apakah ada hubungannya dengan ’Sang Penjaga Ilmu’ dan ’Sang Pencari Ilmu’? Dan selama ini kakeknya tahu soal ini? Ramir merinding, membayangkan siapa dirinya sebenarnya. Ketika ia melihat ke jendela, Toulip menatapnya dengan tajam.
”Ini sesuatu yang harus kurahasiakan selama ini, dipinta sendiri oleh seseorang yang menitipkanmu padaku, saat kau masih berusia dua tahun.”
”Siapa?” Ramir tak bisa menahan diri.
”Seorang lelaki tua pula, hampir setua aku.”
”Dia ... kakekku? Yang sebenarnya?” Suara Ramir bergetar.
Si kakek menggeleng. ”Aku tidak tahu siapa dia. Aku baru sehari mengenalnya. Bahkan aku tidak tahu namanya. Saat itu di tepi sungai, di kaki Pegunungan Zagros, aku sudah siap untuk berperahu ke selatan—ya, aku masih cukup kuat saat itu—ketika tiba-tiba dia datang sambil menggendong tubuh kecilmu. Lelaki itu berkata, ’Tolong rawat anak ini sebaik-baiknya. Saat ia dewasa, suruhlah ia pergi menemui aku di utara.’”
”Kenapa ia memintamu?”
Si kakek tersenyum. ”Katanya ia senang melihatku menyembuhkan banyak orang. Mungkin dia ingin kau menjadi penyembuh juga.”
”Oh. Ya ...” Ramir mengusap-usap lagi kepala-nya. Menjadi penyembuh? Ya, itu profesi yang bagus, dan berguna buat banyak orang. ”Saat itu ... Kakek menerima aku begitu saja?”
Si kakek mengangguk. ”Sepanjang hidup aku hidup sendiri, dan kadang aku kesepian. Aku ingin di akhir hidupku akhirnya ada yang bisa menemaniku. Tampaknya lelaki itu seorang yang baik, dari perilaku dan cara bicaranya. Mungkin ia bangsawan, atau orang terpelajar.”
”Kakek tahu ia berasal dari mana?”
”Ia bisa berbahasa Sumeria maupun Akkadia dengan lancar. Tetapi dari logatnya, kurasa dia berasal dari sebelah timur sungai, dari negeri Elam.”
“Elam?” Ramir tercekat.
“Ya. Kau tahu apa artinya”
“Aku ... sebenarnya orang Elam?”
“Mungkin.” Si kakek mengangguk-angguk.
”Nama asliku juga bukan Ramir?” tanya Ramir lirih.
Si kakek tersenyum. ”Bagiku kau tetap Ramir Rahtari.”
Ramir menunduk. Terlalu banyak sesuatu yang aneh dan mengejutkan masuk ke dalam kepalanya saat ini. Tadi ia mengira kakeknya akan menyebut asal-usulnya ada hubungannya dengan ’Sang Penjaga Ilmu’ atau ’Sang Pencari Ilmu’, tetapi ternyata ia malah mendapatkan sesuatu yang lain. Satu rahasia kelihatannya sudah cukup berat. Kini ia punya dua!
”Jadi, menurut Kakek, aku harus menemuinya sekarang?”
”Harus atau tidak, itu terserah kau, Ramir.”
”Ya, itu terserah aku. Tetapi, ke mana aku harus mencarinya?”
”Ke sebuah gubuk di kaki Pegunungan Zagros, tak jauh ke utara dari kota Turkar. Akan kuberikan sesuatu padamu nanti, yang bisa membantumu menemukan tempat itu.”
”Turkar?” Ramir melirik ke arah Toulip. Keduanya bertatapan beberapa lama. ”Sepertinya ... aku memang hendak ke sana.”
”Ah ... begitukah?” Si kakek tampak heran. ”Itu tujuanmu juga? Kau mau mencari apa tadi di utara? Sang Penjaga Ilmu?”
“Ya ...” Ramir mencoba menebak maksud kakeknya.
”Tunggu.” Tiba-tiba suara Kakek menajam. “Dari mana kau tahu soal ini?”
”Dari ... mimpiku.” Ramir berbohong. Ia tidak ingin kakeknya mengetahui kalau hal ini muncul dari pembicaraannya dengan Toulip. ”Aku mendengar tentang ini di mimpiku, Kakek.”
”Mimpimu?! Mimpi siapa yang kau masuki?”
”Aku ... juga tidak tahu.” Ramir semakin berbohong.
”Kurasa kau berbohong, Ramir.”
”Berbohong?” Ramir mulai gugup. Tanpa sadar ia membawa tubuhnya menjauh dari kakeknya. ”Yang mana?”
”Dia, bukan?” Kakek menatap Ramir semakin tajam dengan mata tuanya. ”Dia yang memberitahumu soal Penjaga Ilmu ini?”
”Dia?” Ramir ketakutan. ”Dia siapa?”
”Gadis berambut perak itu! Zylia Zarkaef!”
”Elanna? Ehm ... ya. Dia yang bilang.”
Itu tidak benar, tapi Ramir lega mendengarnya. Tuduhan kakeknya tidak tepat, tetapi ini lebih baik. Bohongnya kali ini lebih baik daripada kakeknya tahu keanehan Ramir yang lain: bisa berbicara dengan Toulip, dan bahwa ia tahu semua ini dari para kalyx.
”Namanya bukan Elanna, tetapi Zylia,” Si kakek menukas kesal, tetapi kemudian tersenyum. ”Ah, jadi memang benar, gadis berambut perak ini ada hubungannya.”
”Hubungan? Dengan apa? Dengan siapa?” Ramir malah semakin bingung.
”Dengan Elanna yang sebenarnya, si gadis berambut emas di Anatolia,” jawab Kakek. ”Ya, aku ingat, dialah yang dulu pernah berkata padaku, lima puluh tahun yang lampau, tentang Sang Penjaga Ilmu.”
---
Pesan dari Penulis
Terima kasih kepada semua yang telah berkenan membaca cerita ini. Jika berkenan juga, jangan lupa memberi komentar, saran dan jempol di tiap babnya, dan juga bintangnya. Semuanya akan menjadi penyemangat yang luar biasa buat saya. :D
Berhubung minggu depan sudah mulai mendekati Hari Raya Idul Fitri, update babnya mungkin akan lambat, dan baru kembali lancar setelah saya kembali dari liburan pada pertengahan bulan Juni 2019. Jika kalian ingin membaca cerita-cerita saya lainnya, kalian bisa berkunjung ke lapak saya di: https://www.storial.co/profile/villam.
Saya ingin menginformasikan juga, bahwa bulan depan novel saya yang berjudul The Emperor akan segera muncul di toko buku melalui penerbit Elex Media Komputindo. Lebih jauh mengenai kapan tepatnya novel ini muncul, dan juga cerita-cerita saya lainnya bisa kalian ikuti perkembangannya di akun Twitter saya, @rdvillam.
Sekali lagi terima kasih, dan salam hangat.
R.D. Villam
Twitter: rdvillam
Facebook: Rd Villam
Instagram: rdvillam2
Whatsapp: 087880274851
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 108 Episodes
Comments
Hary sNg
bicara soal the emperor, apakah ada buku ketiga, thor?
penasaran dengan Auria😞
2022-08-23
1
John Singgih
rahasia kakek yang selama ini disimpan
2021-08-22
0
Hadi Ghorib
467 like like
2021-05-11
0