Bab 4 ~ Dari Kegelapan

Akkadia : Gerbang Sungai Tigris

Bab 4 ~ Dari Kegelapan

Karya R.D. Villam

- - -

Alis Naia terangkat. Ia hampir tak percaya mendengar permintaan si makhluk terkutuk.

”Davagni, hanya dirimu yang mampu membersihkan namamu,” tukasnya. ”Berikan kebaikan kepada rakyat, dan mereka akan menghormatimu tanpa harus kuminta.”

Davagni membalas santai. ”Hmm. Rasanya hamba pernah mendengar kata-kata yang sama setahun lalu, dari mulut kakakmu. Ah, tidak, kata-katanya tak sebagus Tuan Putri. Tuan Putri lebih ... bagaimana mengatakannya, ya? Jujur?”

”Aku tidak akan menjanjikan apa-apa.”

”Tidak apa-apa. Niat Tuan Putri sudah cukup menggembirakan hamba.” Davagni mengangguk hormat. ”Sekarang, alasan yang terakhir kenapa hamba dulu—”

Belum selesai dia berbicara, terdengar langkah kaki mendekat dari deretan anak tangga di seberang ruangan. Suara itu berhenti begitu seseorang bertubuh tinggi muncul.

Orang itu tertegun melihat Davagni yang berlutut membelakanginya, tetapi tidak kaget. Busur panjang di tangan kirinya tidak diangkat. Ia mendekat, membiarkan cahaya bulan menerangi tubuhnya. Tak ada senyum di wajahnya yang rupawan tapi tanpa ekspesi. Rambut peraknya yang panjang diikat ke belakang dan dicukur tipis di samping membuatnya tampak seperti laki-laki. Jubah gelap kehijauan yang menggantung sampai ke bawah menambah kesan mengintimidasi.

Perempuan itu tampak berusaha tidak mempedulikan kehadiran Davagni. Suaranya yang serak basah terdengar, ”Naia, kita harus pergi.”

”Ada apa, Teeza?” Naia berdiri khawatir.

”Rahzad. Dia semakin dekat.”

Naia melirik ke arah Davagni, memperhatikan apakah terjadi perubahan di wajah makhluk raksasa itu. Tetapi Davagni sepertinya benar-benar tengah menjadi batu, tidak bergerak sama sekali.

Naia tak mempedulikannya dan bertanya pada si rambut perak. “Di mana dia?”

”Di lembah. Dia bisa mendaki ke sini tak lebih dari satu jam.”

”Baik. Suruh yang lainnya bersiap.”

”Kami selalu siap,” balas Teeza tak sabar. ”Tinggal menunggumu.”

Naia memalingkan wajah ke arah jendela, menatap langit gelap yang bertabur bintang.

”Kau tahu aku tak bisa meninggalkan kuil sebelum tengah malam, atau semuanya sia-sia.” Ia menoleh, membalas tatapan Teeza yang sepertinya ingin membantah ucapannya, namun ternyata si rambut perak memilih diam. Naia melanjutkan, ”Aku menyusul sebentar lagi.”

Wajah Teeza mengeras. ”Aku akan datang lagi nanti.”

Ia melirik ke arah Davagni yang masih membatu. Gadis itu melemparkan tatapan tidak senang, lalu kembali berjalan menembus lorong bertangga yang gelap.

Begitu langkah Teeza tak lagi terdengar barulah Davagni menggerakkan tubuhnya. Kepalanya terangkat. ”Rupanya Tuan Putri sedang diburu Rahzad? Sejak purnama terakhir? Gerbang Sungai Tigris masih seminggu perjalanan. Jika Rahzad menyuruh pasukannya menutup sungai, hamba khawatir Tuan Putri takkan bisa menyeberang.”

Naia mengatupkan rahang kuat-kuat. ”Akan kupikirkan caranya nanti.”

”Hamba bangga dengan keberanian Tuan Putri, asal tidak jadi ceroboh.”

”Kau ingin mengejek lagi?” Naia membalas dengan tatapan tajam. ”Aku bilang akan kupikirkan nanti. Sampai di mana tadi? Alasan ketigamu? Cepatlah!”

”Ya. Alasan terakhir.” Wajah Davagni berubah lebih serius. ”Tuan Putri tadi bilang hamba bersembunyi selama enam bulan. Nah, itu tidak benar.”

”Oya? Memangnya ke mana kau?”

”Pulang. Menemui pimpinan hamba.”

Naia merasakan bulu kuduknya berdiri. ”Siapa?”

”Maaf.” Davagni menunduk. ”Hamba tak bisa menyebutkan namanya di tanah ini.”

”Apakah dia ... sepertimu?”

”Wujudnya sulit hamba gambarkan.”

Naia mengangguk pelan, untuk beberapa saat gamang bagaimana harus menanggapi penjelasan si makhluk batu. Yang dimaksud oleh Davagni, makhluk terkutuk ini, sebagai pimpinannya, apakah berarti adalah Dia Yang Paling Terkutuk?

”Ada di mana dia?”

Davagni terdiam, sebelum menjawab, “Itu pun hamba sulit menjelaskannya. Hamba dipanggil, lalu dalam sekejap sudah berada di depannya. Sama seperti hamba juga tak mengerti bagaimana tiba-tiba bisa berada di kuil ini, di hadapan Tuan Putri.”

”Apa yang kau bicarakan dengannya?”

”Dia meminta hamba menyampaikan sesuatu kepada Tuan Putri.” Davagni menatap Naia lekat-lekat. “Cara mengalahkan Rahzad dan seluruh pasukan Akkadia.”

Naia menahan napas.

”Tuan Putri, pimpinan hamba mengijinkanmu menggunakan pasukan Nergal.”

”Pasukan ... Nergal?” Naia bertanya lirih. ”Siapa mereka? Siapa dia?”

”Empat puluh prajurit dari dunia kami,” Davagni menahan kalimatnya. ”Yang dipimpin oleh Nergal, kakak tertua hamba.”

”Kakakmu?” Naia menelan ludah, kembali merinding. ”Apakah dia ... lebih kuat daripada kau?”

Davagni mengangguk. ”Jauh lebih kuat.”

”Dan pasukannya?”

”Yang terkuat di dunia hamba.”

Suara Naia melirih lagi, “Maksudmu ... dunia kegelapan?”

Davagni tertawa. “Dunia kegelapan? Memang hebat istilah orang-orang di dunia Tuan Putri. Padahal di sana lebih terang daripada di sini.”

Naia diam, tak berminat menanggapi ejekan Davagni. Ia terpikir hal lain. Davagni adalah makhluk berbahaya. Kuat, dan telah berbuat banyak kejahatan di masa lampau. Dia telah dihukum di banyak generasi, tapi tak pernah kehilangan sifat buasnya di balik penampilannya yang santun. Davagni selalu berusaha meyakinkan Naia bahwa ia telah berubah, dan sejauh ini tampaknya benar dan bisa dipercaya. Namun tawaran terakhirnya ini, mengundang kawanannya datang, apakah bisa dipercaya? Apakah benar-benar aman mengundang mereka?

Di sisi lain Naia tahu, mungkin ini satu-satunya kesempatan, jika ia masih ingin melawan Rahzad. Jika ia masih ingin hidup, dan masih ingin rakyatnya hidup tentram tanpa rasa takut. Tak ada yang bisa melawan Rahzad di tanah ini, termasuk Davagni. Kecuali—mungkin—makhluk lain yang bernama Nergal ini.

”Tuan Putri, bagaimana?”

”Aku ... tak yakin.” Naia menggeleng kecil. “Kurasa ... harus kupikirkan lagi.”

Davagni menggeleng tak sabar. ”Tuan Putri merasa masih punya waktu?”

Naia menahan kekesalannya. Ucapan Davagni mungkin benar, tetapi ia tak ingin dipaksa seperti ini.

Mendadak terdengar suara lolongan, datang dari balik jendela kuil.

"Ow-ouuwgh! Ow-ouuwgh! Ow-ouuwgh!"

Dari kejauhan. Dari kaki gunung.

Naia terkesiap. Itu suara barion. Hewan tunggangan Rahzad dan pasukannya.

Mereka akan datang sebentar lagi.

Namun ada yang lebih buruk. Naia bergeser ke tepi jendela. Ia memperhatikan bulan purnama yang membundar tanpa tertutup awan. Hampir tengah malam. Naia tahu ia harus memutuskan segera sebelum terjadi sesuatu pada dirinya.

Ia menoleh. Davagni memandanginya dengan sorot mata berbeda dibanding sebelumnya. Ada rasa takut.

”Tentang usulanmu. Kalau aku setuju, bagaimana caranya?”

”Tuan Putri tinggal minta. Kapan saja. Nergal akan langsung datang.”

”Dia bisa menemuiku begitu saja?”

”Nergal bisa menemukanmu lebih cepat daripada Rahzad.”

Naia dan Davagni saling menatap beberapa lama.

”Jadi, Tuan Putri?” Tubuh raksasa Davagni mulai bergerak-gerak gelisah.

“Aku ... belum bisa ... berpikir.” Jawaban itu keluar bukan karena Naia bingung, tapi karena perlahan ia merasakan sesuatu. Tubuhnya menghangat. Sesuatu menggelegak dari dalam. Seperti gumpalan panas yang bergolak ingin keluar. ”Nanti ...”

Terhuyung, Naia berusaha menjaga keseimbangan, dan jatuh terduduk di meja batu yang berdempet dengan dinding kuil. Ia memandangi kedua telapak tangannya, yang kini semerah bara. Naia yakin wajahnya pun pasti telah memerah. Juga matanya, yang sebentar lagi bisa menghanguskan apa pun di depannya, jika saja tidak ada benda dingin yang melilit lehernya, yang semakin lama rasanya semakin kuat mencekik lehernya.

”Davagni ...” Naia menahan rasa sakitnya. ”Sebaiknya ... kau pergi ...”

”Tuan Putri ...”

”Pergilah!” Naia menunjuk ke lantai di depan Davagni dengan tangan kanannya. Tangan kiri menggenggam medali di depan dadanya. ”Sebelum terlambat!”

Cahaya putih kemilau berpendar di sekeliling lehernya. Dengusan Davagni seketika terdengar. Makhluk itu merapatkan tubuhnya ke lantai batu bagai seekor katak. Sayap menutupi seluruh tubuhnya. Ujung tanduk di atas kepalanya menyentuh lantai, dan sekejap seluruh tubuh raksasanya mematung menjadi batu, sebelum kemudian berguguran menjadi partikel-partikel kecil sehalus debu. Begitu halusnya debu-debu itu sehingga bagaikan terserap masuk ke dalam lapisan marmer yang tebal. Dalam sekejap sosok itu menghilang.

Bagus. Ia sudah pergi. Dalam sakitnya Naia masih bisa tersenyum.

Rantai perak di lehernya semakin terang, menembus lapisan kain penutup kepalanya. Suara mendengung terdengar bersamaan dengan cahaya putih melingkar yang memancar keluar gelombang demi gelombang. Cahaya yang mampu membutakan mata setiap orang. Yang mampu membakar hangus Davagni dan seluruh makhluk terkutuk jika ada di dekatnya.

Naia mengatupkan rahang. Kedua tangannya terkepal menahan sakit, matanya terpejam. Ia tahu cahaya putih itu takkan mampu membutakan matanya, karena matanya sendiri—begitu malam purnama tiba—mampu memancarkan cahaya lain yang tak kalah ganas, yang untungnya bisa ditahan supaya tidak keluar oleh kekangan rantai perak di lehernya itu. Naia memejamkan matanya semata-mata untuk memfokuskan seluruh indera dan anggota tubuhnya supaya tidak menyerah, terhadap rasa sakit yang meledak-ledak di sekujur tubuhnya.

Dalam puncak rasa sakit itu, hawa panas dan dingin bertempur. Satu saat tubuhnya menggigil seolah baru saja dimasukkan ke dalam danau es, saat lain ia ingin merobek setiap helai kain yang menyelimuti tubuhnya, untuk membebaskan dirinya dari hawa panas yang membakar. Naia menguatkan dirinya terus dan terus, mengerahkan tenaga terakhirnya.

Tidak akan lama. Aku harus kuat.

Tubuhnya bergetar. Tenaganya hampir habis, tetapi ia terus menguatkan diri.

Sebentar lagi ...

Ya, semakin berkurang sekarang.

Sudah hampir selesai ...

Selesai sekarang.

Begitu seluruh rasa sakitnya reda Naia menggigil. Tubuhnya melemah. Napasnya memburu. Sesaat sebelum kesadarannya hilang, air matanya mengalir.

Bukan Davagni atau yang lain

Akulah Sang Terkutuk.

Terpopuler

Comments

Alter-Ruu

Alter-Ruu

walau masih gak jelas kemana nantinya ini alur tapi keren banget!

2021-09-23

0

John Singgih

John Singgih

ternyata naia sendiri makhluk terkutuk itu

2021-08-14

0

highuman

highuman

ada tulisan lain lagi thor?

2020-05-27

2

lihat semua
Episodes
1 Prolog ~ Sejarah dan Legenda
2 Bab 1 ~ Penjelajah Mimpi
3 Bab 2 ~ Kucing Ajaib
4 Bab 3 ~ Makhluk Terkutuk
5 Bab 4 ~ Dari Kegelapan
6 Bab 5 ~ Misi dan Tugas
7 Bab 6 ~ Pemburu Malam
8 Bab 7 ~ Gada Geledek
9 Bab 8 ~ Tebing Batu
10 Bab 9 ~ Si Rambut Perak
11 Bab 10 ~ Prajurit Akkadia
12 Bab 11 ~ Sang Terpilih
13 Bab 12 ~ Kelompok Rahasia
14 Bab 13 ~ Pintu Dunia
15 Bab 14 ~ Pengundang Maut
16 Bab 15 ~ Senyuman Terakhir
17 Bab 16 ~ Permaisuri Awan
18 Bab 17 ~ Pencari Ilmu
19 Bab 18 ~ Penjaga Ilmu
20 Bab 19 ~ Penyusup
21 Bab 20 ~ Rencana Sederhana
22 Bab 21 ~ Penyelamat
23 Bab 22 ~ Anak Bodoh
24 Bab 23 ~ Pembawa Maut
25 Bab 24 ~ Jubah Putih
26 Bab 25 ~ Penyembuh
27 Bab 26 ~ Gadis Bertombak
28 Bab 27 ~ Sang Panglima
29 Bab 28 ~ Senjata Pusaka
30 Bab 29 ~ Elang Gunung
31 Bab 30 ~ Pembantaian
32 Bab 31 ~ Awal Cerita
33 Bab 32 ~ Pemegang Kunci
34 Bab 33 ~ Pegunungan Utara
35 Bab 34 ~ Pondok Kedamaian
36 Bab 35 ~ Medali Putih
37 Bab 36 ~ Kuil Ishtar
38 Bab 37 ~ Makhluk Api
39 Bab 38 ~ Pemakan Batu
40 Bab 39 ~ Pembasmi Gharoul
41 Bab 40 ~ Penjaga Kuburan
42 Bab 41 ~ Musuh Dari Utara
43 Bab 42 ~ Raja-Raja Elam
44 Bab 43 ~ Pemimpin Rakyat
45 Bab 44 ~ Taring Barion
46 Bab 45 ~ Teman Pemabuk
47 Bab 46 ~ Prajurit Terhormat
48 Bab 47 ~ Peluit Karquri
49 Bab 48 ~ Puncak Tebing
50 Bab 49 ~ Serbuan Barion
51 Bab 50 ~ Pembuka Gerbang
52 Bab 51 ~ Panglima Elam
53 Bab 52 ~ Penyergapan
54 Bab 53 ~ Menuju Pertempuran
55 Bab 54 ~ Pertempuran Berdarah
56 Bab 55 ~ Gelombang Terakhir
57 Bab 56 ~ Bergerak Maju
58 Bab 57 ~ Serangan Balik
59 Bab 58 ~ Perpecahan
60 Bab 59 ~ Penggali Dendam
61 Bab 60 ~ Sang Pembunuh
62 Bab 61 ~ Dendam Masa Lalu
63 Bab 62 ~ Pengepungan
64 Bab 63 ~ Yang Tersisa
65 Bab 64 ~ Di Ambang Kehancuran
66 Bab 65 ~ Bukit Kematian
67 Bab 66 ~ Perintah Sargon
68 Bab 67 ~ Kegagalan
69 Bab 68 ~ Pembunuh Bayaran
70 Bab 69 ~ Keinginan Raja-Raja
71 Bab 70 ~ Sandera
72 Bab 71 ~ Setelah Pembantaian
73 Bab 72 ~ Makhluk Terpilih
74 Bab 73 ~ Kubah Putih
75 Bab 74 ~ Nyanyian Malaikat
76 Bab 75 ~ Menembus Kabut
77 Bab 76 ~ Pemberontak
78 Bab 77 ~ Monster Pembunuh
79 Bab 78 ~ Persekutuan Maut
80 Bab 79 ~ Rencana Baru
81 Bab 80 ~ Syarat Pertemuan
82 Bab 81 ~ Pertaruhan Terakhir
83 Bab 82 ~ Tempat Persembunyian
84 Bab 83 ~ Pekerjaan Mengerikan
85 Bab 84 ~ Dalam Mimpi
86 Bab 85 ~ Dari Mimpi
87 Bab 86 ~ Pembuka Mimpi
88 Bab 87 ~ Peringatan
89 Bab 88 ~ Pelayan Setia
90 Bab 89 ~ Gua Gharoul
91 Bab 90 ~ Serangan Kilat
92 Bab 91 ~ Sang Dewa
93 Bab 92 ~ Musuh Favorit
94 Bab 93 ~ Semakin Dalam
95 Bab 94 ~ Sang Ratu
96 Bab 95 ~ Adik dan Kakak
97 Bab 96 ~ Pertemuan
98 Bab 97 ~ Siksaan Kabut
99 Bab 98 ~ Doa
100 Bab 99 ~ Pintu Kegelapan
101 Bab 100 ~ Melepaskan
102 Bab 101 ~ Penguasa Gua
103 Bab 102 ~ Harapan
104 Bab 103 ~ Perpisahan
105 Epilog (1) ~ Negeri Salju
106 Epilog (2) ~ Sang Pelindung
107 Epilog (3) ~ Danau Es
108 Epilog (4) ~ Dalam Cahaya
Episodes

Updated 108 Episodes

1
Prolog ~ Sejarah dan Legenda
2
Bab 1 ~ Penjelajah Mimpi
3
Bab 2 ~ Kucing Ajaib
4
Bab 3 ~ Makhluk Terkutuk
5
Bab 4 ~ Dari Kegelapan
6
Bab 5 ~ Misi dan Tugas
7
Bab 6 ~ Pemburu Malam
8
Bab 7 ~ Gada Geledek
9
Bab 8 ~ Tebing Batu
10
Bab 9 ~ Si Rambut Perak
11
Bab 10 ~ Prajurit Akkadia
12
Bab 11 ~ Sang Terpilih
13
Bab 12 ~ Kelompok Rahasia
14
Bab 13 ~ Pintu Dunia
15
Bab 14 ~ Pengundang Maut
16
Bab 15 ~ Senyuman Terakhir
17
Bab 16 ~ Permaisuri Awan
18
Bab 17 ~ Pencari Ilmu
19
Bab 18 ~ Penjaga Ilmu
20
Bab 19 ~ Penyusup
21
Bab 20 ~ Rencana Sederhana
22
Bab 21 ~ Penyelamat
23
Bab 22 ~ Anak Bodoh
24
Bab 23 ~ Pembawa Maut
25
Bab 24 ~ Jubah Putih
26
Bab 25 ~ Penyembuh
27
Bab 26 ~ Gadis Bertombak
28
Bab 27 ~ Sang Panglima
29
Bab 28 ~ Senjata Pusaka
30
Bab 29 ~ Elang Gunung
31
Bab 30 ~ Pembantaian
32
Bab 31 ~ Awal Cerita
33
Bab 32 ~ Pemegang Kunci
34
Bab 33 ~ Pegunungan Utara
35
Bab 34 ~ Pondok Kedamaian
36
Bab 35 ~ Medali Putih
37
Bab 36 ~ Kuil Ishtar
38
Bab 37 ~ Makhluk Api
39
Bab 38 ~ Pemakan Batu
40
Bab 39 ~ Pembasmi Gharoul
41
Bab 40 ~ Penjaga Kuburan
42
Bab 41 ~ Musuh Dari Utara
43
Bab 42 ~ Raja-Raja Elam
44
Bab 43 ~ Pemimpin Rakyat
45
Bab 44 ~ Taring Barion
46
Bab 45 ~ Teman Pemabuk
47
Bab 46 ~ Prajurit Terhormat
48
Bab 47 ~ Peluit Karquri
49
Bab 48 ~ Puncak Tebing
50
Bab 49 ~ Serbuan Barion
51
Bab 50 ~ Pembuka Gerbang
52
Bab 51 ~ Panglima Elam
53
Bab 52 ~ Penyergapan
54
Bab 53 ~ Menuju Pertempuran
55
Bab 54 ~ Pertempuran Berdarah
56
Bab 55 ~ Gelombang Terakhir
57
Bab 56 ~ Bergerak Maju
58
Bab 57 ~ Serangan Balik
59
Bab 58 ~ Perpecahan
60
Bab 59 ~ Penggali Dendam
61
Bab 60 ~ Sang Pembunuh
62
Bab 61 ~ Dendam Masa Lalu
63
Bab 62 ~ Pengepungan
64
Bab 63 ~ Yang Tersisa
65
Bab 64 ~ Di Ambang Kehancuran
66
Bab 65 ~ Bukit Kematian
67
Bab 66 ~ Perintah Sargon
68
Bab 67 ~ Kegagalan
69
Bab 68 ~ Pembunuh Bayaran
70
Bab 69 ~ Keinginan Raja-Raja
71
Bab 70 ~ Sandera
72
Bab 71 ~ Setelah Pembantaian
73
Bab 72 ~ Makhluk Terpilih
74
Bab 73 ~ Kubah Putih
75
Bab 74 ~ Nyanyian Malaikat
76
Bab 75 ~ Menembus Kabut
77
Bab 76 ~ Pemberontak
78
Bab 77 ~ Monster Pembunuh
79
Bab 78 ~ Persekutuan Maut
80
Bab 79 ~ Rencana Baru
81
Bab 80 ~ Syarat Pertemuan
82
Bab 81 ~ Pertaruhan Terakhir
83
Bab 82 ~ Tempat Persembunyian
84
Bab 83 ~ Pekerjaan Mengerikan
85
Bab 84 ~ Dalam Mimpi
86
Bab 85 ~ Dari Mimpi
87
Bab 86 ~ Pembuka Mimpi
88
Bab 87 ~ Peringatan
89
Bab 88 ~ Pelayan Setia
90
Bab 89 ~ Gua Gharoul
91
Bab 90 ~ Serangan Kilat
92
Bab 91 ~ Sang Dewa
93
Bab 92 ~ Musuh Favorit
94
Bab 93 ~ Semakin Dalam
95
Bab 94 ~ Sang Ratu
96
Bab 95 ~ Adik dan Kakak
97
Bab 96 ~ Pertemuan
98
Bab 97 ~ Siksaan Kabut
99
Bab 98 ~ Doa
100
Bab 99 ~ Pintu Kegelapan
101
Bab 100 ~ Melepaskan
102
Bab 101 ~ Penguasa Gua
103
Bab 102 ~ Harapan
104
Bab 103 ~ Perpisahan
105
Epilog (1) ~ Negeri Salju
106
Epilog (2) ~ Sang Pelindung
107
Epilog (3) ~ Danau Es
108
Epilog (4) ~ Dalam Cahaya

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!