Akkadia : Gerbang Sungai Tigris

Akkadia : Gerbang Sungai Tigris

Prolog ~ Sejarah dan Legenda

Akkadia : Gerbang Sungai Tigris

Prolog ~ Sejarah dan Legenda

Karya R.D. Villam

 

- - -

 

 

Lord of heaven and earth

The earth was not, you created it

The light of day was not, you created it

The morning light you had not [yet] made exist

 

 

~ Syair Penciptaan ~

 

 

Diterjemahkan dari catatan yang tertulis di lempengan tanah liat yang ditemukan di reruntuhan kota kuno Ebla, 55 km dari kota Aleppo, Suriah. Catatan ini dan 17.000 lempengan lainnya yang berhasil ditemukan di sana adalah penemuan arkeologi paling penting di abad ke-20.

 

 

---

 

 

Abad ke-24 Sebelum Masehi, di tepi Laut Mediterrania terdapat sebuah kota bernama Ebla. Terletak di wilayah yang kini dikenal sebagai Suriah, Ebla adalah pusat perdagangan yang menghubungkan negeri Anatolia di utara (kini Turki), Mesir di selatan, dan Mesopotamia di timur (kini Irak).

Di kota itu, dari utara keledai-keledai datang mengangkut emas, perak dan berbagai peralatan dan senjata yang terbuat dari perunggu. Dari selatan para pedagang membawa hewan-hewan eksotis seperti gajah, singa, jerapah, serta gading dan batu permata. Dari timur perahu-perahu berlayar menyusuri Sungai Efrat dengan membawa jelai, tekstil, minyak wijen dan timah yang berasal dari pegunungan di Asia Tengah.

Dari awalnya kaum pengelana yang hidup hanya dengan mengandalkan ternak dan berburu, Ebla tumbuh menjadi negeri yang makmur dan berkebudayaan tinggi. Istana kerajaan berdiri megah, dan ribuan orang tinggal di sekelilingnya.

Sebuah perpustakaan besar didirikan tak jauh dari istana. Di dalamnya berisi tak kurang dari 20.000 lempengan tanah liat berisi catatan sejarah, cerita para dewa dan ilmu pengetahuan yang dikumpulkan dari Sumer maupun Mesir. Bangsa Sumer adalah pencipta huruf paku—aksara pertama di dunia—tetapi justru di Ebla seluruh catatan sejarah mereka tersimpan dengan rapi.

Ebla memiliki kebudayaan, agama dan tradisi kuno yang berakar dari era pertama Indo-Eropa yang berasal dari padang rumput di utara, tetapi letaknya yang berada di persimpangan membuat berbagai kebudayaan asing dapat masuk dengan mudah dan berbaur hingga akhirnya membentuk kebudayaan baru.

Salah satu contoh budaya paling akhir yang membedakan Ebla dengan negeri-negeri lain di sekitarnya adalah kedudukan kaum perempuan yang setara dengan laki-laki. Di Ebla perempuan bisa bekerja dan menduduki posisi tinggi di pemerintahan, juga mendapatkan upah yang sama dengan laki-laki. Di masa itu seorang pemimpin militer mereka bahkan adalah perempuan.

Namun seperti halnya yang banyak terjadi dalam sejarah, kemakmuran seringkali tak hanya membuat kagum, tetapi juga takut dan dengki. Tak jauh di sebelah timur ada negeri bernama Mari, yang takut karena pengaruh Ebla yang semakin kuat, dan juga dengki dengan kekayaan yang dimiliki oleh negeri tetangganya itu.

Selama seratus tahun keduanya berperang tanpa henti. Mereka saling mengalahkan, tetapi Mari tak pernah mampu mendekati Ebla. Lalu pada pertempuran di Terqa, pasukan Ebla berhasil menaklukkan pasukan Mari yang dipimpin langsung oleh raja mereka, Isqi.

Dipenuhi dendam, Isqi menghubungi negara besar yang baru saja tumbuh di timur, Akkadia. Raja mereka, Sargon, telah menaklukkan seluruh Mesopotamia dan kini berkuasa di sepanjang lembah subur di antara Sungai Efrat dan Sungai Tigris. Sejauh ini Ebla dan Akkadia selalu menjadi rekan dagang yang baik, tetapi jika ditawari kesempatan emas seperti ini, bagaimana Sargon bisa menolak? Karena selain kaya, Ebla memiliki hutan di utara yang kayunya sangat dibutuhkan untuk membangun kapal dan bangunan-bangunan besar.

Mungkin ini salah satu contoh dari ungkapan ‘jika kau tidak bisa mendapatkan sesuatu dari berdagang, dapatkanlah dengan cara berperang.’

Sargon membawa pasukannya ke barat. Ia menghancurkan Ebla, membunuh rakyatnya dan membakar habis kota-kotanya. Sebuah pemusnahan total yang kemudian diibaratkan telah membuat negeri yang dulunya menakjubkan itu kini hancur rata dengan tanah. Bahkan burung-burung pun tak mampu lagi menemukan dahan pohon untuk mereka hinggap.

Namun, tidak semuanya hancur. Tidak semuanya mati. Sekelompok orang Ebla berhasil lolos. Salah seorang dari mereka adalah putri raja Ebla. Mereka kabur ke utara, tetapi karena takut dengan ancaman orang-orang Mari, mereka lalu berbelok menyusuri kaki pegunungan, pergi ke arah timur. Suatu tindakan yang sebenarnya riskan karena mereka kini justru mendekati wilayah kekuasaan Raja Sargon dari Akkadia.

Kenapa mereka melakukannya, alasannya belum bisa dipahami. Mungkinkah mereka hendak membalas dendam kepada orang-orang Akkadia? Rasanya mustahil. Jadi, mungkin mereka hanya ingin mencari perlindungan, dari sebuah negeri besar lain yang ada di timur Sungai Tigris. Atau mungkin, bukan karena itu juga.

Apa pun alasannya, perjalanan mereka dimulai di sini.

Dalam sebuah kisah yang tak tercatat dalam sejarah maupun legenda.

 

 

---

 

 

Tidak jauh dari tepi Sungai Tigris

 

 

Teeza tak tahu perbukitan macam apa yang akan dilewatinya. Ia belum pernah ke tempat ini, dan karenanya tidak tahu ke mana harus pergi. Ia kini hanya mengandalkan nalurinya dan berusaha menarik pasukan Akkadia yang mengejarnya sejauh mungkin dari Putri Naia.

Diterangi sinar bulan purnama ia terus berlari menerabas rumput, melompati bebatuan, menuruni lereng. Mendaki, kemudian turun lagi, semakin jauh dari rombongannya semula. Hingga akhirnya ia tiba di ujung perjalanan, di mana ia tidak bisa lagi berlari.

Ia tiba di ujung tebing. Di hadapannya kini hanya ada kabut tebal yang menutupi kegelapan kosong di baliknya. Purnama yang tadi menemaninya kini tertutup awan gelap. Ia menajamkan indera penglihatan dan pendengarannya, mencoba menebak apa yang ada di balik kabut, di depan, atau di bawahnya itu. Gelap, dan sunyi menakutkan.

Teeza menggeram, begitu menyadari bahwa inilah akhir dari semua perjalanannya.

Ia berbalik, menghadapi gerombolan barion yang mulai bermunculan. Harimau-harimau hitam yang berasal dari tanah asing di seberang lautan. Pemangsa terganas di muka bumi, yang memiliki kulit sekeras baju perunggu, cakar sekeras martil dan taring setajam belat, dan kini sudah menjadi tunggangan para prajurit Akkadia.

Satu, dua, tiga, dan akhirnya sepuluh ekor, hewan-hewan itu berjajar tak jauh di depannya. Dan pastinya ada lebih banyak lagi di belakang mereka, di balik lereng bukit batu yang berkelok-kelok.

Teeza tak mampu lagi mengangkat busurnya walau ia masih bisa menggenggamnya. Tangan kirinya sudah kehilangan separuh kekuatan akibat luka besar di bahunya. Namun ia mencoba tetap tenang, mengeluarkan uap putih berirama dari dalam mulutnya setiap kali menghembuskan napas. Penampilan tegar mudah-mudahan akan membuat lawannya gentar, paling tidak untuk sementara waktu.

Di depannya, seekor barion maju dua langkah. Penunggangnya yang bertubuh besar mengacungkan tombak ke arah Teeza.

Suara orang itu berat. “Alnurin, kau tak bisa lari lagi.”

Bukan suara Rahzad. Bukan Rahzad.

Seaat Teeza lega, karena yang mendatanginya bukanlah musuh bebuyutannya itu, sang panglima Akkadia. Namun kemudian ia berubah cemas. Jika Rahzad tak berada di sini, di mana dia? Apakah dia tidak ikut terpancing kemari, dan memilih tetap mengejar Naia?

”Jatuhkan busurmu, perempuan! Menyerahlah!” orang Akkadia itu berteriak.

”Aku tidak pernah menyerah,” Teeza menjawab.

”Kalau begitu kami harus memaksamu. Panglima menginginkanmu,” sedikit nada kesal terdengar saat komandan itu melanjutkan ucapannya.

Teeza mendengus. ”Majulah, dan rasakan ujung panahku.”

Si komandan tertawa pendek. ”Kau tak bisa menyembunyikan busur yang bergetar di tanganmu itu. Di malam biasa, kau bisa membunuh kami dengan mudah, tetapi malam ini, tenagamu sudah habis, dan yang lebih penting, keberuntunganmu juga habis.”

”Ya sudah, coba saja,” balas Teeza tenang.

Musuhnya menggeram kesal. ”Maju!”

Empat ekor barion maju perlahan seperti harimau yang siap bertempur. Kepala mereka ditundukkan, lebih rendah daripada tengkuk, namun mata mereka memerah mendelik tajam. Mulut mereka terbuka, menunjukkan taring besar yang menggantung dari rahang atasnya. Keempat penunggangnya mengacungkan tombak ke depan.

Teeza menjatuhkan busur dan panahnya. Ia tak bermaksud menyerah. Kedua tangannya justru meraih belati kembar dari pinggangnya. Matanya menatap garang. ”Demi Tuhan! Aku sudah cukup hidup seratus tahun! Aku tidak takut mati!”

Ia melompat ke arah penunggang terdekat. Gadis itu berhasil menghindari sebuah tombak yang melesat di sampingnya dan melewati kepala seekor barion. Namun hanya sesaat setelah belatinya menebas leher penunggang hewan itu, sebuah tombak lain menghantam dada kirinya, membuatnya tubuhnya terpelanting ke belakang, jatuh di bibir tebing.

Prajurit yang melempar tombak itu berseru, ”Tuhan, kau bilang?! Kau masih tak mau mengakui keberadaan dewa-dewa kami? Perempuan Kaspia terkutuk!"

Susah payah Teeza berusaha bangkit. Amarah menggemuruh, memenuhi dadanya. Ia melempar sebuah belati, yang meluncur begitu cepatnya hingga menancap di wajah prajurit yang tadi memakinya, lalu berusaha mencabut tombak di dada kirinya. Belum sempat tercabut, sebuah tombak lain datang menghunjam perutnya, menamatkan perlawanannya.

”Tidak!” suara si komandan terdengar. ”Jangan bunuh dia!”

Terlambat. Tubuh Teeza sudah terdorong oleh hentakan tombak di perutnya, hingga akhirnya terlepas dari bibir tebing. Kakinya tak mampu lagi menjejak tanah.

Ia termangsa oleh kabut, jatuh ke dalam kegelapan yang tak berujung.

Saat melayang ia menangis. Bukan karena pada akhirnya ia akan menjumpai kematian, melainkan karena menyesal, tak bisa lagi melindungi Naia, junjungannya.

 

 

Terpopuler

Comments

adi_nata

adi_nata

sepertinya ini novel Fantasy berlatar belakang sejarah.

tentu saja cerita tentang putri Naia hanyalah fiksi, tapi tentang nama kerajaan, Akkadia dengan raja Sargon nya memang tercatat di sejarah.

2023-10-06

1

Anton Hartono

Anton Hartono

keren banget nih cerita

2022-10-20

0

Danar Ardyan

Danar Ardyan

ketemu juga nih novel, yg gua baca di perpus sma tahun 2012 nih. ijin baca ulang thor 😁

2022-03-27

0

lihat semua
Episodes
1 Prolog ~ Sejarah dan Legenda
2 Bab 1 ~ Penjelajah Mimpi
3 Bab 2 ~ Kucing Ajaib
4 Bab 3 ~ Makhluk Terkutuk
5 Bab 4 ~ Dari Kegelapan
6 Bab 5 ~ Misi dan Tugas
7 Bab 6 ~ Pemburu Malam
8 Bab 7 ~ Gada Geledek
9 Bab 8 ~ Tebing Batu
10 Bab 9 ~ Si Rambut Perak
11 Bab 10 ~ Prajurit Akkadia
12 Bab 11 ~ Sang Terpilih
13 Bab 12 ~ Kelompok Rahasia
14 Bab 13 ~ Pintu Dunia
15 Bab 14 ~ Pengundang Maut
16 Bab 15 ~ Senyuman Terakhir
17 Bab 16 ~ Permaisuri Awan
18 Bab 17 ~ Pencari Ilmu
19 Bab 18 ~ Penjaga Ilmu
20 Bab 19 ~ Penyusup
21 Bab 20 ~ Rencana Sederhana
22 Bab 21 ~ Penyelamat
23 Bab 22 ~ Anak Bodoh
24 Bab 23 ~ Pembawa Maut
25 Bab 24 ~ Jubah Putih
26 Bab 25 ~ Penyembuh
27 Bab 26 ~ Gadis Bertombak
28 Bab 27 ~ Sang Panglima
29 Bab 28 ~ Senjata Pusaka
30 Bab 29 ~ Elang Gunung
31 Bab 30 ~ Pembantaian
32 Bab 31 ~ Awal Cerita
33 Bab 32 ~ Pemegang Kunci
34 Bab 33 ~ Pegunungan Utara
35 Bab 34 ~ Pondok Kedamaian
36 Bab 35 ~ Medali Putih
37 Bab 36 ~ Kuil Ishtar
38 Bab 37 ~ Makhluk Api
39 Bab 38 ~ Pemakan Batu
40 Bab 39 ~ Pembasmi Gharoul
41 Bab 40 ~ Penjaga Kuburan
42 Bab 41 ~ Musuh Dari Utara
43 Bab 42 ~ Raja-Raja Elam
44 Bab 43 ~ Pemimpin Rakyat
45 Bab 44 ~ Taring Barion
46 Bab 45 ~ Teman Pemabuk
47 Bab 46 ~ Prajurit Terhormat
48 Bab 47 ~ Peluit Karquri
49 Bab 48 ~ Puncak Tebing
50 Bab 49 ~ Serbuan Barion
51 Bab 50 ~ Pembuka Gerbang
52 Bab 51 ~ Panglima Elam
53 Bab 52 ~ Penyergapan
54 Bab 53 ~ Menuju Pertempuran
55 Bab 54 ~ Pertempuran Berdarah
56 Bab 55 ~ Gelombang Terakhir
57 Bab 56 ~ Bergerak Maju
58 Bab 57 ~ Serangan Balik
59 Bab 58 ~ Perpecahan
60 Bab 59 ~ Penggali Dendam
61 Bab 60 ~ Sang Pembunuh
62 Bab 61 ~ Dendam Masa Lalu
63 Bab 62 ~ Pengepungan
64 Bab 63 ~ Yang Tersisa
65 Bab 64 ~ Di Ambang Kehancuran
66 Bab 65 ~ Bukit Kematian
67 Bab 66 ~ Perintah Sargon
68 Bab 67 ~ Kegagalan
69 Bab 68 ~ Pembunuh Bayaran
70 Bab 69 ~ Keinginan Raja-Raja
71 Bab 70 ~ Sandera
72 Bab 71 ~ Setelah Pembantaian
73 Bab 72 ~ Makhluk Terpilih
74 Bab 73 ~ Kubah Putih
75 Bab 74 ~ Nyanyian Malaikat
76 Bab 75 ~ Menembus Kabut
77 Bab 76 ~ Pemberontak
78 Bab 77 ~ Monster Pembunuh
79 Bab 78 ~ Persekutuan Maut
80 Bab 79 ~ Rencana Baru
81 Bab 80 ~ Syarat Pertemuan
82 Bab 81 ~ Pertaruhan Terakhir
83 Bab 82 ~ Tempat Persembunyian
84 Bab 83 ~ Pekerjaan Mengerikan
85 Bab 84 ~ Dalam Mimpi
86 Bab 85 ~ Dari Mimpi
87 Bab 86 ~ Pembuka Mimpi
88 Bab 87 ~ Peringatan
89 Bab 88 ~ Pelayan Setia
90 Bab 89 ~ Gua Gharoul
91 Bab 90 ~ Serangan Kilat
92 Bab 91 ~ Sang Dewa
93 Bab 92 ~ Musuh Favorit
94 Bab 93 ~ Semakin Dalam
95 Bab 94 ~ Sang Ratu
96 Bab 95 ~ Adik dan Kakak
97 Bab 96 ~ Pertemuan
98 Bab 97 ~ Siksaan Kabut
99 Bab 98 ~ Doa
100 Bab 99 ~ Pintu Kegelapan
101 Bab 100 ~ Melepaskan
102 Bab 101 ~ Penguasa Gua
103 Bab 102 ~ Harapan
104 Bab 103 ~ Perpisahan
105 Epilog (1) ~ Negeri Salju
106 Epilog (2) ~ Sang Pelindung
107 Epilog (3) ~ Danau Es
108 Epilog (4) ~ Dalam Cahaya
Episodes

Updated 108 Episodes

1
Prolog ~ Sejarah dan Legenda
2
Bab 1 ~ Penjelajah Mimpi
3
Bab 2 ~ Kucing Ajaib
4
Bab 3 ~ Makhluk Terkutuk
5
Bab 4 ~ Dari Kegelapan
6
Bab 5 ~ Misi dan Tugas
7
Bab 6 ~ Pemburu Malam
8
Bab 7 ~ Gada Geledek
9
Bab 8 ~ Tebing Batu
10
Bab 9 ~ Si Rambut Perak
11
Bab 10 ~ Prajurit Akkadia
12
Bab 11 ~ Sang Terpilih
13
Bab 12 ~ Kelompok Rahasia
14
Bab 13 ~ Pintu Dunia
15
Bab 14 ~ Pengundang Maut
16
Bab 15 ~ Senyuman Terakhir
17
Bab 16 ~ Permaisuri Awan
18
Bab 17 ~ Pencari Ilmu
19
Bab 18 ~ Penjaga Ilmu
20
Bab 19 ~ Penyusup
21
Bab 20 ~ Rencana Sederhana
22
Bab 21 ~ Penyelamat
23
Bab 22 ~ Anak Bodoh
24
Bab 23 ~ Pembawa Maut
25
Bab 24 ~ Jubah Putih
26
Bab 25 ~ Penyembuh
27
Bab 26 ~ Gadis Bertombak
28
Bab 27 ~ Sang Panglima
29
Bab 28 ~ Senjata Pusaka
30
Bab 29 ~ Elang Gunung
31
Bab 30 ~ Pembantaian
32
Bab 31 ~ Awal Cerita
33
Bab 32 ~ Pemegang Kunci
34
Bab 33 ~ Pegunungan Utara
35
Bab 34 ~ Pondok Kedamaian
36
Bab 35 ~ Medali Putih
37
Bab 36 ~ Kuil Ishtar
38
Bab 37 ~ Makhluk Api
39
Bab 38 ~ Pemakan Batu
40
Bab 39 ~ Pembasmi Gharoul
41
Bab 40 ~ Penjaga Kuburan
42
Bab 41 ~ Musuh Dari Utara
43
Bab 42 ~ Raja-Raja Elam
44
Bab 43 ~ Pemimpin Rakyat
45
Bab 44 ~ Taring Barion
46
Bab 45 ~ Teman Pemabuk
47
Bab 46 ~ Prajurit Terhormat
48
Bab 47 ~ Peluit Karquri
49
Bab 48 ~ Puncak Tebing
50
Bab 49 ~ Serbuan Barion
51
Bab 50 ~ Pembuka Gerbang
52
Bab 51 ~ Panglima Elam
53
Bab 52 ~ Penyergapan
54
Bab 53 ~ Menuju Pertempuran
55
Bab 54 ~ Pertempuran Berdarah
56
Bab 55 ~ Gelombang Terakhir
57
Bab 56 ~ Bergerak Maju
58
Bab 57 ~ Serangan Balik
59
Bab 58 ~ Perpecahan
60
Bab 59 ~ Penggali Dendam
61
Bab 60 ~ Sang Pembunuh
62
Bab 61 ~ Dendam Masa Lalu
63
Bab 62 ~ Pengepungan
64
Bab 63 ~ Yang Tersisa
65
Bab 64 ~ Di Ambang Kehancuran
66
Bab 65 ~ Bukit Kematian
67
Bab 66 ~ Perintah Sargon
68
Bab 67 ~ Kegagalan
69
Bab 68 ~ Pembunuh Bayaran
70
Bab 69 ~ Keinginan Raja-Raja
71
Bab 70 ~ Sandera
72
Bab 71 ~ Setelah Pembantaian
73
Bab 72 ~ Makhluk Terpilih
74
Bab 73 ~ Kubah Putih
75
Bab 74 ~ Nyanyian Malaikat
76
Bab 75 ~ Menembus Kabut
77
Bab 76 ~ Pemberontak
78
Bab 77 ~ Monster Pembunuh
79
Bab 78 ~ Persekutuan Maut
80
Bab 79 ~ Rencana Baru
81
Bab 80 ~ Syarat Pertemuan
82
Bab 81 ~ Pertaruhan Terakhir
83
Bab 82 ~ Tempat Persembunyian
84
Bab 83 ~ Pekerjaan Mengerikan
85
Bab 84 ~ Dalam Mimpi
86
Bab 85 ~ Dari Mimpi
87
Bab 86 ~ Pembuka Mimpi
88
Bab 87 ~ Peringatan
89
Bab 88 ~ Pelayan Setia
90
Bab 89 ~ Gua Gharoul
91
Bab 90 ~ Serangan Kilat
92
Bab 91 ~ Sang Dewa
93
Bab 92 ~ Musuh Favorit
94
Bab 93 ~ Semakin Dalam
95
Bab 94 ~ Sang Ratu
96
Bab 95 ~ Adik dan Kakak
97
Bab 96 ~ Pertemuan
98
Bab 97 ~ Siksaan Kabut
99
Bab 98 ~ Doa
100
Bab 99 ~ Pintu Kegelapan
101
Bab 100 ~ Melepaskan
102
Bab 101 ~ Penguasa Gua
103
Bab 102 ~ Harapan
104
Bab 103 ~ Perpisahan
105
Epilog (1) ~ Negeri Salju
106
Epilog (2) ~ Sang Pelindung
107
Epilog (3) ~ Danau Es
108
Epilog (4) ~ Dalam Cahaya

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!