Bab 13 ~ Pintu Dunia

Akkadia : Gerbang Sungai Tigris

Bab 13 ~ Pintu Dunia

Karya R.D. Villam

---

Tok tok tok.

”Tuan Putri.”

Fares menggaruk-garuk kepalanya, sambil coba mengingat ajaran ibunya, mana yang seharusnya lebih dulu ia lakukan: mengetuk pintu, atau memanggil penghuninya.

Ah, rasanya benar. Sudah benar tadi.

Ia memandang berkeliling. Di depannya ada rumah kecil berdinding kayu dan beratap jerami yang kosong ditinggalkan pemiliknya. Satu-satunya rumah yang mereka temui setelah mendayung di sungai selama tiga hari. Fares belum yakin sebenarnya, mana yang lebih menguntungkan: menemui rumah kosong, atau rumah berpenghuni. Di rumah kosong—mohon maaf untuk para pemiliknya—mereka bisa beristirahat dengan lebih nyaman, untuk sementara waktu. Itu lebih baik, tidak lagi harus tidur beratapkan langit di atas perahu. Namun kadang Fares berharap rumah ini masih dihuni oleh para pemiliknya. Apalagi jika pemilik itu pandai memasak daging domba asap dengan bumbu pedas, yang berbeda dengan ikan bakar tanpa bumbu yang biasa ia makan selama berbulan-bulan belakangan. Pertama, itu bisa mengobati kerinduan akan kampung halamannya di barat. Kedua, sederhana saja, sedikit variasi makanan bisa membuat semangatnya kembali berkobar, setelah serangkaian kejadian menyedihkan yang datang bertubi-tubi.

Fares mengetuk lagi dan memanggil, ”Tuan Putri, kau bisa mendengar? Atau barangkali, kau bisa mencium bau ikan bakarku?”

Tetap tak terdengar jawaban. Padahal hari sudah semakin siang. Fares memutuskan untuk membuka pintu. Naia mungkin akan memarahi tindakan kurang ajarnya ini, tetapi seperti biasa, Fares akan memasang muka bodoh dan meminta maaf.

Ia mendorong pintu perlahan, masuk ke dalam ruangan gelap. Hanya ada sebuah meja, tiga kursi, satu lemari, dan dipan kosong. Fares menyeberangi ruangan menuju pintu belakang. Belum sampai ia membuka pintu, matanya menangkap gerakan di samping kanan, dari jendela belakang yang sedikit terbuka. Fares mengintip melalui celah itu. Tentu saja ia tidak berharap untuk melihat sesuatu yang bukan-bukan. Ia memang melihat sosok Naia yang berdiri di halaman belakang—gelap oleh rimbun pepohonan—tetapi gadis itu tetap terlihat terhormat seperti biasa. Gadis itu membelakanginya, sekitar tiga tombak dari pintu.

Dan apa itu sosok besar dan gelap yang ada di hadapan Naia? Davagni.

Fares menggenggam erat gagang senjata di pinggangnya. Kekesalannya timbul begitu ia teringat ucapan makhluk itu saat berada di celah tebing, yang menghina ayahnya. Namun kekesalan itu kemudian redup. Makhluk raksasa dari batu itu tampaknya sedang berbincang mengenai hal penting dengan Naia, dan lebih baik Fares tidak ikut campur.

Fares sudah berbalik hendak pergi, tetapi suara Naia tiba-tiba terdengar. ”Davagni, Kubah Putih menuduhmu bertanggung jawab atas munculnya gerombolan gharoul. Aku butuh jawaban jujur, apa yang sebenarnya terjadi?”

Fares langsung menyandarkan punggungnya di balik pintu, berusaha mendengar dengan lebih baik. Ini perbincangan yang menarik, dan ia tak bisa menutupi rasa ingin tahunya.

Davagni menjawab dengan suaranya yang berat, ”Hamba selalu jujur padamu, Tuan Putri. Hamba tidak ada sangkut paut dengan hal itu.”

”Aku tak percaya kau sama sekali tidak tahu.”

”Tuan Putri, gharoul memang berasal dari dunia hamba. Ada sedikit yang hidup di duniamu selama beberapa masa, tetapi sebagian besar tetap tinggal di dunia kami, dalam wujud berbeda. Hamba tidak mengerti bagaimana mereka bisa masuk kemari. Itu di luar pengetahuan hamba.”

”Menurutmu ada yang membuka pintu duniamu dan duniaku?”

”Tidak sembarang makhluk bisa melakukan itu. Bahkan hamba yang telah menyeberang beberapa kali tetap tidak mengerti.”

”Lalu apa yang harus kulakukan?”

”Tuan Putri, hamba mengerti kau sedang mengalami kesulitan. Urusan gharoul ini, untuk sementara serahkan saja pada hamba.”

”Kau?” Rasa tak percaya Naia terdengar jelas.

”Percayalah. Hamba akan mencari sarang gharoul ini, untuk mencari tahu siapa yang ada di belakang mereka.”

”Baik! Aku percaya. Tetapi ingat, jangan coba macam-macam denganku.” Suara khas Naia yang galak terdengar lagi.

”Tuan Putri tidak usah khawatir. Sementara hamba pergi, Tuan Putri bisa beristirahat di Elam.”

Diam sesaat, desahan Naia kemudian terdengar sebelum ia berkata, “Aku belum yakin bisa mencari jalan aman sampai ke Gerbang Sungai Tigris. Rahzad sudah menumpuk pasukannya di Akshak, dan aku tak mungkin melewatinya begitu saja.”

“Belum ada kabar dari orang-orang Elam? Maaf, hamba tetap tidak yakin orang-orang Elam itu mampu mengalahkan Rahzad. Mereka prajurit yang terampil, tetapi mereka belum kenal Rahzad ...” Naia terdiam, sehingga Davagni berkata lagi, “Tuan Putri, apakah kau sudah memikirkan tawaran hamba dulu? Sudah hampir seminggu, bukan?”

”Aku sudah memikirkannya. Itu tawaran yang baik, tetapi lebih baik aku menggunakan cara lain lebih dulu. Kau mungkin meragukan pasukan bangsa Elam, tetapi aku yakin mereka semakin kuat.”

Davagni tertawa. ”Tuan Putri, pikiranmu berubah sedemikian cepat dalam seminggu? Dulu kau begitu khawatir, tetapi sekarang, kau terlihat tenang, padahal kau telah kehilangan prajuritmu lagi.”

”Aku masih berpikir ada cara yang lebih baik! Itu saja!”

”Tuan Putri, hamba akan menerima apa pun keputusanmu.”

”Pergilah. Cari kabar mengenai gharoul itu.”

Tak terdengar jawaban Davagni. Setelah itu yang terdengar hanyalah hembusan angin di sela-sela ranting dan dedaunan.

Fares berbalik hendak pergi, tapi lalu berhenti. Tiba-tiba ia merasa bersalah. Menguping adalah perbuatan memalukan. Seorang laki-laki tidak boleh menguping, itu yang pernah diajarkan ayahnya. Begitu ia tadi mulai mendengar perbincangan Naia dan Davagni, seharusnya ia menampakkan diri, atau justru sebaliknya, meninggalkannya. Fares tidak melakukan keduanya. Maka akhirnya ia memutuskan untuk duduk, menunggu Naia.

Pintu belakang terbuka. Gadis itu tertegun sejenak ketika melihat Fares. Fares sudah siap mendengar pertanyaan-pertanyaan tajam Naia, setelah itu mungkin ucapan-ucapan pedasnya. Tetapi di luar perkiraan Fares, ekspresi wajah Naia tidak berubah galak seperti biasanya. Ia malah duduk di depan Fares, bertanya, ”Jadi, kau sudah dengar semuanya?”

Napas Fares tertahan. ”Eh? Maaf. Kau tahu?”

”Aku sudah tahu sejak kudengar bunyi tubuhmu yang bergeser di balik pintu. Pendengaranku tidak setajam kau, tapi aku masih bisa mendengar.”

”Dan kau tetap membiarkan aku?”

”Bagiku tidak masalah. Davagni tidak tahu kehadiranmu, dan biarkan saja seperti itu. Selain itu, memang seharusnya itu pembicaraan rahasia, tapi, entahlah ...” Naia memalingkan wajah. ”Kadang aku lega, jika ada orang lain yang tahu apa yang kualami.”

Fares mengangguk. ”Kau ingin membicarakannya denganku?”

”Biasanya ...” Naia menerawang, ”... aku membicarakan semuanya dengan Teeza. Tetapi dia tidak ada lagi sekarang.”

”Kau tak usah khawatir. Teeza baik-baik saja.”

”Aku harap begitu. Tetapi sudah hampir seminggu, dan biasanya ia mampu menemukan jejak kita dengan cepat.”

”Kita berperahu. Siapa pun akan sulit menemukan jejak kita.”

”Tetapi Teeza tahu kita pergi ke selatan, dan jika ia baik-baik saja, seharusnya ia sudah mulai mencari. Aku takut kalau ...”

”Mari kita tunggu dua hari lagi,” jawab Fares. ”Teeza akan menemukan kita.”

”Atau Rahzad, yang menemukan kita.” Naia tersenyum pahit. ”Bagaimana pendapatmu, Fares? Kita harus tetap menunggu di sini?”

Fares menatap Naia dalam-dalam. Apakah gadis itu benar-benar butuh jawaban darinya? Biasanya Naia selalu membuat keputusan sendiri, tak terlalu mempedulikan pendapat orang lain. Bukan berarti gadis itu egois, justru sebaliknya, Naia selalu mencoba membuat keputusan dengan memperhatikan keselamatan orang lain, dan seringkali mengabaikan dirinya sendiri. Selama ini hanya Teeza yang bisa membuat Naia mengubah keputusannya. Dan sekarang Naia mencoba meminta pendapat Fares? Jangan-jangan gadis itu memang sedang bingung.

Ah, tapi rasanya tidak mungkin, Fares membantah pemikirannya sendiri. Saat berbicara dengan Davagni tadi, Naia terdengar tenang. Barangkali Naia memang hanya ingin mendengar pendapat Fares. Maka Fares pun menjawab, ”Isfan dan yang lain sudah pergi ke Akshak untuk memeriksa keadaan. Menurutku sebaiknya kita tetap menunggu, untuk sementara.”

”Sesuai rencana, mereka harus kembali kemari besok pagi,” balas Naia. ”Jika tidak, kita bisa menganggap telah terjadi sesuatu yang buruk pada mereka.”

”Berarti kita harus menjauh dulu secepatnya, menunggu sampai penjagaan di kota berkurang. Kita bisa masuk ke Gerbang Sungai Tigris lain waktu.”

”Tidak.” Naia menggeleng. ”Berarti aku harus menyelamatkan mereka.”

Fares menatap gadis itu lekat-lekat. ”Tuan Putri, itu berbahaya.”

”Kita ke kota besok,” kata Naia mantap. ”Itu keputusanku.”

Fares menggeleng kecil dengan perasaan sedikit kesal. Benar, kan? Naia sudah membuat keputusan sendiri sebelum ia bertanya pada Fares. Gadis itu tetap tidak berubah.

Terpopuler

Comments

adi_nata

adi_nata

Naia keras kepala sekaligus naif.

2023-10-08

0

John Singgih

John Singgih

Fares tidak sengaja menguping pembicaraan

2021-08-22

0

Hadi Ghorib

Hadi Ghorib

cerita seru

450 like

2021-05-11

0

lihat semua
Episodes
1 Prolog ~ Sejarah dan Legenda
2 Bab 1 ~ Penjelajah Mimpi
3 Bab 2 ~ Kucing Ajaib
4 Bab 3 ~ Makhluk Terkutuk
5 Bab 4 ~ Dari Kegelapan
6 Bab 5 ~ Misi dan Tugas
7 Bab 6 ~ Pemburu Malam
8 Bab 7 ~ Gada Geledek
9 Bab 8 ~ Tebing Batu
10 Bab 9 ~ Si Rambut Perak
11 Bab 10 ~ Prajurit Akkadia
12 Bab 11 ~ Sang Terpilih
13 Bab 12 ~ Kelompok Rahasia
14 Bab 13 ~ Pintu Dunia
15 Bab 14 ~ Pengundang Maut
16 Bab 15 ~ Senyuman Terakhir
17 Bab 16 ~ Permaisuri Awan
18 Bab 17 ~ Pencari Ilmu
19 Bab 18 ~ Penjaga Ilmu
20 Bab 19 ~ Penyusup
21 Bab 20 ~ Rencana Sederhana
22 Bab 21 ~ Penyelamat
23 Bab 22 ~ Anak Bodoh
24 Bab 23 ~ Pembawa Maut
25 Bab 24 ~ Jubah Putih
26 Bab 25 ~ Penyembuh
27 Bab 26 ~ Gadis Bertombak
28 Bab 27 ~ Sang Panglima
29 Bab 28 ~ Senjata Pusaka
30 Bab 29 ~ Elang Gunung
31 Bab 30 ~ Pembantaian
32 Bab 31 ~ Awal Cerita
33 Bab 32 ~ Pemegang Kunci
34 Bab 33 ~ Pegunungan Utara
35 Bab 34 ~ Pondok Kedamaian
36 Bab 35 ~ Medali Putih
37 Bab 36 ~ Kuil Ishtar
38 Bab 37 ~ Makhluk Api
39 Bab 38 ~ Pemakan Batu
40 Bab 39 ~ Pembasmi Gharoul
41 Bab 40 ~ Penjaga Kuburan
42 Bab 41 ~ Musuh Dari Utara
43 Bab 42 ~ Raja-Raja Elam
44 Bab 43 ~ Pemimpin Rakyat
45 Bab 44 ~ Taring Barion
46 Bab 45 ~ Teman Pemabuk
47 Bab 46 ~ Prajurit Terhormat
48 Bab 47 ~ Peluit Karquri
49 Bab 48 ~ Puncak Tebing
50 Bab 49 ~ Serbuan Barion
51 Bab 50 ~ Pembuka Gerbang
52 Bab 51 ~ Panglima Elam
53 Bab 52 ~ Penyergapan
54 Bab 53 ~ Menuju Pertempuran
55 Bab 54 ~ Pertempuran Berdarah
56 Bab 55 ~ Gelombang Terakhir
57 Bab 56 ~ Bergerak Maju
58 Bab 57 ~ Serangan Balik
59 Bab 58 ~ Perpecahan
60 Bab 59 ~ Penggali Dendam
61 Bab 60 ~ Sang Pembunuh
62 Bab 61 ~ Dendam Masa Lalu
63 Bab 62 ~ Pengepungan
64 Bab 63 ~ Yang Tersisa
65 Bab 64 ~ Di Ambang Kehancuran
66 Bab 65 ~ Bukit Kematian
67 Bab 66 ~ Perintah Sargon
68 Bab 67 ~ Kegagalan
69 Bab 68 ~ Pembunuh Bayaran
70 Bab 69 ~ Keinginan Raja-Raja
71 Bab 70 ~ Sandera
72 Bab 71 ~ Setelah Pembantaian
73 Bab 72 ~ Makhluk Terpilih
74 Bab 73 ~ Kubah Putih
75 Bab 74 ~ Nyanyian Malaikat
76 Bab 75 ~ Menembus Kabut
77 Bab 76 ~ Pemberontak
78 Bab 77 ~ Monster Pembunuh
79 Bab 78 ~ Persekutuan Maut
80 Bab 79 ~ Rencana Baru
81 Bab 80 ~ Syarat Pertemuan
82 Bab 81 ~ Pertaruhan Terakhir
83 Bab 82 ~ Tempat Persembunyian
84 Bab 83 ~ Pekerjaan Mengerikan
85 Bab 84 ~ Dalam Mimpi
86 Bab 85 ~ Dari Mimpi
87 Bab 86 ~ Pembuka Mimpi
88 Bab 87 ~ Peringatan
89 Bab 88 ~ Pelayan Setia
90 Bab 89 ~ Gua Gharoul
91 Bab 90 ~ Serangan Kilat
92 Bab 91 ~ Sang Dewa
93 Bab 92 ~ Musuh Favorit
94 Bab 93 ~ Semakin Dalam
95 Bab 94 ~ Sang Ratu
96 Bab 95 ~ Adik dan Kakak
97 Bab 96 ~ Pertemuan
98 Bab 97 ~ Siksaan Kabut
99 Bab 98 ~ Doa
100 Bab 99 ~ Pintu Kegelapan
101 Bab 100 ~ Melepaskan
102 Bab 101 ~ Penguasa Gua
103 Bab 102 ~ Harapan
104 Bab 103 ~ Perpisahan
105 Epilog (1) ~ Negeri Salju
106 Epilog (2) ~ Sang Pelindung
107 Epilog (3) ~ Danau Es
108 Epilog (4) ~ Dalam Cahaya
Episodes

Updated 108 Episodes

1
Prolog ~ Sejarah dan Legenda
2
Bab 1 ~ Penjelajah Mimpi
3
Bab 2 ~ Kucing Ajaib
4
Bab 3 ~ Makhluk Terkutuk
5
Bab 4 ~ Dari Kegelapan
6
Bab 5 ~ Misi dan Tugas
7
Bab 6 ~ Pemburu Malam
8
Bab 7 ~ Gada Geledek
9
Bab 8 ~ Tebing Batu
10
Bab 9 ~ Si Rambut Perak
11
Bab 10 ~ Prajurit Akkadia
12
Bab 11 ~ Sang Terpilih
13
Bab 12 ~ Kelompok Rahasia
14
Bab 13 ~ Pintu Dunia
15
Bab 14 ~ Pengundang Maut
16
Bab 15 ~ Senyuman Terakhir
17
Bab 16 ~ Permaisuri Awan
18
Bab 17 ~ Pencari Ilmu
19
Bab 18 ~ Penjaga Ilmu
20
Bab 19 ~ Penyusup
21
Bab 20 ~ Rencana Sederhana
22
Bab 21 ~ Penyelamat
23
Bab 22 ~ Anak Bodoh
24
Bab 23 ~ Pembawa Maut
25
Bab 24 ~ Jubah Putih
26
Bab 25 ~ Penyembuh
27
Bab 26 ~ Gadis Bertombak
28
Bab 27 ~ Sang Panglima
29
Bab 28 ~ Senjata Pusaka
30
Bab 29 ~ Elang Gunung
31
Bab 30 ~ Pembantaian
32
Bab 31 ~ Awal Cerita
33
Bab 32 ~ Pemegang Kunci
34
Bab 33 ~ Pegunungan Utara
35
Bab 34 ~ Pondok Kedamaian
36
Bab 35 ~ Medali Putih
37
Bab 36 ~ Kuil Ishtar
38
Bab 37 ~ Makhluk Api
39
Bab 38 ~ Pemakan Batu
40
Bab 39 ~ Pembasmi Gharoul
41
Bab 40 ~ Penjaga Kuburan
42
Bab 41 ~ Musuh Dari Utara
43
Bab 42 ~ Raja-Raja Elam
44
Bab 43 ~ Pemimpin Rakyat
45
Bab 44 ~ Taring Barion
46
Bab 45 ~ Teman Pemabuk
47
Bab 46 ~ Prajurit Terhormat
48
Bab 47 ~ Peluit Karquri
49
Bab 48 ~ Puncak Tebing
50
Bab 49 ~ Serbuan Barion
51
Bab 50 ~ Pembuka Gerbang
52
Bab 51 ~ Panglima Elam
53
Bab 52 ~ Penyergapan
54
Bab 53 ~ Menuju Pertempuran
55
Bab 54 ~ Pertempuran Berdarah
56
Bab 55 ~ Gelombang Terakhir
57
Bab 56 ~ Bergerak Maju
58
Bab 57 ~ Serangan Balik
59
Bab 58 ~ Perpecahan
60
Bab 59 ~ Penggali Dendam
61
Bab 60 ~ Sang Pembunuh
62
Bab 61 ~ Dendam Masa Lalu
63
Bab 62 ~ Pengepungan
64
Bab 63 ~ Yang Tersisa
65
Bab 64 ~ Di Ambang Kehancuran
66
Bab 65 ~ Bukit Kematian
67
Bab 66 ~ Perintah Sargon
68
Bab 67 ~ Kegagalan
69
Bab 68 ~ Pembunuh Bayaran
70
Bab 69 ~ Keinginan Raja-Raja
71
Bab 70 ~ Sandera
72
Bab 71 ~ Setelah Pembantaian
73
Bab 72 ~ Makhluk Terpilih
74
Bab 73 ~ Kubah Putih
75
Bab 74 ~ Nyanyian Malaikat
76
Bab 75 ~ Menembus Kabut
77
Bab 76 ~ Pemberontak
78
Bab 77 ~ Monster Pembunuh
79
Bab 78 ~ Persekutuan Maut
80
Bab 79 ~ Rencana Baru
81
Bab 80 ~ Syarat Pertemuan
82
Bab 81 ~ Pertaruhan Terakhir
83
Bab 82 ~ Tempat Persembunyian
84
Bab 83 ~ Pekerjaan Mengerikan
85
Bab 84 ~ Dalam Mimpi
86
Bab 85 ~ Dari Mimpi
87
Bab 86 ~ Pembuka Mimpi
88
Bab 87 ~ Peringatan
89
Bab 88 ~ Pelayan Setia
90
Bab 89 ~ Gua Gharoul
91
Bab 90 ~ Serangan Kilat
92
Bab 91 ~ Sang Dewa
93
Bab 92 ~ Musuh Favorit
94
Bab 93 ~ Semakin Dalam
95
Bab 94 ~ Sang Ratu
96
Bab 95 ~ Adik dan Kakak
97
Bab 96 ~ Pertemuan
98
Bab 97 ~ Siksaan Kabut
99
Bab 98 ~ Doa
100
Bab 99 ~ Pintu Kegelapan
101
Bab 100 ~ Melepaskan
102
Bab 101 ~ Penguasa Gua
103
Bab 102 ~ Harapan
104
Bab 103 ~ Perpisahan
105
Epilog (1) ~ Negeri Salju
106
Epilog (2) ~ Sang Pelindung
107
Epilog (3) ~ Danau Es
108
Epilog (4) ~ Dalam Cahaya

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!