Akkadia : Gerbang Sungai Tigris
Bab 19 ~ Penyusup
Karya R.D. Villam
---
Zylia melirik. Tanpa menoleh ia mengayunkan pedang kayunya, yang langsung mendarat telak di bahu musuhnya. Pedangnya berputar bagai badai, menangkis serangan setiap tombak, lalu menghantam seluruh pergelangan tangan para pengepungnya. Ia berdiri tegak, sementara sepuluh laki-laki meringis kesakitan di sekelilingnya.
Begitu cepat. Begitu mudah. Zylia belajar satu hal lagi tentang dirinya.
Satu orang berkata, ”Kapten, kau sama sekali tidak kehilangan kehebatanmu.”
Zylia memandangi pedang kayunya, lalu menatap laki-laki itu. ”Letnan Cherib, beri aku busur dan panah. Aku ingin melihat apakah aku juga bisa menggunakannya sebaik pedang atau tombak.”
Letnan itu terdiam sesaat, lalu menjawab dengan ragu, ”Tetapi, Kapten ...”
”Kenapa, Letnan?” tanya Zylia. ”Ada masalah?”
”Kita harus segera ke Akshak. Panglima sudah menunggu di sana, kita tak bisa membuang-buang waktu mencari busur dan panah.”
”Baiklah!” Zylia mengangguk, walau masih kesal. ”Berapa lama lagi?”
”Jika kita mulai berjalan sekarang, kita bisa sampai nanti sore.”
Zylia memberikan pedang kayunya. ”Sampai di sana, carikan aku busur dan panah.”
Sambil berjalan mengikuti para prajurit Zylia termenung. Sudah seminggu lewat sejak ia kehilangan ingatan, tetapi ia belum bisa mengingat apa yang sebenarnya terjadi. Cherib telah bercerita, dirinya terluka saat bertempur melawan pemberontak di utara. Itu membuatnya sedikit lega, tetapi tetap saja, belum bisa menghilangkan kegelisahannya. Ada sesuatu yang hilang, yang tidak bisa ia ingat. Sesuatu yang penting. Ia harus mencari sesuatu yang bisa mengembalikan ingatan-nya sepenuhnya. Mungkin busur dan panah, seperti kata ... pemuda itu.
Wajah Ramir terbayang di benaknya, untuk kesekian kali. Sepertinya ada sesuatu yang penting juga dengan pemuda itu. Tetapi kenapa Zylia tak bisa mengingatnya?
Zylia dan para prajuritnya tiba di Akshak tak lama setelah lewat tengah hari. Saat datang Zylia memperhatikan semua orang yang menatapnya. Ia tak mempermasalahkan para penduduk yang menatapnya seperti melihat orang yang sangat asing. Itu wajar, karena rambutnya yang berwarna perak. Zylia justru lebih merasa terganggu saat melihat tatapan para prajurit di kota ini. Saat Zylia coba tersenyum, tak seorang pun berani membalas. Orang-orang itu lebih memilih menunduk. Apakah ada sesuatu pada dirinya yang membuat mereka takut? Zylia berpikir, jangan-jangan dulu ia adalah seorang kapten yang sangat keras, dan ditakuti setiap anak buahnya. Atau bahkan, mungkin seorang kapten yang sangat dibenci.
Letnan Cherib mengajak Zylia ke sebuah tenda di sisi barat kota Akshak, tak jauh dari barisan tenda milik para prajurit. ”Kapten, ini tendamu. Istirahatlah dulu. Aku akan menemui Kapten Ibbsin. Ia komandan di Akshak. Semoga ia bisa menemuimu.”
Zylia hanya mengangguk. Begitu Cherib pergi, ia duduk di kursi yang terletak di sudut tenda. Sambil menunggu ia memperhatikan seluruh penjuru ruangan, yang berbentuk persegi berukuran dua kali dua tombak. Lebih besar dibanding tenda-tenda prajurit yang tadi dilihatnya di luar. Tenda-tenda ini menunjukkan bahwa prajurit yang mendiaminya bukanlah prajurit biasa yang bermarkas di Akshak. Cherib sebelumnya sudah menjelaskan bahwa Zylia kini membawahi dua ratus prajurit, dan termasuk di dalam seribu prajurit dari seluruh pasukan Akkadia timur yang dikumpulkan Jenderal Rahzad, sang panglima. Tetapi tentang mengapa Rahzad mengumpulkan pasukannya di sini, Zylia belum paham, atau belum ingat.
Zylia berharap Ibbsin akan bisa memberinya penjelasan, saat kapten itu datang ke tendanya tak lama kemudian. Ibbsin seorang pria bertubuh sedang, dengan tinggi hanya setelinga Zylia. Ia sudah cukup berumur, jika dilihat dari beberapa helai rambut putih di sekitar keningnya. Setelah keduanya duduk berhadapan, Zylia langsung bertanya tanpa basa-basi, ”Kapten Ibbsin, kau bisa ceritakan apa yang sedang direncanakan Jenderal Rahzad?"
”Panggil aku Ibbsin.” Lelaki itu tersenyum. ”Tentang rencana sang panglima, katanya ini untuk bersiaga dari kemungkinan serangan pasukan Elam. Walaupun aku ragu apakah orang-orang Elam berani menyeberangi Gerbang Sungai Tigris, kurasa rencana ini baik juga.”
”Gerbang Sungai Tigris? Apa itu?”
Ibbsin menatapnya dengan pandangan aneh yang sulit ditebak. ”Tampaknya kondisimu memang cukup parah, ya? Sampai tidak bisa mengingat semua ini.”
Zylia mendesah. ”Kau bisa membantuku?”
”Kujelaskan singkat saja. Di sepanjang Sungai Tigris terdapat dinding tak terlihat yang dulu diciptakan oleh para penyihir Elam, untuk memisahkan negeri kita dan negeri mereka. Satu-satunya jalan untuk menyeberangi sungai adalah melalui Gerbang Sungai Tigris, dan hanya orang yang memiliki kunci yang dapat membuka gerbang tersebut.”
”Itu menarik.”
Ibbsin tersenyum tipis. “Asal kau tahu, sebenarnya dulu tugasmulah untuk mendapatkan kunci itu, sehingga nantinya kita bisa membuka gerbang tersebut.”
”Tugasku?”
”Ya,” jawab Ibbsin hati-hati. Ia mendekat. “Zylia, kau bukan seorang kapten biasa di pasukan Akkadia. Secara resmi kau adalah pemimpin pasukan di wilayah barat, tetapi sebenarnya—ini rahasia—selama setahun terakhir kau juga mendapatkan tugas khusus yang jauh lebih penting, yang diberikan langsung oleh sang panglima.”
Zylia mulai merasa tidak nyaman. ”Tugas penting apa?”
”Menyusup masuk ke dalam pasukan pemberontak dari Ebla. Kalau kau lupa, kita dulu berhasil menghancurkan negeri di barat itu, tetapi putri raja mereka, Naia si manusia terkutuk, berhasil kabur bersama sebagian prajurit. Nah, sudah setahun kau menyusup ke sana dan menjadi bagian dari pasukan mereka. Kau penyusup yang ulung, Zylia.”
”Tunggu.” Zylia mengangkat tangannya. Informasi ini benar-benar baru pertama kali ini didengarnya. ”Sebentar ... Manusia terkutuk, kau tadi bilang?”
”Naia adalah majikan makhluk-makhluk terkutuk. Yang paling berbahaya adalah Davagni—kalau kau tidak ingat—yang telah berbuat banyak kejahatan di masa lampau. Jadi kau bisa mengerti? Putri ini seorang yang jahat.”
Zylia termangu. ”Apa hubungannya ini dengan Gerbang Sungai Tigris?”
”Naia adalah salah seorang pemegang kunci gerbang; satunya lagi Raja Javad dari Awan, negeri terbesar di Elam. Tugasmu adalah merebut kepercayaan putri ini, memancingnya kemari, lalu menangkap dan membawanya ke Gerbang Sungai Tigris. Hidup-hidup. Dia tidak berguna jika mati.”
Zylia menggeram. ”Diakah yang melukai aku?”
”Benar.” Ibbsin mengangguk. ”Entah bagaimana ia berhasil mengetahui penyamaranmu, dan melukaimu. Untunglah kau berhasil lolos lewat sungai, dan selamat sampai di sini. Tetapi ini baru mungkin, Zylia. Aku belum tahu pasti.”
”Berarti penyamaranku sudah terbongkar?” Zylia memejam, berusaha mengingat-ingat. ”Aku menyamar sebagai apa di sana?”
”Kau berhasil mendapat kepercayaan putri ini, Zylia. Di sana kau berhasil menjadi kapten, pimpinan tertinggi pasukan mereka.”
”Dan namaku di sana?”
”Alnurin. Kapten Teeza Alnurin.”
Teeza Alnurin?
Jantung Zylia berdetak kencang. Ya, betul! Sepertinya aku mengingatnya. Namaku. Jadi itu namaku di sana? Selama setahun terakhir ini?
”Kau ingat sesuatu?” Ibbsin menatapnya. Wajahnya sedikit memucat.
”Ya. Jadi itu namaku selama penyamaran?”
Ibbsin tersenyum, tampak lega. ”Benar.”
Zylia mengangguk-angguk. ”Jadi sekarang, setelah penyamaranku terbongkar, tak ada cara lain, kita harus menangkap putri ini dengan atau tanpa kekerasan, dan membawanya kemari. Begitu?”
”Ya. Walau ... aku belum yakin sejauh mana penyamaranmu terbongkar.”
”Aku tidak sabar.” Zylia mengepalkan kedua tangannya. ”Ia sudah melukaiku, dan ia harus membayarnya! Kau tahu dia ada di mana sekarang?”
”Nah, ini yang menarik.” Ibbsin mencondongkan tubuhnya lagi ke depan. ”Kita belum menemukan Putri Naia, tetapi aku yakin dia ada di Akshak sekarang.”
”Ada kejadian apa?” Zylia tertarik.
”Pertama, dua hari yang lalu pasukanku berhasil menangkap tiga penyusup, yang tampaknya adalah para prajurit dari Ebla. Sampai sekarang mereka masih membisu, belum mau membuka mulut, tetapi aku yakin kita akan bisa membuat mereka bicara nanti, dan memberitahu kita tentang rencana Putri Naia.”
”Yang kedua?”
”Kemarin sore pasukanku berhasil memergoki Putri Naia. Dia nekat datang ke kedai yang biasa dipakai para pemberontak; tidak tahu kalau kita sudah mengawasi tempat itu sejak kita berhasil menangkap tiga penyusup tadi. Tetapi sayangnya dia berhasil lolos.”
”Bagaimana bisa?”
”Dia diselamatkan beberapa orang tak dikenal. Mereka bergerak cepat dalam gelap, bagai hantu.”
”Kalian tidak menutup jalan keluar kota?” tanya Zylia heran.
Ibbsin menggeleng. ”Akshak tidak seperti Akkad, yang memiliki dinding kota dan gerbang-gerbang yang bisa kita kontrol. Di kota ini setiap orang bisa keluar masuk dari banyak celah, walau kita sudah berusaha menyebar pasukan di segala penjuru.”
”Biar aku yang mencari.”
”Tidak, Zylia. Sang panglima punya rencana lain untukmu.”
”Rencana lain?”
”Meneruskan penyamaranmu, sebagai Teeza Alnurin.”
”Tetapi kau bilang tadi penyamaranku sudah terbongkar!”
”Aku bilang tadi aku belum yakin. Kau memang mendapat luka di dada dan perutmu, tetapi seperti apa kejadian sebenarnya, kita ... ehm, maksudku, aku belum tahu.”
”Kau membuatku pusing!”
”Zylia, untuk meyakinkan apakah benar penyamaranmu sudah terbongkar, kita harus melihat apa reaksi mereka saat kau muncul kembali. Jika mereka menerimamu, berarti aman. Tetapi jika mereka menolak, berarti penyamaranmu sudah terbongkar.”
Zylia mendesah, berusaha menenangkan diri. ”Apa yang harus kulakukan?”
”Begini rencananya.” Ibbsin mendekat.
Kata demi kata meluncur keluar dari mulut Ibbsin, masuk ke telinga Zylia.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 108 Episodes
Comments
adi_nata
benar benar sekenario kebohongan yang rapi.
2023-10-08
0
John Singgih
rencana ibbsin
2021-08-23
0
Hadi Ghorib
419. like
2021-05-11
0