Bab 15 ~ Senyuman Terakhir

Akkadia : Gerbang Sungai Tigris

Bab 15 ~ Senyuman Terakhir

Karya R.D. Villam

---

Langit malam memerah benderang setiap kali Fares mengayunkan gadanya. Naia memandangi dari belakang. Fares memorak-porandakan kepungan tombak-tombak panjang di sekelilingnya, dan meremukkan setiap kepala prajurit yang berusaha mendekat. Naia sebenarnya gatal ingin menyerang pula dengan pedangnya, tetapi ia teringat kata-kata terakhir Fares yang memintanya untuk tetap di belakang.

Naia menghitung jumlah prajurit Akkadia yang mengepung mereka. Di jalanan sempit ini ada sekitar tiga puluh prajurit bertombak. Sepuluh sudah terkapar, tetapi itu baru sebagian kecil. Sebanyak apa pun musuh yang telah dijatuhkan Fares, akan ada lebih banyak lagi yang datang. Akhirnya Naia tak lagi mampu menahan diri. Ia maju sambil berseru garang. Pedangnya meliuk-liuk, menusuk dan menebas ke segala arah.

Fares menoleh, marah. ”Pergi dari sini! Pergi! Sekarang!”

Naia terhenyak. Ia kini menyadari apa yang sedang diusahakan pemuda itu. Tumpukan mayat menggunung di sebelah kiri. Rupanya pemuda itu sengaja menghancurkan sayap pasukan Akkadia, demi menciptakan jalan bagi Naia.

”Kau bagaimana?” jerit Naia khawatir.

”Aku akan menyusulmu! Pergi!”

Air mata Naia mengalir deras. Ia membuang muka dan melompati mayat-mayat di depannya. Ia berlari kencang menjauhi Fares, menyusuri jalanan sempit ke utara. Suara teriakan dan denting senjata beradu masih terdengar di belakangnya.

”Dia lari! Kejar!” suara seorang prajurit Akkadia terdengar.

Naia terkesiap, menoleh. Sosok Fares sudah tak terlihat, tetapi cahaya merah dari gadanya masih bersinar terang. Pemuda itu masih bertempur mati-matian. Para prajurit Akkadia dan tombak-tombak panjang mereka begitu banyak. Yang membuat Naia semakin ketakutan, belasan dari mereka kini berlari ke arahnya.

”Haaahhh!” Jerit kesakitan Fares terdengar.

”Fares!” Naia menjerit. Tubuhnya bergetar. Pedangnya tergenggam erat di tangan. Ingin rasanya ia membunuh semua prajurit yang lari mendekatinya. ”Mati! Mati kalian semua!”

Tubuh Naia memanas begitu amarahnya memuncak ke ubun-ubun. Matanya membara. Oh, kalau saja tidak ada benda terkutuk yang melingkari lehernya, ia pasti mampu membakar mereka semua! Tidak, Naia tahu ia tak bisa melakukannya. Juga, emosinya yang meletup-letup hanya akan menyakiti dirinya sendiri, dan menyia-nyiakan pengorbanan Fares.

Naia hanya bisa menangis, akhirnya memutar tubuh. Ia berlari, menerobos jalanan sempit dalam kegelapan malam. Beberapa kali ia menginjak batu atau menabrak benda-benda kecil di pinggir jalan: keranjang sampah, keranjang buah, atau yang lain. Tetapi sepertinya ia tetap tak mampu menjauh dari kejaran para prajurit Akkadia di belakangnya.

Sebuah kotak kayu terkutuk—entah dari mana dan apa itu—yang tergeletak di tengah jalan akhirnya membuat Naia tersungkur. Sambil terduduk Naia berpikir, bahwa hidupnya yang tak berguna tampaknya segera berakhir. Ia menatap benci para prajurit Akkadia yang mendekatinya dengan tombak teracung.

Davagni! Tiba-tiba Naia teringat. Kenapa ia tidak memanggil makhluk batu itu?

Cepat-cepat tangan kirinya menggenggam medalinya, tangan kanannya menunjuk ke tanah. Ia menunggu beberapa saat.

Kabut hitam mendadak muncul di hadapannya. Gelap bagai selimut, menutup pandangan Naia. Terduduk, gadis itu tertegun melihat kegelapan yang datang. Apakah itu Davagni yang muncul, dan kini menghalangi dengan tubuh raksasanya?

Tidak. Ini berbeda. Ini seperti ...

Derap lari prajurit Akkadia mendekat. Naia tak bisa melihat, tetapi ia bisa mendengar. Ia mengangkat pedangnya, bersiap melawan. Di luar dugaan belasan prajurit itu hanya berlari melewatinya, lalu menjauh. Kabut gelap di sekitar Naia perlahan memudar. Ia melihat sebarisan pasukan itu berbelok ke kiri di pertigaan tak jauh di depannya.

Naia melirik ke kiri dan ke kanan. Jantungnya berdetak kencang. Kabut apa tadi yang telah menolongnya, yang membuatnya tersembunyi dari penglihatan para prajurit Akkadia? Ia tadi meminta Davagni, tetapi ternyata bukan makhluk itu yang datang. Apa ini? Ada orang lain di tempat ini, dan benarkah dia kawan, bukan lawan?

Naia berjalan ke arah pertigaan. Para prajurit Akkadia sudah tak tampak, maka ia pun berlari ke arah berlawanan. Sambil menyusuri gang kembali ia bertanya-tanya kenapa Davagni tidak muncul tadi. Apakah makhluk itu terlalu jauh?

Seruan prajurit Akkadia kembali terdengar. Kali ini dari depan. “Itu dia! Tangkap!”

Naia terhenyak. Belasan prajurit bertombak menghadang di depan, semuanya berlari mendekat. Yang lebih gawat, derap lari lainnya terdengar pula jauh di belakang. Tampaknya pasukan Akkadia yang tadi terkecoh sudah sadar dan kembali ke jalan semula. Naia terjepit, ketakutan. Ia tahu, jalan keluar satu-satunya adalah berusaha menembus barisan itu.

Ia pun menjerit, "Aku tidak akan mati di sini!"

Tak ada gunanya mengikuti rasa takut. Ia harus melawan. Ia berlari menyambut serangan para prajurit. Dengan lincah Naia mengelak dari tusukan tombak. Pedangnya terayun, menebas dua kepala sekaligus. Terayun lagi, pedangnya beradu dengan tombak-tombak lainnya.

”Ghaakk! Ghaakk!”

Suara altros terkutuk itu. Dia ada lagi di sini?

Ffouutt! Ffouutt!

Suara mencurigakan lain terdengar.

Naia merasakan beberapa benda gelap meluncur di atas kepalanya. Jerit para prajurit Akkadia di depannya menyusul. Mereka roboh dengan panah tertancap di dada.

Seorang laki-laki jangkung muncul di samping Naia, disusul beberapa lainnya, turun berlompatan dari atap-atap rumah hampir tanpa suara. Seorang dari mereka—yang bertubuh jangkung pula—maju seorang diri menerobos barisan Akkadia. Tombaknya membunuh para prajurit musuh tanpa tersisa. Orang itu kemudian mengangguk, memberi tanda aman.

Laki-laki di samping Naia menarik lengan gadis itu. Mereka berlari melompati mayat-mayat prajurit Akkadia. Orang-orang misterius lainnya ikut berlari di depan, di samping, dan di belakang mereka, berusaha menjauh dari kejaran pasukan Akkadia jauh di belakang. Sambil berlari Naia kini bisa mengamati orang-orang di sekitarnya. Semua mengenakan kain panjang untuk menutupi wajah. Jelas bukan Isfan, atau prajurit Naia yang lain. Mereka berbeda. Dan orang-orang ini berlari dengan lebih rapi dan bertujuan dibandingkan dengan Naia tadi. Mereka berbelok-belok di antara rumah-rumah penduduk dengan mudahnya dalam gelap.

Naia membiarkan dirinya terus ditarik. Sambil berlari ia mendongak. Si burung altros terbang tanpa suara di atasnya. Setelah beberapa lama ia menengok ke belakang. Sudah tak terlihat lagi, dan sudah tak terdengar pula suara prajurit Akkadia yang tadi mengejar.

Di depan sebuah rumah mereka berhenti. Rumah biasa yang tak berbeda dengan rumah lain di sekitarnya. Tersengal, Naia memandang berkeliling, sambil menyelipkan pedangnya. Ada sepuluh orang, dan altros itu kini bertengger di bahu kanan laki-laki jangkung yang tadi menarik Naia. Laki-laki itu membuka pintu rumah, lalu memasang obor di samping pintu.

“Naia, istirahatlah di dalam,” kata laki-laki itu. ”Jangan khawatir, kami akan berjaga di sini. Besok kita harus segera pergi.”

“Siapa kau?” tanya Naia curiga. Tak banyak orang yang berani memanggil namanya secara langsung. Sayangnya ia belum bisa berpikir jernih. Ia belum bisa melepaskan rasa kalut dan sedihnya setelah kehilangan Fares malam ini.

“Kau tidak mengenaliku?” Laki-laki jangkung itu membuka kain penutup wajahnya dan menyampirkannya ke bahu. Dalam remang tampaklah wajah tampannya, matanya yang hitam, dan kulitnya yang berwarna cokelat gelap. Wajah penguasa muda dari Awan, kerajaan terbesar di tanah Elam.

Napas Naia tertahan. “Yang Mulia.”

Lelaki itu tersenyum. ”Sudah kubilang, kau jangan memanggilku begitu.”

”Ya.” Naia mengangguk dengan sedikit gugup. ”Javad, terima kasih, atas bantuanmu.”

”Berkat Faruk.” Javad melirik altros di bahunya. ”Dia yang memberitahu keberadaanmu di kota ini. Dia baru sebulan bersamaku, kau belum mengenalnya.” Ia memandangi Naia beberapa lama. ”Naia, aku menyesal atas semua yang terjadi padamu hari ini. Istirahatlah dulu. Kita bicara besok.”

Apa yang terjadi hari ini ...

Ya, istirahat mungkin lebih baik.

Tetapi malam itu Naia tak bisa langsung tertidur. Walau lelah menghantam tubuhnya, ia tak mampu memejamkan mata. Wajah Fares terus terbayang. Wajah polos yang seolah tak pernah sedih. Pemuda yang selalu berlagak bodoh; yang kepergiannya ternyata membuat rongga besar di hati Naia. Naia tidak bisa menangis lagi. Saat mengingat senyuman terakhir Fares, justru rasa benci yang kini timbul. Rasa benci Naia terhadap dirinya sendiri. Ia masih hidup, tetapi semua orang terdekatnya—setiap prajurit dan orang-orang yang dicintainya—sudah mati. Teeza, Fares, semuanya. Jika keberadaannya selama ini hanya mendatangkan celaka bagi semua orang, lalu sebenarnya untuk apa ia hidup?

Naia menggeram. Tubuhnya bergetar. Kedua tangannya mencengkeram kepala.

Untuk apa semua ini? Apa gunanya? Sia-sia!

Kesia-siaan itulah yang terakhir diingatnya, sebelum akhirnya ia tertidur.

Terpopuler

Comments

John Singgih

John Singgih

penyesalan naia

2021-08-22

0

Hadi Ghorib

Hadi Ghorib

like 423

2021-05-11

0

Lia Wiliani

Lia Wiliani

414

2021-01-05

0

lihat semua
Episodes
1 Prolog ~ Sejarah dan Legenda
2 Bab 1 ~ Penjelajah Mimpi
3 Bab 2 ~ Kucing Ajaib
4 Bab 3 ~ Makhluk Terkutuk
5 Bab 4 ~ Dari Kegelapan
6 Bab 5 ~ Misi dan Tugas
7 Bab 6 ~ Pemburu Malam
8 Bab 7 ~ Gada Geledek
9 Bab 8 ~ Tebing Batu
10 Bab 9 ~ Si Rambut Perak
11 Bab 10 ~ Prajurit Akkadia
12 Bab 11 ~ Sang Terpilih
13 Bab 12 ~ Kelompok Rahasia
14 Bab 13 ~ Pintu Dunia
15 Bab 14 ~ Pengundang Maut
16 Bab 15 ~ Senyuman Terakhir
17 Bab 16 ~ Permaisuri Awan
18 Bab 17 ~ Pencari Ilmu
19 Bab 18 ~ Penjaga Ilmu
20 Bab 19 ~ Penyusup
21 Bab 20 ~ Rencana Sederhana
22 Bab 21 ~ Penyelamat
23 Bab 22 ~ Anak Bodoh
24 Bab 23 ~ Pembawa Maut
25 Bab 24 ~ Jubah Putih
26 Bab 25 ~ Penyembuh
27 Bab 26 ~ Gadis Bertombak
28 Bab 27 ~ Sang Panglima
29 Bab 28 ~ Senjata Pusaka
30 Bab 29 ~ Elang Gunung
31 Bab 30 ~ Pembantaian
32 Bab 31 ~ Awal Cerita
33 Bab 32 ~ Pemegang Kunci
34 Bab 33 ~ Pegunungan Utara
35 Bab 34 ~ Pondok Kedamaian
36 Bab 35 ~ Medali Putih
37 Bab 36 ~ Kuil Ishtar
38 Bab 37 ~ Makhluk Api
39 Bab 38 ~ Pemakan Batu
40 Bab 39 ~ Pembasmi Gharoul
41 Bab 40 ~ Penjaga Kuburan
42 Bab 41 ~ Musuh Dari Utara
43 Bab 42 ~ Raja-Raja Elam
44 Bab 43 ~ Pemimpin Rakyat
45 Bab 44 ~ Taring Barion
46 Bab 45 ~ Teman Pemabuk
47 Bab 46 ~ Prajurit Terhormat
48 Bab 47 ~ Peluit Karquri
49 Bab 48 ~ Puncak Tebing
50 Bab 49 ~ Serbuan Barion
51 Bab 50 ~ Pembuka Gerbang
52 Bab 51 ~ Panglima Elam
53 Bab 52 ~ Penyergapan
54 Bab 53 ~ Menuju Pertempuran
55 Bab 54 ~ Pertempuran Berdarah
56 Bab 55 ~ Gelombang Terakhir
57 Bab 56 ~ Bergerak Maju
58 Bab 57 ~ Serangan Balik
59 Bab 58 ~ Perpecahan
60 Bab 59 ~ Penggali Dendam
61 Bab 60 ~ Sang Pembunuh
62 Bab 61 ~ Dendam Masa Lalu
63 Bab 62 ~ Pengepungan
64 Bab 63 ~ Yang Tersisa
65 Bab 64 ~ Di Ambang Kehancuran
66 Bab 65 ~ Bukit Kematian
67 Bab 66 ~ Perintah Sargon
68 Bab 67 ~ Kegagalan
69 Bab 68 ~ Pembunuh Bayaran
70 Bab 69 ~ Keinginan Raja-Raja
71 Bab 70 ~ Sandera
72 Bab 71 ~ Setelah Pembantaian
73 Bab 72 ~ Makhluk Terpilih
74 Bab 73 ~ Kubah Putih
75 Bab 74 ~ Nyanyian Malaikat
76 Bab 75 ~ Menembus Kabut
77 Bab 76 ~ Pemberontak
78 Bab 77 ~ Monster Pembunuh
79 Bab 78 ~ Persekutuan Maut
80 Bab 79 ~ Rencana Baru
81 Bab 80 ~ Syarat Pertemuan
82 Bab 81 ~ Pertaruhan Terakhir
83 Bab 82 ~ Tempat Persembunyian
84 Bab 83 ~ Pekerjaan Mengerikan
85 Bab 84 ~ Dalam Mimpi
86 Bab 85 ~ Dari Mimpi
87 Bab 86 ~ Pembuka Mimpi
88 Bab 87 ~ Peringatan
89 Bab 88 ~ Pelayan Setia
90 Bab 89 ~ Gua Gharoul
91 Bab 90 ~ Serangan Kilat
92 Bab 91 ~ Sang Dewa
93 Bab 92 ~ Musuh Favorit
94 Bab 93 ~ Semakin Dalam
95 Bab 94 ~ Sang Ratu
96 Bab 95 ~ Adik dan Kakak
97 Bab 96 ~ Pertemuan
98 Bab 97 ~ Siksaan Kabut
99 Bab 98 ~ Doa
100 Bab 99 ~ Pintu Kegelapan
101 Bab 100 ~ Melepaskan
102 Bab 101 ~ Penguasa Gua
103 Bab 102 ~ Harapan
104 Bab 103 ~ Perpisahan
105 Epilog (1) ~ Negeri Salju
106 Epilog (2) ~ Sang Pelindung
107 Epilog (3) ~ Danau Es
108 Epilog (4) ~ Dalam Cahaya
Episodes

Updated 108 Episodes

1
Prolog ~ Sejarah dan Legenda
2
Bab 1 ~ Penjelajah Mimpi
3
Bab 2 ~ Kucing Ajaib
4
Bab 3 ~ Makhluk Terkutuk
5
Bab 4 ~ Dari Kegelapan
6
Bab 5 ~ Misi dan Tugas
7
Bab 6 ~ Pemburu Malam
8
Bab 7 ~ Gada Geledek
9
Bab 8 ~ Tebing Batu
10
Bab 9 ~ Si Rambut Perak
11
Bab 10 ~ Prajurit Akkadia
12
Bab 11 ~ Sang Terpilih
13
Bab 12 ~ Kelompok Rahasia
14
Bab 13 ~ Pintu Dunia
15
Bab 14 ~ Pengundang Maut
16
Bab 15 ~ Senyuman Terakhir
17
Bab 16 ~ Permaisuri Awan
18
Bab 17 ~ Pencari Ilmu
19
Bab 18 ~ Penjaga Ilmu
20
Bab 19 ~ Penyusup
21
Bab 20 ~ Rencana Sederhana
22
Bab 21 ~ Penyelamat
23
Bab 22 ~ Anak Bodoh
24
Bab 23 ~ Pembawa Maut
25
Bab 24 ~ Jubah Putih
26
Bab 25 ~ Penyembuh
27
Bab 26 ~ Gadis Bertombak
28
Bab 27 ~ Sang Panglima
29
Bab 28 ~ Senjata Pusaka
30
Bab 29 ~ Elang Gunung
31
Bab 30 ~ Pembantaian
32
Bab 31 ~ Awal Cerita
33
Bab 32 ~ Pemegang Kunci
34
Bab 33 ~ Pegunungan Utara
35
Bab 34 ~ Pondok Kedamaian
36
Bab 35 ~ Medali Putih
37
Bab 36 ~ Kuil Ishtar
38
Bab 37 ~ Makhluk Api
39
Bab 38 ~ Pemakan Batu
40
Bab 39 ~ Pembasmi Gharoul
41
Bab 40 ~ Penjaga Kuburan
42
Bab 41 ~ Musuh Dari Utara
43
Bab 42 ~ Raja-Raja Elam
44
Bab 43 ~ Pemimpin Rakyat
45
Bab 44 ~ Taring Barion
46
Bab 45 ~ Teman Pemabuk
47
Bab 46 ~ Prajurit Terhormat
48
Bab 47 ~ Peluit Karquri
49
Bab 48 ~ Puncak Tebing
50
Bab 49 ~ Serbuan Barion
51
Bab 50 ~ Pembuka Gerbang
52
Bab 51 ~ Panglima Elam
53
Bab 52 ~ Penyergapan
54
Bab 53 ~ Menuju Pertempuran
55
Bab 54 ~ Pertempuran Berdarah
56
Bab 55 ~ Gelombang Terakhir
57
Bab 56 ~ Bergerak Maju
58
Bab 57 ~ Serangan Balik
59
Bab 58 ~ Perpecahan
60
Bab 59 ~ Penggali Dendam
61
Bab 60 ~ Sang Pembunuh
62
Bab 61 ~ Dendam Masa Lalu
63
Bab 62 ~ Pengepungan
64
Bab 63 ~ Yang Tersisa
65
Bab 64 ~ Di Ambang Kehancuran
66
Bab 65 ~ Bukit Kematian
67
Bab 66 ~ Perintah Sargon
68
Bab 67 ~ Kegagalan
69
Bab 68 ~ Pembunuh Bayaran
70
Bab 69 ~ Keinginan Raja-Raja
71
Bab 70 ~ Sandera
72
Bab 71 ~ Setelah Pembantaian
73
Bab 72 ~ Makhluk Terpilih
74
Bab 73 ~ Kubah Putih
75
Bab 74 ~ Nyanyian Malaikat
76
Bab 75 ~ Menembus Kabut
77
Bab 76 ~ Pemberontak
78
Bab 77 ~ Monster Pembunuh
79
Bab 78 ~ Persekutuan Maut
80
Bab 79 ~ Rencana Baru
81
Bab 80 ~ Syarat Pertemuan
82
Bab 81 ~ Pertaruhan Terakhir
83
Bab 82 ~ Tempat Persembunyian
84
Bab 83 ~ Pekerjaan Mengerikan
85
Bab 84 ~ Dalam Mimpi
86
Bab 85 ~ Dari Mimpi
87
Bab 86 ~ Pembuka Mimpi
88
Bab 87 ~ Peringatan
89
Bab 88 ~ Pelayan Setia
90
Bab 89 ~ Gua Gharoul
91
Bab 90 ~ Serangan Kilat
92
Bab 91 ~ Sang Dewa
93
Bab 92 ~ Musuh Favorit
94
Bab 93 ~ Semakin Dalam
95
Bab 94 ~ Sang Ratu
96
Bab 95 ~ Adik dan Kakak
97
Bab 96 ~ Pertemuan
98
Bab 97 ~ Siksaan Kabut
99
Bab 98 ~ Doa
100
Bab 99 ~ Pintu Kegelapan
101
Bab 100 ~ Melepaskan
102
Bab 101 ~ Penguasa Gua
103
Bab 102 ~ Harapan
104
Bab 103 ~ Perpisahan
105
Epilog (1) ~ Negeri Salju
106
Epilog (2) ~ Sang Pelindung
107
Epilog (3) ~ Danau Es
108
Epilog (4) ~ Dalam Cahaya

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!