Akkadia : Gerbang Sungai Tigris
Bab 17 ~ Pencari Ilmu
Karya R.D. Villam
---
Ramir melempar kerikil di tangan kanannya. Batu itu mencelat tiga kali di atas permukaan air sungai sebelum akhirnya tenggelam. Hilang. Hanyut. Kosong. Cocok dengan perasaannya saat ini.
”Miaawwrr.”
Ramir menoleh. Seekor kalyx duduk di atas batu tak jauh darinya. Ramir beradu pandang dengan mata hijau hewan itu yang terus menatapnya tanpa berkedip.
Benar-benar mata yang mirip, dengan ...
”Gara-gara kau!” Ramir berseru kesal, begitu menyadari mata siapa yang terbayang olehnya. ”Kau yang dulu memintaku datang! Buat apa? Sekarang dia sudah pergi, tidak peduli lagi padaku, tidak peduli lagi pada kalian. Puas?”
”Mrraawwrr!” Suara kucing lain terdengar dari sebelah kanan. Ramir menoleh, menatap hewan kecil yang kini duduk di sebelahnya sambil menyeringai.
”Wah, wah, Ramir,” hewan kecil itu berbicara, ”kenapa kau terus menyalahkan teman kita ini? Ia juga sama sedihnya denganmu.”
”Aku tidak sedih,” tukas Ramir sambil membuang muka.
”Kau tidak bisa membohongi Toulip.”
”Apa yang kau tahu? Baru datang bicara seperti itu! Kau pergi sejak hari pertama kita menemukan dia. Kau tidak tahu apa-apa!”
”Kalau begitu, ceritakanlah.”
”Percuma.” Ramir melempar sebuah batu lagi ke sungai. ”Dia sudah pergi kemarin, bersama para prajurit Akkadia. Tetapi, ya, kupikir kau mungkin juga sudah tahu semuanya, dengan caramu sendiri, Toulip."
”Jadi kau tidak mau cerita?”
”Buat apa?”
”Kau tahu apa yang kaurasakan, Ramir?” Toulip menyeringai. ”Menurut Toulip, kau menyukai manusia perempuan ini.”
”Apa? Tidak!” Ramir mengusap-usap kepalanya.
”Itu wajar. Toulip tahu apa yang disukai manusia lelaki pada manusia perempuan. Boleh saja dia lebih tua darimu, tetapi dia cantik, dan ... besar."
”Diam!”
”Tidak usah pura-pura.” Kucing itu tertawa. ”Dengar, semakin suka kau pada manusia perempuan, kau akan semakin sedih saat kehilangan dirinya.”
”Hentikan! Aku tak mau membicarakannya lagi!”
”Tetapi Toulip punya informasi penting tentang dia, seperti yang Toulip janjikan dulu.” Toulip berkata perlahan, ”Tentang Sang Penjaga Ilmu.”
”Terlambat. Dia sudah pergi! Aku tidak akan bisa memberitahunya.”
”Kau benar-benar tidak ingin mengetahuinya?”
Ramir menoleh dan memandangi kucing itu, yang sepertinya benar-benar menyimpan sesuatu yang menarik. ”Baik. Mudah-mudahan memang lebih baik daripada yang disampaikan para kalyx.”
”Hei, berilah sedikit hormat pada mereka,” Toulip menegur. ”Kalyx adalah jenis kucing paling tua. Istilah ’Sang Penjaga Ilmu’ sudah disampaikan oleh leluhur mereka dalam masa yang tak mungkin bisa kaubayangkan. Mereka bisa merasakan keberadaan Sang Penjaga Ilmu, dan mereka selalu percaya dengan hal itu.”
”Jadi memang hanya mereka yang tahu?”
”Sayangnya para kalyx juga tidak bisa memberitahu kita lebih banyak. Kita harus mencari informasi lain. Makanya berhari-hari Toulip berlari ke seluruh penjuru negeri, mencari hewan lain yang bisa memberi informasi itu.”
”Dan?” Ramir mulai tertarik.
”Ternyata mereka malah tidak tahu istilah itu.”
”Apa? Ini informasi penting yang kaubawa, Toulip?” Ramir menjulurkan lidahnya kesal. ”Benar-benar menggembirakan!”
”Tetapi ada satu yang tahu. Burung hantu kelabu di utara.”
”Burung hantu kelabu?” sahut Ramir malas.
”Wah, Ramir, Toulip bertemu satu saat tengah malam. Di hutan! Dan dia mengira Toulip seekor tikus! Kau bisa bayangkan? Seekor tikus! Benar-benar memalukan!”
”Lalu bagaimana?” tanya Ramir tak sabar.
”Ya, begitulah, akhirnya burung itu minta maaf. Dia bilang memakan kucing akan merusak pencernaannya. Hah! Lucu.”
”Toulip ...” sahut Ramir gemas.
”Ya, ya.” Toulip mengibaskan kaki depannya. ”Toulip lalu bertanya, apa dia tahu tentang Sang Penjaga Ilmu. Pertama mendengar, ia curiga, tetapi ketika Toulip menyebut kalyx, tampaknya ia senang. Kelihatannya kedua kaum itu mengenal baik, Toulip baru tahu itu. Hewan-hewan aneh. Sama-sama berbulu kelabu, sama-sama aneh.”
”Lalu?”
”Dia bilang, ada seseorang yang tahu apa yang dimaksud dengan ’Sang Penjaga Ilmu’. Di utara, di lereng Pegunungan Zagros.”
Ramir menatap Toulip beberapa lama, menunggu apakah hewan itu akan memberi informasi tambahan, tetapi ternyata dia tetap diam. ”Itu saja?”
”Itu informasi penting, kan?”
”Oh ... Iya ... Penting sekali!" Ramir menggeleng kesal. "Terus apa artinya itu?"
”Artinya, kau yang harus mencari tahu selanjutnya, Ramir.”
”Maksudmu?”
Toulip menyeringai. ”Kau harus ke sana.”
”Aku? Pergi ke pegunungan itu?! Aku tak tahu seberapa jauhnya tempat itu. Mungkin perlu waktu berhari-hari, atau berminggu-minggu. Di sana juga ada bangsa barbar, orang-orang Gutia. Kau gila, Toulip!”
”Tetapi kau harus, Ramir.”
”Apa maksudmu aku harus?”
”Para kalyx sudah memilihmu. Juga burung hantu kelabu, mereka senang saat Toulip ceritakan, bahwa kaulah yang telah dipilih para kalyx.”
”Mereka itu lebih gila dibanding kau!” Ramir semakin kalap. ”Memilihku sebagai apa?”
Toulip mendekatkan wajahnya, meringis. ”Sang Pencari Ilmu.”
”Sang Pencari Ilmu?”
”Itu istilah mereka untukmu.”
”Para kalyx tidak memilihku! Kebetulan saja saat itu aku orang terdekat di sungai ini, yang bisa membantu mereka menolong dia!”
”Tidak, tidak, Ramir. Mereka memilihmu.”
”Kau benar-benar sudah gila. Ini semua gila! Apa gunanya ini buatku? Apa gunanya aku mencari tahu soal Sang Penjaga Ilmu?”
”Mungkin kita baru tahu apa gunanya setelah kau mendapatkan ilmu yang kaucari. Pencari Ilmu. Mengerti maksudku? Tampaknya itu sesuatu yang sangat penting.”
Ramir menggeleng sekeras-kerasnya. ”Aku cuma pemuda desa biasa.”
”Pemuda desa biasa? Yang masih kecil? Bukan manusia dewasa, atau bangsawan yang luar biasa dan hebat-hebat? Lucu, padahal baru beberapa hari lalu sepertinya Toulip mendengar kau bertanya, mengapa kau punya kemampuan untuk menjelajahi mimpi, atau bicara dengan Toulip? Nah, Ramir, mungkin kau akan menemukan jawabannya sekarang. Mungkin sebenarnya kau adalah manusia yang luar biasa, bukan hanya pemuda desa biasa.”
”Kau berlebihan.”
”Toulip sudah cukup berbicara,” kata kucing itu tenang. “Toulip tahu, tak akan bisa mempengaruhi pikiranmu. Hanya hatimu sendirilah yang bisa melakukannya.”
Ramir menarik napas panjang, memperhatikan sebatang pohon tua yang terbawa hanyut di sungai. Sesaat ia membayangkan dirinya seperti batang pohon itu. Haruskah ia membiarkan diri terbawa arus, mengikutinya, tanpa perlu melawan semua ini?
”Tanya dirimu sendiri, Ramir,” Toulip berkata lagi. ”Apa yang kau lihat?”
Ramir menggeleng, menunjukkan ketidakpercayaannya, tetapi ia mengikuti saran Toulip. Baik, apa yang ia lihat sekarang? Penjaga Ilmu, Pencari Ilmu, semuanya istilah aneh dan tidak bisa dimengerti. Apa urusannya ia dengan semua itu? Mengapa hal itu penting baginya? Atau bagi orang lain?
Lalu muncul wajah itu, yang menawan, berkulit putih, dengan mata hijau cemerlang dan rambut perak yang berkibar menyelimutinya dari belakang. Hati Ramir berubah gundah.
”Apa yang kau lihat, Ramir?”
”Dia lagi.” Ramir membuka matanya. ”Aku tidak tahu ... mengapa.”
”Hanya kau yang tahu kenapa. Menurut Toulip sederhana saja, betapapun kau ingin melupakan dia, dalam hatimu kau ingin melihat wajahnya lagi.”
”Dia sudah kembali menjadi prajurit Akkadia. Sudah kembali ke dunianya, dan mungkin sudah melupakan kita. Mengapa kita masih mencoba berurusan lagi dengannya?”
”Ya, betul.” Toulip menyeringai. ”Apa pentingnya dia bagimu? Manusia perempuan tak tahu balas budi. Prajurit Akkadia yang telah membunuh banyak manusia lainnya!”
”Jangan sembarangan bicara! Mungkin dia tidak seperti itu!”
Toulip tertawa. ”Nah! Akhirnya kau bisa jujur. Kau berharap dia tidak seperti itu. Tetapi bagaimana kau tahu dia tidak begitu?"
Ramir menggeleng kecil. ”Aku tidak tahu.”
”Tetapi kau ingin tahu. Di dalam hatimu ...” Toulip mengangkat cakarnya dan menunjuk Ramir, ”... kau percaya dia tidak begitu."
”Tidakkah menurutmu itu bodoh?” Ramir membantah. ”Sudah jelas para prajurit Akkadia itu bilang kalau dia adalah kapten mereka.”
Toulip manggut-manggut. ”Seringkali apa yang terjadi tak seperti yang terlihat. Mungkin ada sesuatu yang lain, yang kita tidak tahu. Atau, sesuatu yang dia tidak tahu."
”Yang dia tidak tahu?” Kening Ramir berkerut. ”Maksudmu, tentang siapa dirinya? Sebagai Penjaga Ilmu? Atau sebagai prajurit Akkadia?”
”Pikirkan ini baik-baik. Kau melihat dia dalam mimpimu. Apa yang kau lihat, bisa jadi itulah dirinya yang sebenarnya, dan itulah yang pertama kali menghubungkanmu dengan dirinya.”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 108 Episodes
Comments
adi_nata
ketika seekor kucing lebih bijaksana dari manusia.
2023-10-08
0
John Singgih
informasi yang malah bikin bingung
2021-08-22
0
Hadi Ghorib
416 like like. ........
2021-05-11
0