Bab 8 ~ Tebing Batu

Akkadia : Gerbang Sungai Tigris

Bab 8 ~ Tebing Batu

Karya R.D. Villam

- - -

”Tidak apa ....” Naia berkata lirih. ”Aku ... hanya memar, di punggungku ...”

Fares tak bisa langsung percaya. Ia takut ada tulang rusuk gadis itu yang patah, yang membuat napasnya tersengal. ”Kau mau aku memeriksanya?”

Sebenarnya Fares malu bertanya seperti itu. Bagaimana bisa ia memeriksa tubuh seorang perempuan? Kalau saja ada Teeza, pasti takkan ada masalah. Teeza juga mempunyai cukup pengetahuan di bidang pengobatan.

”Terima kasih, aku baik-baik saja.” Naia coba duduk, tetapi kemudian bersandar lagi. ”Kurasa, aku harus istirahat dulu ...”

”Letnan Isfan,” seorang prajurit memanggil. ”Kita dalam bahaya!”

Lagi? Fares menatap ke utara, ke celah tebing yang telah mereka lewati sebagian. Setitik cahaya tampak di kejauhan, semakin lama semakin besar, semakin dekat.

”Obor,” kata Isfan setengah berbisik. ”Pasukan Akkadia.”

”Mereka mendengar suara gadaku?”

”Pasti. Tetapi tampaknya mereka juga tak mau gegabah, dan berjalan dengan hati-hati. Kita harus segera pergi!”

”Mereka bisa mengejar kita dengan mudah,” Naia yang masih terduduk berkata pelan. ”Kita butuh bantuan.”

”Apa ... sinar putihmu itu bisa membantu?” tanya Fares ragu.

Naia menatapnya beberapa saat, seolah menyelidik sampai sejauh mana Fares tahu mengenai sinar putih tadi, lalu menggeleng. ”Ini hanya berpengaruh pada makhluk kegelapan, itu pun tak banyak. Tapi ... ada yang bisa membantu kita. Kuharap ...”

Fares dan prajurit lainnya saling memandang. Mata Naia terpejam, tetapi gadis itu masih sadar. Tangan kirinya menggenggam erat benda di depan dadanya, tangan kanannya menunjuk dinding tebing di seberangnya. Bisikan lirihnya terdengar.

Tampak sesuatu bergerak di tengah kegelapan. Angin berhembus kencang. Sebelum Fares dan para prajurit sadar, sesosok tubuh raksasa sudah berdiri tegak di hadapan mereka. Bentuk tubuhnya tidak terlihat jelas dalam gelap, tetapi suaranya yang berat terdengar jernih.

”Tuan Putri, akhirnya kau mau juga memanggil hamba? Baru setelah terdesak?”

”Terima kasih, kau tetap mau datang,” Naia menjawab. ”Kau bisa membantuku, ... Davagni?”

Fares merasakan bulu kuduknya berdiri. Sebelumnya ia sempat bertanya pada Teeza, di mana makhluk itu berada selama enam bulan ini, dan sekarang ia hadir.

Fares lega jika Davagni memang bisa membantu, tetapi tetap saja, sampai kapan pun, ia tak bisa menghilangkan ketakutannya jika berada di dekat makhluk mengerikan itu.

”Tentu,” Davagni menjawab dengan ringan. “Tetapi sebelumnya, bagaimana kabarmu?”

Semua menunggu. Tak terdengar jawaban Naia. Mata gadis itu terpejam, kedua tangannya terkulai di samping.

”Tuan Putri!” Fares mencengkeram bahunya. ”Tuan Putri!”

”Dia pingsan?” Isfan berjongkok di sampingnya.

Fares menekan jari telunjuknya ke pergelangan Naia, sedikit lega. ”Hanya pingsan. Tetapi ini sudah yang kedua kalinya malam ini.” Ia menggeleng-geleng khawatir.

”Dia baru saja menggunakan medalinya?” tanya Davagni. ”Itu membuatnya lemah. Tapi dia baik-baik saja. Dan sebaiknya kalian pergi. Para barion ini, biarlah menjadi urusan hamba.”

Fares memperhatikan titik cahaya yang semakin dekat. Jarak barion-barion itu tinggal empat puluh tombak, namun tampaknya hewan-hewan buas itu belum menyadari secara pasti keberadaan Fares dan rekan-rekannya. Pasukan Akkadia masih bergerak lambat dalam gelap. Tetapi mestinya tak lama lagi mereka akan tahu dan kemudian bergerak secepat angin.

Fares mengaitkan gadanya ke pinggang, lalu menggendong tubuh Naia di depannya. Ia menoleh ke arah Isfan. ”Kita pergi?”

Isfan termangu sesaat, lalu menoleh dan berkata dengan canggung pada Davagni, ”Benar kau tidak butuh bantuan kami?”

Makhluk itu menyeringai seram. ”Kalian pemberani, tetapi terima kasih, hamba tidak butuh bantuan kalian. Pergilah. Dan kau, Gada Geledek, keselamatan Putri Naia adalah tanggung jawabmu sekarang. Hamba harap kau bisa menggunakan senjata itu lebih baik dibanding almarhum ayahmu.”

”Apa?” Fares melotot. ”Apa maksudmu?”

Davagni tertawa kecil. Matanya berkilat licik. ”Hamba pengagum Hadar Faradan. Dia pengawal terkuat yang pernah dimiliki keluarga Damu. Tetapi justru itulah yang membuat hamba tidak mengerti, bagaimana bisa dia kehilangan senjatanya dengan begitu mudah di hadapan segelintir pembunuh Akkadia, sehingga akhirnya ayah gadis di pelukanmu itu kehilangan nyawa.”

”Cukup!” Fares menggeram penuh amarah. ”Aku tak sudi mendengar kata-katamu!”

”Fares, tidak usah dengarkan dia. Dia hanya ingin mempermainkanmu, membuatmu emosi. Ia telah mempermainkan banyak orang sebelum ini.” Isfan melirik sebentar ke arah Davagni, lalu berkata lagi pada para prajurit, ”Ayo pergi, dan mari kita berharap semoga makhluk terkutuk ini memang benar-benar bisa dipercaya.”

Fares telanjur marah, sedih, malu. Ia tahu, walau apa pun yang terjadi, semua orang tetap menghormati almarhum ayahnya. Ayahnya telah banyak berjasa di masa lampau, dan karenanya semua orang bisa memaafkan kesalahannya saat gagal melindungi tuannya. Bahkan Naia pun tetap menghormati ayahnya sampai sekarang, dan tak pernah mengungkit-ungkit lagi soal itu. Fares tak menyangka Davagni malah membicarakannya di saat-saat genting. Apa sebenarnya maksud makhluk terkutuk itu? Benar-benar menyebalkan.

Mereka berjalan menuju sungai, cukup jauh dan lama. Namun sepertinya belum terjadi apa-apa di belakang. Fares berhenti sejenak dan menoleh. Para barion sebentar lagi akan menemukan mayat-mayat gharoul dan beberapa rekan Fares di sana, tetapi Davagni belum melakukan apa-apa. Fares mulai ragu. Apakah makhluk itu bisa dipercaya?

Kemudian, tiba-tiba sesuatu terjadi di atas tebing. Bumi bergoncang. Benda-benda gelap berguguran.

”Longsor!” jeritan orang-orang Akkadia di kejauhan terdengar.

Fares dan yang lainnya tercengang.

Batu-batu besar berguling cepat menuruni tebing. Suara gemuruh terdengar begitu batu-batu itu menghantam tanah, dan juga pasukan barion di bawahnya. Gelombang debu dan batu yang beterbangan bahkan menerpa Fares dan rekan-rekannya yang sudah berdiri jauh. Fares memunggunginya, berusaha melindungi Naia dari hempasan debu dan batu-batu kecil yang terlontar ke arah mereka.

Begitu longsor reda, serta debu-debu tebal perlahan lenyap, Fares mendongak ke puncak tebing di belakangnya. ”Davagni? Dia yang menjatuhkan semuanya?”

”Ya siapa lagi ... yang bisa menjatuhkan batu-batu seperti itu?” Isfan menyahut, lalu terbatuk-batuk.

”Apa semua barion tertimbun?” tanya Fares ragu.

Isfan menggeleng. ”Mungkin cukup banyak, tetapi tidak semua. Yang pasti Rahzad takkan tinggal diam. Ia akan membalas Davagni. Mereka mungkin akan bertempur hebat di sana, dan itu tidak akan menyenangkan buat kita. Ayo, sungai tak jauh lagi di depan.”

Seolah menyahut, dari jauh kembali terdengar suara menakutkan itu, "Ow-ouuwgh! Ow-ouuwgh! Ow-ouuwgh!"

Fares mendengus. "Kedengarannya mereka masih cukup banyak."

Ia dan rekan-rekannya buru-buru berjalan, berusaha tak mempedulikan pertempuran yang mungkin terjadi di belakang. Semakin dekat ke ujung selatan, jalan tampak semakin terang, karena kedua tebing yang mengapitnya semakin rendah.

Akhirnya mereka sampai di sebuah tanah lapang berbatu-batu. Arus deras Sungai Tigris terdengar. Mereka berlari ke balik batu besar. Di sampingnya mengalir sungai gelap dengan tepian seberang yang tak terlihat, dan arus yang bergerak ke selatan.

Sebuah perahu sepanjang lima tombak tertambat, dan dayung-dayungnya juga sudah tersedia. Tetapi tak ada seorang pun di dekatnya.

"Keparat." Isfan memandang berkeliling. "Di mana Habik? Cari dia."

Keempat prajuritnya berpencar, sementara Fares memegang erat tubuh Naia dalam gendongannya. Ia menunggu di samping perahu bersama Isfan, hanya bisa menggerutu khawatir, "Apa lagi sekarang? Benar-benar malam yang menyenangkan!"

Fares sudah kehilangan lima orang temannya lagi malam ini. Apa lagi yang bisa lebih buruk? Kehilangan nyawanya sendiri, atau kehilangan nyawa Naia? Siapa yang akan mati setelah ini?

Untunglah ternyata mereka tak harus lama menunggu. Dari balik semak belukar keempat prajurit muncul mendorong seorang lelaki lain yang berjalan terhuyung-huyung.

Mereka berseru, "Kita menemukan dia! Dia tertidur!"

"Habik, apa yang kaulakukan?" Isfan yang naik pitam berusaha menahan amarah. "Kau tak tahu kita semua sedang dalam bahaya?"

Wajah lelaki berjanggut yang baru datang itu tampak polos tanpa dosa. ”Aku ... aku juga bingung, Letnan,” jawabnya ragu. “Tadi aku buang air di balik pepohonan itu, dan tiba-tiba saja aku mengantuk, dan akhirnya tertidur di sana.”

Plak!

Telapak tangan Isfan mendarat di wajah Habik.

Mata sang letnan melotot. ”Kurang ajar! Tertidur saat buang air? Kau tak bisa berbohong lebih baik? Bangsat. Kau tertidur dalam tugas! Beruntung kau, kapten tidak ada di sini. Jika tidak dia akan menendang pantatmu habis-habisan hingga kau tak akan bisa tidur dan buang air lagi selama tiga hari!”

”Sudahlah,” kata Fares menengahi, walau sebenarnya juga kesal. ”Mungkin dia benar-benar lelah. Kita bicarakan itu nanti saja.”

Fares meletakkan tubuh Naia di atas perahu, dan ia duduk tepat di belakang gadis itu. Habik dan dua prajurit duduk di depan, sementara Isfan dan dua prajurit yang lain duduk di belakang.

Saat mereka mulai bergerak menyusuri sungai, Habik sempat menoleh sejenak ke belakang, ke arah Naia.

Fares berani bersumpah, ia bisa melihat tatapan mata Habik yang mencurigakan saat itu.

Terpopuler

Comments

John Singgih

John Singgih

ada hal yang mencurigakan tentang habik

2021-08-15

0

Hadi Ghorib

Hadi Ghorib

faforit 3464

like 447

2021-05-11

0

ALFA

ALFA

Adakah novel lain sebelumnya yg berhubungan dengan novel ini

2020-02-08

1

lihat semua
Episodes
1 Prolog ~ Sejarah dan Legenda
2 Bab 1 ~ Penjelajah Mimpi
3 Bab 2 ~ Kucing Ajaib
4 Bab 3 ~ Makhluk Terkutuk
5 Bab 4 ~ Dari Kegelapan
6 Bab 5 ~ Misi dan Tugas
7 Bab 6 ~ Pemburu Malam
8 Bab 7 ~ Gada Geledek
9 Bab 8 ~ Tebing Batu
10 Bab 9 ~ Si Rambut Perak
11 Bab 10 ~ Prajurit Akkadia
12 Bab 11 ~ Sang Terpilih
13 Bab 12 ~ Kelompok Rahasia
14 Bab 13 ~ Pintu Dunia
15 Bab 14 ~ Pengundang Maut
16 Bab 15 ~ Senyuman Terakhir
17 Bab 16 ~ Permaisuri Awan
18 Bab 17 ~ Pencari Ilmu
19 Bab 18 ~ Penjaga Ilmu
20 Bab 19 ~ Penyusup
21 Bab 20 ~ Rencana Sederhana
22 Bab 21 ~ Penyelamat
23 Bab 22 ~ Anak Bodoh
24 Bab 23 ~ Pembawa Maut
25 Bab 24 ~ Jubah Putih
26 Bab 25 ~ Penyembuh
27 Bab 26 ~ Gadis Bertombak
28 Bab 27 ~ Sang Panglima
29 Bab 28 ~ Senjata Pusaka
30 Bab 29 ~ Elang Gunung
31 Bab 30 ~ Pembantaian
32 Bab 31 ~ Awal Cerita
33 Bab 32 ~ Pemegang Kunci
34 Bab 33 ~ Pegunungan Utara
35 Bab 34 ~ Pondok Kedamaian
36 Bab 35 ~ Medali Putih
37 Bab 36 ~ Kuil Ishtar
38 Bab 37 ~ Makhluk Api
39 Bab 38 ~ Pemakan Batu
40 Bab 39 ~ Pembasmi Gharoul
41 Bab 40 ~ Penjaga Kuburan
42 Bab 41 ~ Musuh Dari Utara
43 Bab 42 ~ Raja-Raja Elam
44 Bab 43 ~ Pemimpin Rakyat
45 Bab 44 ~ Taring Barion
46 Bab 45 ~ Teman Pemabuk
47 Bab 46 ~ Prajurit Terhormat
48 Bab 47 ~ Peluit Karquri
49 Bab 48 ~ Puncak Tebing
50 Bab 49 ~ Serbuan Barion
51 Bab 50 ~ Pembuka Gerbang
52 Bab 51 ~ Panglima Elam
53 Bab 52 ~ Penyergapan
54 Bab 53 ~ Menuju Pertempuran
55 Bab 54 ~ Pertempuran Berdarah
56 Bab 55 ~ Gelombang Terakhir
57 Bab 56 ~ Bergerak Maju
58 Bab 57 ~ Serangan Balik
59 Bab 58 ~ Perpecahan
60 Bab 59 ~ Penggali Dendam
61 Bab 60 ~ Sang Pembunuh
62 Bab 61 ~ Dendam Masa Lalu
63 Bab 62 ~ Pengepungan
64 Bab 63 ~ Yang Tersisa
65 Bab 64 ~ Di Ambang Kehancuran
66 Bab 65 ~ Bukit Kematian
67 Bab 66 ~ Perintah Sargon
68 Bab 67 ~ Kegagalan
69 Bab 68 ~ Pembunuh Bayaran
70 Bab 69 ~ Keinginan Raja-Raja
71 Bab 70 ~ Sandera
72 Bab 71 ~ Setelah Pembantaian
73 Bab 72 ~ Makhluk Terpilih
74 Bab 73 ~ Kubah Putih
75 Bab 74 ~ Nyanyian Malaikat
76 Bab 75 ~ Menembus Kabut
77 Bab 76 ~ Pemberontak
78 Bab 77 ~ Monster Pembunuh
79 Bab 78 ~ Persekutuan Maut
80 Bab 79 ~ Rencana Baru
81 Bab 80 ~ Syarat Pertemuan
82 Bab 81 ~ Pertaruhan Terakhir
83 Bab 82 ~ Tempat Persembunyian
84 Bab 83 ~ Pekerjaan Mengerikan
85 Bab 84 ~ Dalam Mimpi
86 Bab 85 ~ Dari Mimpi
87 Bab 86 ~ Pembuka Mimpi
88 Bab 87 ~ Peringatan
89 Bab 88 ~ Pelayan Setia
90 Bab 89 ~ Gua Gharoul
91 Bab 90 ~ Serangan Kilat
92 Bab 91 ~ Sang Dewa
93 Bab 92 ~ Musuh Favorit
94 Bab 93 ~ Semakin Dalam
95 Bab 94 ~ Sang Ratu
96 Bab 95 ~ Adik dan Kakak
97 Bab 96 ~ Pertemuan
98 Bab 97 ~ Siksaan Kabut
99 Bab 98 ~ Doa
100 Bab 99 ~ Pintu Kegelapan
101 Bab 100 ~ Melepaskan
102 Bab 101 ~ Penguasa Gua
103 Bab 102 ~ Harapan
104 Bab 103 ~ Perpisahan
105 Epilog (1) ~ Negeri Salju
106 Epilog (2) ~ Sang Pelindung
107 Epilog (3) ~ Danau Es
108 Epilog (4) ~ Dalam Cahaya
Episodes

Updated 108 Episodes

1
Prolog ~ Sejarah dan Legenda
2
Bab 1 ~ Penjelajah Mimpi
3
Bab 2 ~ Kucing Ajaib
4
Bab 3 ~ Makhluk Terkutuk
5
Bab 4 ~ Dari Kegelapan
6
Bab 5 ~ Misi dan Tugas
7
Bab 6 ~ Pemburu Malam
8
Bab 7 ~ Gada Geledek
9
Bab 8 ~ Tebing Batu
10
Bab 9 ~ Si Rambut Perak
11
Bab 10 ~ Prajurit Akkadia
12
Bab 11 ~ Sang Terpilih
13
Bab 12 ~ Kelompok Rahasia
14
Bab 13 ~ Pintu Dunia
15
Bab 14 ~ Pengundang Maut
16
Bab 15 ~ Senyuman Terakhir
17
Bab 16 ~ Permaisuri Awan
18
Bab 17 ~ Pencari Ilmu
19
Bab 18 ~ Penjaga Ilmu
20
Bab 19 ~ Penyusup
21
Bab 20 ~ Rencana Sederhana
22
Bab 21 ~ Penyelamat
23
Bab 22 ~ Anak Bodoh
24
Bab 23 ~ Pembawa Maut
25
Bab 24 ~ Jubah Putih
26
Bab 25 ~ Penyembuh
27
Bab 26 ~ Gadis Bertombak
28
Bab 27 ~ Sang Panglima
29
Bab 28 ~ Senjata Pusaka
30
Bab 29 ~ Elang Gunung
31
Bab 30 ~ Pembantaian
32
Bab 31 ~ Awal Cerita
33
Bab 32 ~ Pemegang Kunci
34
Bab 33 ~ Pegunungan Utara
35
Bab 34 ~ Pondok Kedamaian
36
Bab 35 ~ Medali Putih
37
Bab 36 ~ Kuil Ishtar
38
Bab 37 ~ Makhluk Api
39
Bab 38 ~ Pemakan Batu
40
Bab 39 ~ Pembasmi Gharoul
41
Bab 40 ~ Penjaga Kuburan
42
Bab 41 ~ Musuh Dari Utara
43
Bab 42 ~ Raja-Raja Elam
44
Bab 43 ~ Pemimpin Rakyat
45
Bab 44 ~ Taring Barion
46
Bab 45 ~ Teman Pemabuk
47
Bab 46 ~ Prajurit Terhormat
48
Bab 47 ~ Peluit Karquri
49
Bab 48 ~ Puncak Tebing
50
Bab 49 ~ Serbuan Barion
51
Bab 50 ~ Pembuka Gerbang
52
Bab 51 ~ Panglima Elam
53
Bab 52 ~ Penyergapan
54
Bab 53 ~ Menuju Pertempuran
55
Bab 54 ~ Pertempuran Berdarah
56
Bab 55 ~ Gelombang Terakhir
57
Bab 56 ~ Bergerak Maju
58
Bab 57 ~ Serangan Balik
59
Bab 58 ~ Perpecahan
60
Bab 59 ~ Penggali Dendam
61
Bab 60 ~ Sang Pembunuh
62
Bab 61 ~ Dendam Masa Lalu
63
Bab 62 ~ Pengepungan
64
Bab 63 ~ Yang Tersisa
65
Bab 64 ~ Di Ambang Kehancuran
66
Bab 65 ~ Bukit Kematian
67
Bab 66 ~ Perintah Sargon
68
Bab 67 ~ Kegagalan
69
Bab 68 ~ Pembunuh Bayaran
70
Bab 69 ~ Keinginan Raja-Raja
71
Bab 70 ~ Sandera
72
Bab 71 ~ Setelah Pembantaian
73
Bab 72 ~ Makhluk Terpilih
74
Bab 73 ~ Kubah Putih
75
Bab 74 ~ Nyanyian Malaikat
76
Bab 75 ~ Menembus Kabut
77
Bab 76 ~ Pemberontak
78
Bab 77 ~ Monster Pembunuh
79
Bab 78 ~ Persekutuan Maut
80
Bab 79 ~ Rencana Baru
81
Bab 80 ~ Syarat Pertemuan
82
Bab 81 ~ Pertaruhan Terakhir
83
Bab 82 ~ Tempat Persembunyian
84
Bab 83 ~ Pekerjaan Mengerikan
85
Bab 84 ~ Dalam Mimpi
86
Bab 85 ~ Dari Mimpi
87
Bab 86 ~ Pembuka Mimpi
88
Bab 87 ~ Peringatan
89
Bab 88 ~ Pelayan Setia
90
Bab 89 ~ Gua Gharoul
91
Bab 90 ~ Serangan Kilat
92
Bab 91 ~ Sang Dewa
93
Bab 92 ~ Musuh Favorit
94
Bab 93 ~ Semakin Dalam
95
Bab 94 ~ Sang Ratu
96
Bab 95 ~ Adik dan Kakak
97
Bab 96 ~ Pertemuan
98
Bab 97 ~ Siksaan Kabut
99
Bab 98 ~ Doa
100
Bab 99 ~ Pintu Kegelapan
101
Bab 100 ~ Melepaskan
102
Bab 101 ~ Penguasa Gua
103
Bab 102 ~ Harapan
104
Bab 103 ~ Perpisahan
105
Epilog (1) ~ Negeri Salju
106
Epilog (2) ~ Sang Pelindung
107
Epilog (3) ~ Danau Es
108
Epilog (4) ~ Dalam Cahaya

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!