Suasana pedesaan yang damai dan membuat mata lelah menjadi segar dengan melihat hijaunya beragam tanaman yang menjadi sumber nafkah para petani. Sepanjang jalan kedua bocah kecil yang duduk di bangku belakang tidak berhenti bicara. Arista yang seperti ponsel penuh daya, bercerita kesana kemari atau bertanya ini dan itu. Sementara Arya lebih banyak menikmati pemandangan desa yang baru kali ini dia lihat dan sesekali bertanya.
Rangga yang sibuk dengan setirnya sesekali menjawab pertanyaan putra dan putrinya. Ngarsinah lebih banyak berperan menjelaskan apapun yang ditanyakan gadis kecil itu tentang tanaman atau kegiatan para petani.
“Mama bisa nyangkul juga?” tanya Arista ingin tahu. “Bisa dong, kan mama dulu juga punya sawah, jadi mama juga bisa nyangkul, nanem buah atau sayuran,” jawab wanita cantik itu penuh kesabaran. “Woooww kereeenn, dedek juga mau ah nanti ke sawah, kakak mau ikut nggak?” kembali Arista bertanya yang kali ini wajah cantiknya menghadap ke arah sang kakak. “Mau tapi kakak nggak mau ketemu sapi,” jawabnya sekilas menatap wajah adik kembarannya.
“Hahahaha kakak nggak keren, kalo jadi cowok itu harus berani dong, mama aja berani, ya kan ma?” tanya gadis kecil itu meminta dukungan setelah puas menjadikan kakaknya bahan tertawaan.
“Dedek, kalo kakak nggak mau ketemu sapi itu bukan berarti nggak berani, mungkin kakak lebih memilih hewan lain yang kakak suka,” bela Ngarsinah kepada Arya yang sudah mulai suram wajahnya. Hal ini juga dia lakukan agar Arista tidak terus menerus membuat kakaknya kesal.
“Iya bener tante, kakak lebih seneng ketemu bebek, apa disini ada bebek tante?” tanya Arya antusias, sikap dinginnya selama ini tiba-tiba saja menguap karena pembelaan kecil wanita cantik yang keibuan itu dan mulai mau menerima kehadiran Ngarsinah.
“Ada kak, nanti tante ajakin ya, tetangga tante ada yang ternak bebek, lucu deh, jadi kalo bebeknya di lepasin dari kandng, si mbah menggiring dari belakang dan para bebek itu lari-lari kecil tapi rapi menuju sawah yang nggak di gunakan, berenang deh mereka disana sambil makan terus nanti kalo udah selesai makan dan main, bebeknya di giring lagi sama mbah masuk ke kandang.” Jawaban Ngarsinah membuat kedua anak kembar itu serius mendengarkan dengan mata berbinar dan menggemaskan.
Rangga yang sedari tadi setia mendengarkan dan fokus mengendalikan setir mobilnya tersenyum bahagia. Keadaan seperti ini membuat keluarganya seakan lengkap. ‘pria bodoh mana yang melepaskan gadis sebaik ini, anak-anak nggak akan bohong, Arista yang nggak pernah disuruh manggil mama, malah jadi mak comblang suka rela buat papanya hehehe,’ suara hati rangga yang merasakan sedang berbunga-bunga.
Arya yang tadinya menjaga jarak dengan Ngarsinah kini pelan-pelan menjadi dekat walaupun tetap memanggil gadis itu dengan sebutan tante. Pria kecil itu mulai bertanya ini dan itu, ketika penjelasan Ngarsinah yang bercerita dengan lucu, maka Arya pun tertawa.
Perjalanan yang melewati jalan berbatu pun kini mereka lewati, kedua anak kecil itu pun tertawa kegirangan karena mobil yang terhuyung kekanan dan kekiri. Ini adalah pengalaman baru bagi mereka melewati sawah dan ladang yang hijau ranau serta jalanan yang berbatu.
Sesekali mereka teriak saat melihat petani yang menaiki gerobak dan ditarik oleh seekor sapi. “Tante, sapinya narik gerobak, waah kasihan si sapi, pasti punggungnya berat. ”Teriak Arya yang langsung disambut sorakan oleh sang adik. “Kakak, itu kan memang tugasnya sapi, kalo pak tani yang narik gerobaknya kan tambah kasian,” Arista yang menjawab sebelum Ngarsinah sempat bersuara.
Ngarsinah membiarkan kedua anak kembar sepasang yang lucu itu saling mengungkapkan pendapat mereka. Selama tidak ada adu argumen yang tak berujung kedua orang dewasa itu memberikan ruang untuk anak-anak mereka saling beradu argumen yang sering sekali berbeda pendapat.
“Kakak kita nggak perlu ke taman safari lagi, kesini aja lebih seru kak,” teriak si adek yang tubuhnya bergoyang kesana kemari. “Iya bener, nanti kita sering-sering kesini ya pa?” tanya pria kecil itu dengan mata berbinar-binar dan penuh pengharapan.
“Siap Bos!” jawab Rangga dengan singkat dan senyum yang terkembang, sementara Arsi tersenyum bahagia.
*****
“Sudah ndok nggak usah di tangisi lagi, sebentar lagi ndok Arsi dateng, malu pas ada tamu kamunya nangis begini. Ingat ndok, jodoh, maut, rezeki dan kelahiran itu rahasia Allah. Mungkin saat ini kamu belum berjodoh dengan Joko, yakin saja Allah sudah menyiapkan jodoh yang lebih baik dari dia dan lebih siap untuk membimbing kamu jadi makmumnya,” Yuli menangis dalam pelukan bu Yem, karena barusan tadi dia bertemu joko yang sedang berjalan bergandengan tangan dengan Sari, anak desa lain, dan yang membuat Yuli merasa hancur saat Joko mengenalkan Sari sebagai calon istrinya.
Padahal jelas-jelas orang tua Joko berencana untuk datang ke rumah Yuli, melamar gadis itu untuk putra mereka yang bernama Joko Susilo. Tapi sekarang semuanya sudah hancur dan tak tersisa, hanya airmata yang masih belum bisa berhenti mengalir dari mata indah milik gadis sederhana itu.
“Kalo memang mereka sudah menjalin hubungan kenapa Joko ngasih harapan ke Yuli bu? hiks … hiks,” tangis Yuli yang tak kunjung reda membuat hati bu Yem pun merasa sedih.
Deru suara mobil terdengar berhenti di halaman rumah bu Yem, mereka yang berada di dalam mengira yang datang rangga dan rombongannya. Tapi saat bu Yem keluar menuju ruang tamu yang memang tidak tertutup, langsung kaget melihat siapa yang datang.
“Nak Joko, sama siapa kesini?” sapa bu Yem yang serba salah, di satu sisi hati seorang ibu pasti kesal dengan laki-laki yang sudah menyakiti anak gadisnya. “Ibu, saya sendiri bu, Yuli ada bu?” tanya Joko sopan. “Oh, ada, monggo silahkan masuk nak, duduk dulu biar ibu panggilkan Yuli.” Bu Yem tidak mau mengambil langkah gegabah, dia yang sedang dirundung rasa kesal pun harus menerima kedatangan tamu dengan baik.
Setelah memberikan wejangan kepada Yuli, gadis itupun akhirnya berani untuk menemu Joko. matanya yang sembab dan puncak hidungnya yang masih memerah tidak dia perdulikan. “Yuli, aku minta maaf apa yang sudah terjadi, apakah kamu membenciku?” Joko tidak ingin membuang waktu, entah apa tujuan pria tampan idola kampung Rorocobek itu. “Tidak perlu aku menjawab pertanyaan yang tidak ada jawabanya, karena jawaban itu hanya bisa dijawab oleh kamu sendiri!” jawab Yuli ketus.
Joko menunduk, jari-jarinya saling terkait satu sama lain. “Yuli, bapak dan ibu tidak menyetujui aku menikah dengan Sari, beliau berdua tetap menginginkan kita menikah, aku tidak mungkin menyakiti hati ibuku. Oleh karena itu aku datang menemuimu, apakah kamu bersedia menikah dengan ku?” cerita Joko sungguh membuat hati Yuli mendidih, laki-laki egois yang hanya mementingkan dirinya sendiri tanpa pernah memikirkan perasaan dan harga diri orang lain.
Praaang!
“Jika kamu bisa mengembalikan gelas yang sudah terpecah itu menjadi utuh kembali tanpa ada bekas, maka aku akan bersedia menikah dengan mu!”
❤️❤️❤️
waduuhh bisa nggak ya merangkai pecahan gelas 🤔
Yuuukk aku tunggu jempolnya, komennya, hadiahnya dan votenya ya pemirsa tercinta, tengkyuuuhh ❤️🌹
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 221 Episodes
Comments
Alexa_Kuyy2
smngt kk
2023-05-12
2
Vania
anggap saja yang bener YULI, padahal di awal YUNI
2023-05-06
1
SEPTi
jawaban yang bagus Yuli, kalau emang Joko ngga cinta sama kamu ya kamu jangan mau nikah sama dia karena nantinya bakal sakit hati terus
2023-04-30
1