“Lebih baik Arsi mati saja bu,” ucap Arsi dengan nada pilu.
“Istighfar ndok, kamu kan anak yang solehah, nyebut ndok, nyebut,” bu Yem memeluk tubuh yang sudah mulai terguncang itu.
Saat ini Arsi tidak bisa melihat jalan yang terang, pikirannya kalut dan hanya memikirkan untuk menyusul ayah dan ibunya saja, agar tidak lagi merasakan sakitnya pengkhianatan yang dilakukan oleh suami dan sahabatnya.
Novi bukan hanya kembang desa sebelah, tapi juga sahabat saat Ngarsinah kuliah di kota. Mereka berdua mengambil jurusan yang sama, dan selalu berbagi suka dan duka. Novi yang menjadi primadona kampus karena kecantikannya yang benar-benar diatas rata-rata, tidak malu berteman dengan dirinya yang sangat kampungan dan ketinggalan jaman. Walaupun Novi tidak sepintar Ngarsinah dalam hal akademik, Arsi dengan sukarela membantu Novi menyelesaikan tugas-tugasnya.
Seperti itulah persahabatan mereka, hingga akhirnya mereka memutuskan untuk kos bareng dan tinggal bersama, layaknya saudara, Novi dan Ngarsinah tidak pernah berselisih pendapat. Mereka saling mendukung dan saling menguatkan.
Kini takdir sedang bermain dengan wanita cantik yang kini hancur dan terpuruk itu. Sebatang kara dan rasanya tidak ingin lagi dia hidup, apa alasan dia untuk hidup? jika saja dia di cerai suami tapi masih memiliki anak, setidaknya itulah tujuan hidupnya, tapi sekarang apa?.
Braakk!
Pintu rumah dibanting oleh David, padahal pintu itu tidak bersalah apapun, tidak juga tertutup, tapi tetap saja David membantingnya, hal itu sontak membuat banyak orang terkejut dan mengelus dada melihat perilaku edan David.
“Ini orang kesurupan kok ya siang-siang to,” gerutu salah seorang warga yang berdiri di samping rumah Ngarsinah, dengan mengelus dada karena tadi dirinya sempat melompat saking kagetnya. “Iya mbakyu, bikin kaget orang aja,” balas ibu-ibu yang lainnya, dan mereka hanya berani saling berbisik.
"Ngarsinah sini kamu!” teriak David, suara pria itu memecah dengungan suara emak-emak yang sedari tadi ramai berada disitu. Rumah tanpa pagar itu membuat warga sekitar sangat mudah untuk mendekati TKP dan berkerumun. Walau tidak bisa menyelesaikan masalah suami istri yang baru saja bercerai itu, setidaknya mereka bisa menguatkan Arsi yang sedang dalam tekanan. “Arsi! aku mau bicara untuk yang terakhir kali sebelum kita bertemu di pengadilan!" panggil David lagi dengan tatapan sejuta kebencian.
"Ayo ndok, datangi David, kami akan berjaga disini," bisik bu Yem. Jelas saja itu membuat ibu-ibu yang masih setia disitu mengangguk tanda setuju dan siaga menjaganya. "Iya bu," jawab Arsi lemah.
Dengan langkah gontai wanita cantik yang kini berstatus janda itu pun melangkah ke rumahnya, David duduk di sofa, dengan kaki yang menumpang pada kaki yang satunya. Tampak dua koper besar dan satu tas kerja yang biasanya berisi laptop sudah siap untuk dibawa.
"Ngarsinah binti Sulaiman Almarhum, saya David van Houten menjatuhkan talak tiga untuk dirimu. Kau tidak usah khawatir dan mengeluarkan biaya, karena aku akan mengurus perceraian kita. Hadiri saja tiap undangan pengadilan yang datang dan jangan mempersulit prosesnya. Aku membawa apa yang menjadi milikku dan aku tinggalkan apa yang menjadi milikmu. Aku rasa kau sudah paham," kalimat yang David dengan mudah dipahami oleh Ngarsinah.
Air matanya menganak sungai di pipinya, wanita itu sangat sadar bahwa dia sudah kehilangan sekian banyak sawah dan ladang peninggalan ayahnya, hal itu karena kebodohannya. Cinta membuat dia lupa akan semuanya.
"Aku paham semuanya dan aku menerimanya," jawab Ngarsinah dengan suara yang bergetar. David menyeringai bak serigala. Hatinya sangat senang, dia merasa menang banyak dengan perceraian yang diinginkan Arsi dan sekarang pun akhirnya menjadi keinginannya juga.
"Aku akan pergi, dan bersiaplah menjadi gelandangan Arsi ku sayang, hahahaha!" Tawa David pecah dengan rasa puas yang memenuhi rongga dadanya. Dengan langkah pasti dia keluar dari rumah besar milik Arsi, tidak lupa dia menatap ke arah ibu-ibu yang masih bersedia berbaris menjaga mantan istrinya.
"Kalian semua jangan hanya diam saja, ingat besok kalian masih harus bekerja di sawah dan ladangku, jika kalian masih ingin bisa makan dan menyekolahkan anak-anak kalian! Arsi tidak akan bisa memberikan makan untuk kalian semua, karena dia sendiri pun akan menjadi pengemis di jalanan untuk sekedar bisa makan, hahahaha!" kesombongan David tidak bisa di cegah lagi. Dia merasa berkuasa di desa itu.
“Orang kok takabur gitu ya?” ucap ibu berdaster hijau bunga-bunga.
“Firaun jaman now jeng, ngeri ya, gusti Allah gak tidur bisa kebalik itu omongannya!” seru ibu yang berhijab dengan suara pelan tapi penuh tekanan.
“Iya, andai aku bisa kerja di tempat lain, gak sudi rasanya aku kerja ditempat dia yu,” jawab ibu berdaster batik berwarna coklat.
“Kasian den ayu Arsi, anaknya baik, lah kok dapet suami bajingan gitu ya yu?” bisik ibu lainnya.
“Aku berhutang budi sama ndoro Sulaiman yu, beliau orang yang sering membantu, gak serakah, dosa opo yo kok bisa den ayu dapet suami kayak gitu,” sambung salah satu dari ibu -ibu yang berkumpul disitu.
Langkah David terhenti, Ngarsinah yang masih menatapnya penuh dengan kebencian itu pun terkejut karena langkah pria yang baru saja memberikannya talak tiga itu tiba-tiba berbalik badan.
“Satu lagi aku peringatkan kepadamu, jangan pernah berpikir untuk mengambil kembali apa yang pernah kau berikan kepadaku. Aku tidak akan pernah memberikannya kepadamu, sampai kapanpun itu, itulah bukti dari kebodohanmu. Kebodohan harus dibayar dengan mahal Arsi. Belajarlah untuk menjadi pintar, hahaha!” penjelasan David yang mengarah pada harta peninggalan ayahnya yang kini sudah bukan lagi atas nama gadis itu, kembali membuat Ngarsinah bergeming.
Kembali kenangan itu berputar dalam angannya, tubuhnya masih berdiri di ambang pintu yang menatap lekat tubuh mantan suaminya yang kembali berbalik dan melanjutkan perjalanannya meninggalkan rumah besar Arsi.
Bu Yem bergegas menghampiri Arsi, wanita paruh baya yang sangat menyayanginya itu merengkuh kedua bahu Ngarsinah. Usapan lembut seakan memberikan kekuatan kepada gadis yang kini sedang hancur itu. “Arsi, ayo kita masuk, duduk dulu. Ibu ambilin air ya ndok,” Arsi tidak membantah, tidak juga mengangguk. Tubuhnya benar-benar seperti tak bernyawa tapi mampu berjalan dan bernafas, janda muda itu mendudukkan tubuh lemahnya di sofa mewah yang ada di ruang tamu rumah besar itu.
Bu yem kembali ke ruang tamu dengan segelas air hangat agar Ngarsinah merasa nyaman. “Ndok ayo diminum, sudah jangan bersedih, apa yang kamu putuskan tadi itu adalah pilihan terbaik untuk hidupmu ndok.” bujuk bu Yem sambil memberikan gelas itu langsung ke bibir gadis itu. Arsi tidak lagi mengeluarkan air mata, tapi mata gadis itu kini menatap dengan kosong.
Bayangan ayah dan ibu bermain dalam pikirannya. “Ayah, ibu, Arsi mau jual rumah ini boleh?” tanya gadis itu pada ruang kosong di kursi yang ada di hadapannya. Pandangan gadis itu kosong, tapi pandangannya lurus kedepan seakan sedang berbicara kepada ayah dan ibunya.
“Arsi mohon ijin bapak dan ibu, boleh ya?”
❤️❤️❤️
like, komen, subscribe dan vote ya pemirsa, tengkyuuhh 🌹
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 221 Episodes
Comments
N'Dön Jùañ Shakespeare
😭 duh nyesek
2023-07-18
1
Yuli Yanti
blm apa2 udh naik drh nih bca nya,semangat thor aq suka sma cerita nya
2023-07-02
1
Ayu Nuraini maulina
MK nya jgn percaya ucapan manis laki2 ataupun perempuan
2023-06-20
1