Yuni benar-benar merasa gemas dengan kesabaran yang di miliki oleh Ngarsinah, dan dengan gerakan seperti mengulek sambel dengan bantal yang menjadi cobeknya gadis itu menggeram.
“Kalo aku, sudah ku sambel itu laki!” wajah jengkel yang dia hujamkan ke arah Ngarsinah, justru membuat gadis itu tertawa.
“Yun lah kok aku yang serem sih liat kamu kayak gitu, udah-udah ayo kita tidur, besok kita sambut tamu yang mau beli rumah ini dengan pikiran seger Yun.” pungkas Ngarsinah dan menyelesaikan sesi ngobrol-ngobrol mereka, yang lebih tepatnya siraan rohani untuk Yuni.
Tidak membutukan waktu yang lama, kedua gadis yang sudah lelah seharian itupun berangkat ke alam mimpi yang membuat mereka bisa tersenyum bahagia. Malam pun terus beranjak, membalut tubuh-tubuh lemah milik mereka.
Adzan subuh berkumandang dengan kerasnya, dan membuat Ngarsinah terbangun dan bergegas menuju kamar mandi, gadis itu tampak menyesal karena dia melewatkan sepertiga malamnya untuk mengadukan keluh kesahnya kepada sang pemilik hidup.
‘Ya Allah, ampuni hamba yang terlena dalam tidur karena lelah lahir batin yang mendera. Hamba memohon kasih sayang Mu untuk menguatkan hamba menapaki hari esok dan seterusnya, hanya engkau yang hamba yakini ya Allah, hanya engkau yang selalu memberikan kebahagiaan untuk hamba Mu yang lemah ini.’ doa Ngarsinah meluncur deras berupa gumaman kecil yang hanya telinganya saja mampu mendengarkannya.
Entah sudah berapa lama gadis itu mengangkat tangannya, meminta segala kebaikan dan pertolongan dari Allah subhanahu wa ta'ala. Cairan bening yang menganak sungai dengan derasnya membuat pipi mulus itu menjadi basah. Seperti itulah rutinitas gadis itu setelah melakukan sholat, dan hal itu yang membuatnya kuat.
Pagi ini Ngarsinah merapikan rumah yang di bantu oleh Yuni dan bu Yem juga pak Slamet ayah Yuni. Demi menyambut tamu yang akan melihat rumah anak angkatnya, mereka berusaha untuk memberikan kesan baik kepada tamu. Ngarsinah berjibaku di dapur untuk menyiapkan konsumsi untuk dirinya, bapak, ibu dan Yuni.
“Pak ini dos nya buat naruh apa?” tanya bu Yem kepada suaminya yang sudah selesai mengemas satu dos besar yang berisikan foto-foto keluarga Ngarsinah, kecuali foto pernikahan gadis itu dengan David. Ngarsinah sudah bertekad untuk membakarnya.
Itu biar buat perabotan rumah tangga yang mau di bawa ndok Arsi bu, gimana?” jawab pak Slamet yang masih meminta kepastian kepada Arsi.
“Gimana ndok? kamu mau bawa perabotan rumah tangga juga?” bu Yem menanyakan juga kepada gadis itu, karena seingatnya kemarin Ngarsinah akan menjual rumah ini berikut dengan perabotan rumah tangganya sekalian.
“Perabotannya biar di tinggal aja bu, nanti itu biar buat taruh baju yang Arsi gak bisa bawa, supaya bisa di bagikan kepada yang mau bu, gimana menurut ibu dan bapak?” keputusan Ngarsinah tidak berubah ternyata, dan pertanyaan itu pun mendapatkan senyum bahagia kedua suami istri itu.
“Waah ibu setuju banget ndok, semoga berkah ya ndok,” balas bu Yem dengan senyum bahagia.
“Arsi, aku juga mau kalo gitu, baju kamu kan mahal-mahal, nanti kalo kamu sudah selesai kemas yang mau dibawa baru aku akan pilih yang aku mau. Eh iya kalo gitu kita bagikan juga buat anak-anak yang ngaji di mushola ya Si?” Yuni langsung nimbrung diantara mereka bertiga.
“Huu kamu ini Yun, kalo denger ada yang bagi-bagi langsung aja ngibrit mendekat,” sungut bu Yem dan itu disambut tawa oleh kami, sementara Yuni tetap tidak terpengaruh dengan ucapan ibunya, gadis itu langsung kabur dan melanjutkan menyapu ruang tamu.
Hari sudah siang, adzan dzuhur berkumandang merdu dari arah mushola yang tidak jauh dari rumah Ngarsinah. Gadis cantik yang soleha itu meminta kepada pak Slamet, bu Yem dan Yuni untuk mereka melakukan sholat berjamaah di rumah yang siang ini akan dipinang oleh seorang bos dari kota.
Dengan senang hati pria yang sudah berumur lebih dari setengah abad itu menerima permintaan Ngarsinah. Kembali doa-doa memohon kebaikan untuk dirinya dan juga keluarga pak Slamet meluncur lancar dari bibir gadis itu.
Setelah lelah membersihkan rumah yang besar itu, mereka pun kini bersiap untuk makan siang bersama. Diselingi canda tawa diantara mereka membuat hati Ngarsinah menjadi hangat. Allah memberikan indahnya pelangi setelah hujan membasahi bumi. Seperti itulah saat ini yang Ngarsinah rasakan.
Baru saja kemaren dia merasakan hujan, angin dan entah apa lagi yang bisa dia gambarkan untuk dirinya yang hancur dan terpuruk. Sedang enak-enaknya mereka makan siang, tiba-tiba pintu depan di gedor dengan keras.
Door!
Door!
Door!
Pak Slamet yang mendengar itu langsung berlari ke depan, untuk melihat siapa yang datang, jika itu calon pembeli rumah tidak mungkin seperti ini. “Sebentar! bukannya salam atau manggil, ini malah nggedor pintu kayak mau nagih utang aja,” gerutu pria tua itu sambil berlari kecil.
Ceklek!
“Eh ngapain anda disini?” sosok pria tampan berparas bule itu berdiri gagah dengan kesombongan yang tampak sekali sengaja di pamerkan.
“Eh nak David, ayo silahkan masuk, ayo duduk dulu nak, biar saya panggilkan ndok Ngarsinah,” jawab pak Slamet sopan. Pria tua itu sekilas melihat ke arah wanita cantik dengan dandanan sempurna yang bergelayut manja di tangan kekar David.
“Ayo sayang kita masuk, kita nggak akan lama-lama disini, kamu tenang ya.” David tampak menenangkan wanitanya yang gelisah. Pak Slamet masuk kedalam rumah menuju ruang makan untuk memanggil Ngarsinah.
“Ndok, itu ada David sama si Novi, nyari kamu,” seru pak Slamet sambil berusaha mengecilkan suaranya, seakan khawatir didengar oleh sang tamu. Ngarsinah masih tampak tenang mendengar apa yang disampaikan oleh pak Slamet.
“Bapak, ibu, bolehkah Asri minta tolong temenin Asri menghadapi mereka?” tanya gadis itu dengan suara pelan. Sepasang suami istri itupun mengangguk. Yuni yang tinggal sendirian memilih untuk membersihkan meja makan dan membersihkan piring-piring kotor bekas makan mereka. Setelah itu yuni kembali melanjutkan pekerjaannya sambil menunggu mereka selesai menghadapi David.
“Ada perlu apa kamu kesini lagi?” tanya Ngarsinah dingin. Sekilas janda muda itu melirik kearah Novi yang tampak santai saja walau tergurat kegelisahan saat mereka bertemu pandang sebentar.
“Aku mau mengambil dokumen yang ketinggalan, karena ini sekarang aku tidak punya hak untuk masuk sembarangan ke dalam rumahmu, makanya aku minta izin baik-baik kepadamu,” jawabnya tenang. Ngarsinah mengucap rasa syukur kepada Allah, kemarin dia buru-buru mengamankan dokumen lengkap rumahnya ke rumahnya bu Yem, hal ini sudah diantisipasi oleh gadis pintar itu.
“Silahkan ambil, dan akan ditemani oleh pak Slamet, dokumen milikmu masih ada di laci meja ruang kerja,” jawab Ngarsinah ketus.
“Apakah kamu akan menjual rumah ini?”
❤️❤️❤️
Like, komen, subscribe dan vote ya, tengkyuu pemirsa🌹
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 221 Episodes
Comments
💜🌷halunya jimin n suga🌷💜
piye toh david ngakuya anak orkay kok tanah n kebon arsi di embat jugaaa
2023-06-12
1
🍾⃝ͩʙᷞᴀͧʙᷠʏᷧ ɢɪʀʟʟ
ck knp tu mntan blik lgi sih 🙄,,,cmn buat ambil dokumen doang, untung dah diamankan brkas" pnting ya mba arsi' klo ga hbis tuh sm sibuluk buta ijo
2023-03-22
3
Is Nugroho
yang menjengkelkan sering bikini kangen
2022-12-08
5