“Menurut saya sebaiknya bapak lihat dulu kondisi rumah saya, saya menjual seadanya seperti ini pak, karena saya tidak bisa melakukan perbaikan jika ada yang sudah rusak,” akhirnya Ngarsinah berhasil mengatakan semuanya dengan lancar.
Jual beli dengan nilai transaksi besar seperti ini sudah jelas tidak bisa dilakukan sembarangan. Sebelum kekecewaan itu terjadi maka sebaiknya periksa dulu sebelum membeli. Boby dan Rangga setuju dengan saran Ngarsinah, mereka yang ada di ruang tamu berjalan mengikuti janda muda itu berkeliling.
Decak kagum yang tidak ada hentinya keluar dari mulut Boby dan Rangga saat melihat isi dalam rumah yang tampak klasik itu. “Cantik sekali, seperti sedang berada di rumah tuan meneer dari Belanda,” ungkap Boby jujur. “Mbak nggak nyesel jual dengan harga delapan ratus juta itu?” tanya Rangga menyelidik.
“Nggak mas, saya juga nggak tau kemaren bilang angka segitu aja sama bu Yem, semoga hasil penjualan ini membawa banyak keberkahan untuk saya mas,” jawab Ngarsinah mantap dan tenang.
Hampir setengah jam mereka keliling dalam dan luar rumah, sungguh membuat Boby senang, ini diluar dari apa yang dia bayangkan, harga yang di awarkan gadis itu sangat murah sekali, padahal dia sudah bersedia untuk menambah harga, tapi ajaibnya Ngarsinah bertahan dengan harga yang sudah dia ucapkan pertama kali.
Mereka akhirnya kembali keruang tamu dan melanjutkan kesepakatan. “Nak Ngarsinah apakah tidak mau berubah harga? ini terlalu murah lo, satu milyar pun masih terlalu murah,” kembali Boby bernegosiasi. Ini negosiasi yang sangat aneh dan menegangkan, dimana pembeli menawar harga tinggi sementara pemilik tetap bertahan dengan harga yang sudah dia putuskan, sungguh aneh gadis ini ya.
“Maaf pak Boby, itu sudah menjadi keputusan saya, tapi mohon maaf bolehkah saya minta tolong sesuatu? “ tanya Ngarsinah sedikit ragu-ragu.
“Ya, tentu nak, selama saya bisa membantu, maka saya akan lakukan sebaik-baik nya.” jawab Boby tanpa ragu, Rangga pun menyimak dengan menatap wajah Ngarsinah dengan seksama.
“Maaf pak Boby, mas Rangga, bisakah saya minta tolong untuk pengurusan biaya balik nama dan apapun itu biaya yang keluar saat pengurusan dokumennya itu ditanggung oleh pihak pak Boby? jadi harga segitu bersih dari saya.” Arsi beberapa kali menundukkan kepalanya, dia sangat ingt sekali saldo di rekeningnya sekitar seratus jutaan saja dan itu sudah direncanakan untuk wara wiri ke kota dan pengajuan cerai. Untuk biaya hidup pun sudah dipikirkan oleh nya.
“Kalau itu kami juga sudah memikirkannya nak, dengan harga yang semurah ini tentu kami tidak keberatan untuk menanggung semua biaya yang terkait dalam pengurusan dokumen jual beli rumah ini. Jadi kapan nak Ngarsinah bersedia untuk kita melakukan transaksi jual belinya?”
“Jika bapak tidak keberatan, hari ini pun saya siap, tapi saya tidak punya kenalan notaris,” jawab gadis itu dengan sedikit malu karena dia tidak menyiapkan notaris untuk menyelesaikan urusan rumah ini.
“Jangan khawatir mbak Saras, saya sudah menyiapkan semuanya, tapi transaksinya lebih aman di bank aja gimana?” tanya Rangga setelah memberikan jawaban tentang notaris yang di pertanyakan janda cantik itu.
Ngarsinah menatap ke arah bu Yem dan pak Slamet, seakan meminta pendapat kepada sepasang suami istri yang sekarang sudah seperti orang tuanya sendiri itu. “Nggak papa ndok, kalau memang kamu sudah siap,” Arsi tersenyum senang mendengar jawaban dari pak Slamet. “Pak, kami tidak ada mobil untuk berangkat dan pulang ke kota, gimana –” kembali kendala yang dihadapi Ngarsinah terucap dari bibirnya, hal itu langsung disambut oleh Boby. “Jangan khawatir nak, bareng aja kita berangkatnya dan kembalinya juga nanti akan diantar oleh Rangga.” sahut Boby dengan senyum yang teduh.
“Kalo gitu bapak saja yang temani nak Arsi untuk kekota ya pak, ibu sama Yuni akan melanjutkan bebersih rumah,” Usul bu Yem kepada suaminya, dan disetujui oleh pria paruh baya itu. “Saya bersiap dulu pak, biar nggak buang waktu,” ucap Arsi sopan untuk bersiap berangkat ke kota, untung tadi mereka sempat makan siang dan sekarang harus menempuh perjalanan sekitar dua jam lebih.
“Saya juga mau bersiap sebenetar pak, sekalian mengambil dokumen rumah ini,” pamit pak Slamet. pamitnya kedua orang itu hanya dijawab dengan anggukan oleh Boby dan Rangga. Bu yem menemani tamunya untuk sekedar mengobrol ringan sambil menunggu Ngarsinah dan suaminya bersiap.
Di Kamar Ngarsinah menyempatkan untuk mandi kilat karena gadis itu merasa lengket badannya, dari pagi membersihkan rumah membuat peluh membasahi tubuhnya. Yuni yang sudah berada di kamar merasa penasaran dengan hasil negosiasi antara penjual dan pembeli tadi.
“Arsi, kamu ini gimana sih, wong ditawar harga satu em kok malah ditolak?” tanya Yuni geregetan, entah apa yang ada dipikiran sahabatnya itu, baru kali ini ada orang yang ditawar tinggi tapi lebih memilih bertahan dengan harga yang dia inginkan.
“Kamu ini Yun kalo udah denger duit aja langsung tajem telinganya, coba dengerin ustadz ceramah, seringnya kemana itu kuping?” alih-alih menjawab pertanyaan gadis yang sedang kepo itu, Ngarsinah malah menoloknya.
“Ayolah Arsi ku yang cantik, aku udah kepo stadium terminal ini, penasaran laah ya, mana ada hari gini orang menolak di kasih duit, baru kamu ini yang aku denger,” kembali Yuni merengek, kaerena bagi dia dan siapapun mungkin akan penasaran ada apa dengan angka delapan ratus juta.
“Yun, sebenarnya almarhum bapak dulu pernah berpesan, jika suatu hari nanti tiba saat nya rumah ini harus terjual, bapak memintaku untuk menjualnya dengan harga delapan ratus juta. Entah apa makna dari permintaan bapak itu, jadi aku akan laksanakan amanah bapak Yun,” cerita Ngarsinah dengan mata yang sudah berembun karena setiap mengingat kedua orang tuanya yang sudah damai dialam sana, selalu berhasil membuat matanya berair.
Yuni melihat sorot mata kerinduan yang terpancar dari kedua netra sahabatnya itu, dengan sayang dia pun memeluk tubuh ramping yang saat ini sedang mengalami kehancuran rumah tangga. Yuni mengusap pelan punggung gadis itu dengan lembut. Seakan sedang berbagi kekuatan yang saat ini Ngarsinah butuhkan.
“Yun aku mau ke kota ya, bapak akan menemani aku untuk transaksi hari ini, kamu sama ibu dulu ya, tolong doakan aku semuanya berjalan lancar.” Ngarsinah mengurai pelukan sahabatnya itu. Dandanan yang sederhana dengan polesan bedak tipis dan lip balm membuat gadis itu tetap terlihat cantik. setelah mematut dirinya di depan cermin, Ngarsinah berpamitan sekali lagi kepada sahabatnya itu.
“Bapak sudah siap ternyata, maaf Arsi lama tadi pak.” Ngarsinah melihat pak Slamet yang sudah siap dan ikut menemani bu Yem ngobrol dengan tamu mereka. “Nggak papa nak, ayo sekarang kita berangkat,” sahut Boby langsung bangkit dari duduknya.
Mobil mewah itupun bergerak pelan meninggalkan halaman rumah pak Slamet, karena tadi mereka memarkirnya disana. Rangga yang mengemudikan mobil itu sesekali mencuri pandang ke arah penumpang cantik yang duduk tepat di balakangnya.
“Nak Arsi apakah sudah menikah?” tanya Boby memecah keheningan, karena beberapa kali tadi pria paruh baya itu melihat ke jari-jari Ngarisnah yang kosong. “Eh anu–em, saya baru saja di talak tiga kemaren pak,”
❤️❤️❤️
Waahh nanya-nanya niihh 🤭, yuk Like, komen, subscribe dan vote ya pemirsaahh, tengkyuuh 🌹
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 221 Episodes
Comments
Nurr Amirr🥰💞
Aku ulang baca thorrrr... Jadi betimpa-timpa emosi aku pd Devid😤😤😤😤... Hushhhhh🤜
2023-09-14
0
💜🌷halunya jimin n suga🌷💜
btw pak boby beli rumh bonus arsi pak heheee semoga jodoh sama rangga
2023-06-12
2
SEPTi
waw si BPK sensitif bgt y tau aja kalau anknya suka sama janda
2023-04-27
2