“Arsi mohon ijin bapak dan ibu, boleh ya?” tanya Ngarsinah kembali, sudah tentu tidak akan ada yang menjawab. Bu Yem menangis pilu, wanita paruh baya yang sudah seperti ibu bagi Ngarsinah. Bu Yem yang duduk di sebelah Ngarsinah memeluk tubuh gadis itu, tangisannya pecah seiring dengan hancurnya hati seorang ibu yang melihat anaknya berbicara pada ruang hampa.
“Arsi, istighfar ndok, istighfar. Jangan begini ndok, kamu masih bisa berdiri tegak, jangan hancur karena laki-laki brengsek itu. Ndok sini liat ibu,” bu yem terus membujuk Ngarsinah untuk mau menatapnya dan mengalihkannya dari tataan lurus nan kosong gadis itu.
“Ibu … “ Arsi yang bersilang pandang dengan bu Yem pun dengan cepat memeluk tubuh wanita yang sudah tidak muda lagi itu. Pandangan teduh dan penuh kasih sayang milik bu Yem berhasil membuat Ngarsinah tersadar akan kebingungannya.
“Ibu, maafin Arsi, ibu Yem jangan tinggalin Arsi, Arsi sudah pamit sama ibu dan bapak mau jual rumah ini saja bu, Arsi gak akan mampu membiayai rumah sebesar ini tanpa ada penghasilan,” Arsi menatap dalam ke arah kedua netra bu Yem.
“Arsi sayang apakah kamu sudah sadar dengan apa yang kamu ucapkan ndok?” tanya bu Yem meyakinkan. Ngarsinah mengambil air hangat yang tadi diambilkan oleh bu Yem. dalam sekali teguk, air mieral hangat itupun kandas tak bersisa.
Entah kekuatan dari mana, beberapa saat yang lalu gadis itu tampak rapuh, tapi lihatlah sekarang, gadis itu tampak tegar dan tidak ada lagi air mata yang mengambang di kelopak matanya.
“Arsi sadar bu, Arsi tidak mau hancur. Seperti yang ibu tadi bilang, ini adalah keputusan Arsi yang baik dan benar. Arsi nggak mau dimadu bu, dan semua warisan ayah berupa sawah dan kebun biarlah diambil oleh David. Dan rumah ini, Arsi tidak akan mampu mempertahankannya, ini kita jual saja ya bu?” Ucap Ngarsinah mantap dan tidak lupa dia bertanya, bagaimana pendapat bu Yem tentang idenya menjual rumah peninggalan ayah ibunya yang sudah meninggal dunia.
"Ndok, ibu akan selalu mendukungmu. benar yang kamu bilang rumah sebesar ini sudah pasti besar juga biaya perawatannya. tapi ibu harap kamu melakukannya bukan karena emosi tapi karena kesadaran.” ucap bu Yem yang berusaha membuat pikiran Ngarsinah jernih.
“Kemaren itu ada orang dari kota yang datang ke rumah ibu, dia bilang mau cari rumah yang agak besar dengan pekarangan yang luas, ibu ada nomor telepon nya, apa kamu mau mencoba menawarkan rumah ini ke beliau ndok?” lanjutnya lagi. Ngarsinah menatap bu Yem lekat, seakan meminta dukungan atas keputusan besar yang akan dia ambil.
Arsi bukanlah gadis bodoh, dia termasuk mahasiswa berprestasi fakultas bisnis menejemen di kampusnya. Penampilan Arsi yang ketinggalan zaman lah yang membuat aura kepintarannya itu seakan tertutup.
“Bismillah bu, Arsi sudah siap melepas ini, lebih cepat lebih baik, karena Arsi tidak bisa bergerak jika tidak ada uang. Uang di rekening Asri masih bisa buat Asri bertahan hidup, dan hasil penjualan rumah ini secepatnya Arsi akan mencari rumah di perumahan aja bu, tipe tiga enam atau tipe empat lima. Rencana Asri, nanti akan melamar pekerjaan, semoga ilmu yang Arsi punya bisa buat bekal melamar kerja bu.” Asri sudah menyusun rencana jangka pendek yang akan dia jalani mulai hari ini.
Bu Yem tersenyum haru, wanita yang seumuran dengan ibunya itu bergegas keluar untuk bicara pada tetangganya yang masih setia menunggu di luar rumah. “Ibu-ibu terimakasih atas dukungannya kepada Ngarsinah, Alhamulillah sekarang dia sudah tenang dan tidak menangis lagi. Monggo ibu-ibu kalau mau melanjutkan pekerjaannya, saya akan menemani Asri untuk sementara waktu. Sekali lagi kami mengucapkan banyak terimakasih untuk saudara-saudara semuanya.
“Alhamdulillah nggih bu, semoga Ngarisnah kuat menerima ujian ini ya bu,” ucap salah satu ibu-ibu yang ada di dekat bu Yem.
“Kami pamit dulu bu, salam buat den ayu Ngarsinah, kalo ada apa-apa jangan sungkan bilang ke kami, dengan senang hati kami akan membantu bu,” Ibu berdaster panjang dan berkerudung hitam itu ikut menyampaikan loyalitas serta perhatiannya kepada putri mantan juragan mereka dulu.
“Iya ibu-ibu terimakasih atas perhatian dan cinta kalian semua untuk Ngarsinah, dia sangat membutuhkan dukungan moral dari kita. Monggo ibu-ibu saya mau kerumah dulu,” jawab bu Yem yang langsung menuju ke rumahnya untuk mengambil ponsel untuk menghubungi bos yang kemarin sedang mencari rumah.
Di Halaman rumah sudah tidak ada lagi tetangga yang tadinya berkumpul, mereka sudah kembali kepada aktivitasnya masing-masing. Bu Yem sudah kembali ke rumah Arsi, tapi Arsi tidak ada di ruang tamu, Wanita yang tetangga rasa saudara itu pun memasuki rumah tanpa rasa canggung, apalagi saat ini David sudah tidak ada di rumah.
“Ndok, kamu dimana?!” panggil bu Yem, suara wanita menjelang tua itu menggema di ruang keluarga, rumah yang besar itu membuat bu Yem membutuhkan waktu untuk berkeliling hanya untuk mencari Ngarsinah.
Sreng!
Sreng!
Aroma masakan yang menggoda membuat bu Yem bisa menebak dimana gadis cantik itu berada. “Eh ibu, maaf Arsi gak denger ibu masuk, bu temenin Arsi makan ya?” pinta gadis itu dengan suara lembutnya, tidak tampak lagi wajah duka yang menghiasi wajah Ngarsinah. Hal itu membuat bu Yem tersenyum dan merasa lega.
“Masak apa kamu ndok kok enak banget aromanya?” tanya bu Yem yang masih belum menjawab permintaan gadis itu untuk menemaninya makan bersama.
“Kalo kamu yang masak, mana bisa ibu menolaknya, laah wong enak gini masakannya anak ibu ini,” puji bu Yem yang langsung saja menarik kursi yang ada di meja makan tersebut, dan itu berarti wanita yang menganggap dirinya ibu dari Ngarsinah itu menyetujui permintaan putri sahabatnya untuk makan bersama.
“Ndok, ibu telpon sekarang ya orang yang kemaren nanya rumah, kamu bener-bener sudah siap?” tanya bu Yem ingin kembali memastikan.
“Nggih bu, lebih cepat lebih baik, sekalian sama isinya bu, biar Arsi bisa mengubur semua kenangan yang ada disini dan siap untuk memulai hidup yang baru,” jawab gadis itu mantap tanpa ada keraguan sama sekali.
“Mau dijual harga berapa ndok?” tangan bu Yem sibuk menscroll layar untuk mencari sebuah nama, dan akhirnya dapat, lalu dia melakukan panggilan.
“Delapan ratus juta aja bu, biar cepet laku,” jawab gadis itu singkat, sekali lagi tampak kemantapan yang tersorot lewat pancaran matanya.
Tuut!
Tuut!
[Hallo selamat siang, maaf ini dengan siapa?]
[Hallo selamat siang, maaf benar ini tuan Boby?]
[Iya benar, maaf ini siapa ya?]
[Ini saya tuan, bu Yem dari kampung rorocobek, kemaren tuan ada datang kesini dan menanyakan kalau ada rumah yang mau di jual, apakah tuan masih mencarinya sekarang?] tanya bu Yem setelah mengenalkan dirinya kepada pria di seberang sana yang bernama Boby.
[Iya bu, masih dong, apakah sudah ada informasi bu?] tanya Boby sopan.
[Ada tuan, rumah anak angkat saya, sepertinya cocok seperti yang tuan mau,]
[Berapa tawarannya bu?]
[Delapan ratus juta sudah sama isinya tuan,]
Besok pagi saya kesana, paling sampe sana siang ya bu, ini nomor ibu?]
[Iya tuan, silahkan simpan,]
[Baiklah bu sampai ketemu besok, selamat siang,]
[Terima kasih tuan, selamat siang.]
“Alhamdulillah ndok, orangnya besok mau kesini, semoga lancar ya ndok,” ucap bu Yem dengan gembira.
“Kalau bisa cepet keluar uangnya, berarti Arsi aja yang menggugat David ya bu?”
❤️❤️❤️
Jangan rapuh ya Ngarsinah, melangkah terus untuk bahagia.
Like, komen, subscribe, vote ya pemirsaaahh , tengkyuuhh 🌹
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 221 Episodes
Comments
💜🌷halunya jimin n suga🌷💜
david emak tunggu kehancuran mu.... memakan harta anak yatim piatu... selingkuh... kamu dpt musibah emak tepuk tangan 10 jariiii
2023-06-12
1
N Wage
mau tanya,sdh berapa lama arsi dan david menikah, thor?
dan berapa usia arsi sekarang?
2023-05-13
1
🍾⃝ͩʙᷞᴀͧʙᷠʏᷧ ɢɪʀʟʟ
🤔🤔,,,pak Boby kih wis tuo urung ya om?? pnsran ,,,,
2023-03-16
2