Yuli rasanya tidak sanggup menahan emosi yang semakin ingin meledak itu, tapi dia tidak ingin dipandang buruk oleh orang yang sudah menginjak- injak harga dirinya. Dengan tekad kuat gadis itu menahan hatinya untuk tidak luluh dengan semua kata manis yang lepas dari pria tampan yang duduk berhadapan dengannya.
“Yuli, aku yakin pilihan ibu tidak pernah salah, kamu adalah yang terbaik untuk menjadi pendampingku. Aku berjanji akan meninggalkan Sari dan akan setia padamu, aku mohon percayalah padaku Yul, aku minta kamu berikan kesempatan sekali lagi. Aku takut penyakit ibu kambuh kalau sampai kamu menolak permintaannya,” usaha Joko sungguh keras untuk melunakkan gadis yang sedari tadi hanya diam membisu. Entah apa yang sedang dia pikirkan, tapi tampak jelas kalau dia menyimak dengan serius apa yang pria itu sampaikan.
Praaang!
“Jika kamu bisa mengembalikan gelas yang sudah terpecah itu menjadi utuh kembali tanpa ada bekas, maka aku akan bersedia menikah denganmu!” ucapan Yuli setelah pecahnya gelas yang gadis itu hempaskan di lantai membuat nyali Joko menciut. Bu Yem dan pak Slamet yang mendengarkan dari ruang makan pun terkejut dengan suara gelas yang terhempas. Kedua orang yang sudah sudah berusia lebih dari setengah abad itu pun terkejut dengan apa yang putrinya ucapkan.
“Bu, ternyata anak kita hebat ya, bangga bapak sama dia,” bisik pak Slamet kepada istrinya. Sang istri pun tersenyum bangga dengan apa yang dilakukan putrinya. “Ternyata dia banyak belajar dari ndok Arsi pak,” jawab bu Yem tk kalah pelan suaranya.
*****
Rangga sengaja tidak memarkirkan mobilnya di halaman rumah Ngarsinah yang sekarang menjadi miliknya. Hal itu dia lakukan karena merasa harus menghormati keluarga pak Slamet yang selama ini membantu gadis yang mampu mencuri hatinya itu.
"Ibu sepertinya sedang ada tamu mas," ucap Ngarsinah kepada Rangga, saat melihat mobil yang di parkir manis oleh pemiliknya. “Iya, enak nggak ya kalo kita bertamu sekarang mbak?” tanya Rangga meminta pendapat. Sementara kedua bocah itu sudah tidak sabar karena melihat seorang anak remaja yang lewat sambil menggiring beberapa kambing untuk di angon. “Kakak ayo kita turun aku mau liat kambing,” ajak Arista yang dengan sigap membuka pintu mobil. "Ayo dek, tunggu ..."
Ngarsinah yang melihat itu pun langsung membuka pintu di sisinya untuk mengejar Arista yang sudah lebih dulu berlari dan diikuti oleh sang kakak. Rangga yang belum sempat mendapatkan jawaban dari gadis di sebelahnya pun ikut turun dan tidak lupa mengunci pintu. Pria itu hanya tersenyum melihat interaksi kedua anaknya dengan wanita yang terhitung baru saja dia kenal, tapi serasa sudah sangat dekat dengan dirinya.
“Nak Rangga, ayo masuk sini,” Sapa bu Yem yang sudah keluar dan menyambutnya hangat. “Ndok Arsi mana nak?” tanya pak Slamet yang menyusul istrinya menemui tamu mereka. Ngarsinah dan kedua anaknya sudah jauh mengikuti pemuda yang sedang angon kambing dan itu membuat mereka bertiga tersenyum.
“Maaf bu, pak, anak-anak tadi langsung keluar karena liat kambing, jadi mbak Arsi buru-buru deh keluar dan ngejar mereka.” jawab Rangga setelah mengucap salam yang sempat tertunda. Bu Yem dan pak Slamet pun menjawab salam itu. “Ada tamu ya pak?” tanya Rangga merasa sungkan untuk masuk. “Iya temannya Yuli,” jawab pak Slamet. “Kita duduk disini aja pak, sekalian ngadem,” jawab Rangga tidak mau mengusik tamu yang sepertinya sedang bicara serius dengan Yuli, putri pak Slamet. “Oo ayo monggo nak, sebentar ibu buatin minum dulu ya,” ucap bu Yem dan langsung menuju dalam rumah.
“Sambil nunggu mbak Arsi dan anak-anak, atau kita kerumah saya aja pak. Niatnya hari ini mbak Arsi mau bawa barang untuk dibawa ke kota, makanya tadi ikut saya bareng kesini.” cerita Rangga memecah keheningan. Pak Slamet merasa ide Rangga sangat tepat mengingat anaknya sedang menyelesaikan masalah pribadi dan pastinya membutuhkan privacy.
Tidak lama kemudian Ngarsinah dan kedua bocah itu kembali dan melihat mantan rumahnya sudah terbuka, mereka pun memutuskan untuk menuju kesana. Celotehan dari kedua bocah yang menemukan hal baru pun meramaikan rumah, Arsi tidak mau membuang waktu langsung berkemas apa saja yang akan dia bawa, di temani oleh bu Yem.
Kedua bocah kembar sepasang itu sibuk berkeliling rumah yang sesekali di awasi oleh bu Yem. Mereka terbilang pintar karena tidak lasak, hanya melihat-lihat dengan kagum dan terus melangakhkan kaki-kaki mungil mereka berkeliling rumah yang sekarang sudah menjadi milik papanya.
Rangga sedang berbicara serius di ruang tamu, pria tampan itu mengajak pak Slamet untuk mau bergabung dengan perusahaannya dan rangga berharap pak Slamet menerima usulannya itu. Dengan memberikan kepercayaan besar untuk menjadi orang kepercayaan Rangga. Setiap supplier yang setor hasil panennya dan mau menjualnya ke mereka, maka akan ditangani oleh pak Slamet.
Pak Slamet seperti sedang bermimpi, pria tua itu
memang sudah merasa sangat lelah untuk terus bekerja di sawah, dia ingin berhenti tapi tidak ada penghasilan selain bertani. “Nak Rangga sudah tau kan kalo kita akan menjadi pesaing David?” tanya pak Slamet, karena David yang selama ini membeli hasil panen para petani. “Iya pak, setau saya dari lima desa yang ada disini baru ada dua pembeli besar, dan kita akan menjadi yang ketiga. Apakah bapak sedang mengkhawatirkan sesuatu?” tanya Rangga setelah menjawab pertanyaan dari pak Slamet tadi. “Ya Nak, bapak hanya khawatir aja nanti kalo mereka merasa ada pesaing dan kalo mereka nggak siap bisa jadi musuh nak,” jawab pak Slamet polos.
“Ya namanya bisnis harus ada pesaing pak, kalo nggak ada pesaing itu namanya monopoli. Nggak papa pak, nanti kapan waktu saya bisa minta tolong untuk temani saya sowan ke rumah pak Handoko dan pak David ya pak?” pinta Rangga yang sebelumnya memberikan sedikit penjelasan kepada pak Slamet agar pria paruh baya itu merasa tenang.
“Assalamualaikum,” Seorang pria yang tidak asing di mata pak Slamet tiba-tiba saja muncul di ambang pintu yang terbuka. “Waalaikumsalam, eh nak David, ayo silahkan masuk,” pak Slamet yang sudah mengenal David berdiri dan menyambut tamu di rumah bos barunya itu. “Ngarsinah ada pak?” tanya David datar, sekilas dia melirik pria yang sedang duduk dan menatapnya.
“Ada nak, oya kenalkan dulu, ini nak Rangga, yang sekarang menjadi pemilik rumah ini,” Rangga berdiri dan tersenyum ramah kepada pria berparas bule yang ada di hadapannya sambil mengulurkan tangannya.
“Rangga”
“David”
Mereka saling menyebutkan namanya masing-masing. “Mari pak silahkan duduk,” ajak Rangga ramah, hanya di jawab anggukan angkuh seorang David. Pria itu pun mendaratkan bokongnya di sofa empuk yang dulu sering dia duduki. Pak Slamet masuk untuk memanggil Ngarsinah, tidak lama Ngarsinah pun keluar beriringan dengan pak Slamet yang diminta Ngarsinah untuk menemaninya.
Sesaat suasana menjadi dingin. Rangga merasa sedang berada di tempat yang tidak tepat, tapi untuk pergi dari situ pun dia merasa tidak punya alasan dan lebih tepatnya pria itu tidak mau melihat wanita yang mulai di mengisi hatinya itu menghadapi masalahnya sendirian.
“Arsi aku kesini hanya untuk menyerahkan surat pernyatan talak tiga ku, agar pihak pengadilan tidak berlama-lama untuk mengesahkan perceraian kita.”
❤️❤️❤️
Waah bisa langsung putus ni di sidang pertama 🤭.
Mana jempooll nya pemirsa, jangan lupa ramaikan komen nya ya, vote jgn lupa ples hadiah nyaa, tengkyuuuh pemirsa ❤️🌹
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 221 Episodes
Comments
SEPTi
egois kamu joko
2023-04-30
3
SEPTi
Udah tau ibunya sakit tapi kamu berulah Joko Joko🙈
2023-04-30
1
🍾⃝ͩʙᷞᴀͧʙᷠʏᷧ ɢɪʀʟʟ
woaah,,,bgus lngsung talak tilu,kirain'mau mnta jtah warisan lgi sidavid stupid,,,,
2023-04-26
2