Pak Slamet menemani David ke ruang kerja untuk mengambil dokumennya yang tertinggal, sementara aku mengekori mereka dari belakang dan menunggunya di depan pintu. Tidak lama kemudian David keluar dan pak Slamet masih setia mengawasinya. Sampai di depan pintu, David menghentikan langkahnya.
“Apakah kamu akan menjual rumah ini?” tanya David dengan tatapan penuh selidik.
“Aku rasa ini bukan urusanmu lagi, dan aku rasa apa yang kamu punya sekarang sudah cukup membuat kamu tenang dan tidak akan datang lagi ke rumah ini. Aku pun juga tidak akan mau tau lagi dengan urusanmu, jika sudah tidak ada lagi yang diperlukan, silahkan lanjutkan aktivitasmu, pintunya masih disitu.” jawabku dingin dan secara terang-terangan mengusir pria itu.
“Ok, aku sudah tidak sabar melihatmu jadi gelandangan wanita mandul, hahaha!” tawa yang membuat ku merasa sakit itu hanya ku balas dengan senyuman tipis dan mengekori langkahnya dari belakang.
“Ayo sayang, urusan kita sudah selesai,” David mengajak Novi untuk meninggalkan rumah sahabat wanitanya itu. Novi yang tampak kikuk dipandang tajam oleh Ngarsinah hanya bisa menganggukan kepalanya mohon diri. Gadis itu tidak sedikitpun membuka mulut untuk sekedar berpamitan. Saat tadi di ruang tamu berdua dengan bu Yem pun gadis itu memilih diam.
Mobil David pergi meninggalkan halaman rumah Ngarsinah. Bu Yem menatap khawatir ke arah Ngarsinah, tapi tidak sedikitpun ada kesedihan di wajah janda muda itu.
“Ndok itu tadi dokumen apa yang diambil sama David?” tanya pak Slamet, ada rasa penasaran yang menyelimuti hatinya. “Oh itu dokumen kebun dan sawah punya bapak yang sudah menjadi milik dia pak,” jawab Arsi dengan lemah tapi berusaha tegar dan terlihat biasa-biasa saja.
“Maksudnya gimana ndok? kok bapak nggak paham ya?” tanya pria tua yang masih saja bugar itu. “Itulah kebodohan Arsi pak, sangking cintanya, sampai percaya saja membalik nama menjadi milik David, tapi ya Asri ikhlas pak, dan tidak mau mempermasalahkan hal itu lagi.” jawabku apa adanya.
“Ndok, surat surat tanah dan rumah ini?” tanya pak Slamet tiba-tiba khawatir. “Tenang pak, kemaren sore Arsi titipkan ke ibu, Alhamdulillah perkiraan Arsi ternyata bener. Dia balik lagi kesini, coba kalo kemaren Arsi nggak simpan ditempat ibu, sudah ikut dibawa dia juga pak,” jawab Ngarsinah tenang dan tampak bersyukur pikirannya masih waras. “Sukurlah ndok, bapak jadi tenang.
“Assalamualaikum,” suara seorang laki-laki dari arah rumah pak Slamet. “Pak kayaknya ada tamu di rumah kita, coba bapak liat gih,” suruh bu Yem kepada suaminya. “Iya bu, bapak kesana dulu ya, Ndok bapak tinggal sebentar ya,” pamitnya kepada Ngarsinah. “Iya pak,” jawab janda cantik itu dengan senyum manisnya.
Sesampainya di halaman rumahnya yang juga tidak berpagar, sama dengan rumah Arsi. “Waalaikumsalam, maaf pak, mau cari siapa ya?” tanya pak Slamet ramah. dilihatnya mobil mewah berwarna hitam itu parkir manis di halaman rumahnya. Seorang pemuda tampan masih berada di dalam mobil dan bersiap untuk keluar.
“Saya Boby pak, maaf saya mau tanya apa benar ini rumah bu Yem?” tanya pria paruh baya dengan wajah yang masih terlihat awet muda, di tambah dandanan parlente menunjukkan bahwa orang ini termasuk orang berada.
“Iya pak bener, saya suaminya bu Yem, kenalkan saya Slamet pak, kedua pria paruh baya itu pun saling berjabat tangan dengan ramahnya. Seorang pria tampan dengan pakaian kantor, jas berwarna biru dongker daan celana bahan dengan warna yang senada membuat tampilannya sempurna didukung dengan tubuhnya yang tinggi dan atletis.
“Kenalkan pak Slamet ini putra saya, Rangga.” Rangga mengulurkan tangannya untuk saling berjabat tangan dengan pria sederhana yang ada di hadapannya.
“Rangga, pak,” ucap Rangga
“Slamet, nak” ucap Slamet.
Slamet mempersilahkan tamunya untuk duduk di kursi rotan yang ada di terasnya, tidak mau berlama-lama Boby mengutarakan maksudnya dan itu sudah dipahami oleh pak Slamet. Mereka semua sudah menunggu kedatangan tamu istimewa ini sedari tadi.
“Mari pak kita ke sebelah, ini rumah yang mau dijual, pemiliknya ndok Ngarsinah, dia yatim piatu dan ini rumah peninggalan orang tuanya.” terang Slamet sambil berjalan menuju rumah Arsi yang hanya bersebelahan saja dengan rumahnya.
“Loh kalau dijual nanti dia tinggal dimana pak?” tanya Boby penasaran. Belum sempat Slamet menjawabnya, mereka sudah sampai di depan pintu ruang tamu rumah Ngarsinah.
“Assalamualaikum” sapa mereka serentak, dan dijawab oleh bu Yem yang sedari tadi sengaja menunggu di ruang tamu, sementara Arsi masuk ke dapur, menyiapkan hidangan untuk tamunya.
“Waalaikumsalam, ayo silahkan masuk pak, saya bu Yem yang menghubungi bapak kemaren, ayo monggo-monggo, silahkan duduk pak.” Jawaban salam dari bu Yem dilanjutkan dengan mempersilahkan masuk tamu-tamunya.
“Terimakasih bu, oya ini kenalkan anak saya, Rangga.” sahut Boby dengan ramah. Ngarsinah muncul dengan namban yang sudah penuh dengan minum dan dua piring hidangan khas desa, pisang goreng dan teh manis panas.
“Ndok kenalkan ini pak Boby dan nak Rangga. Ayo duduk sini ndok,” bu Yem mengajak Ngarsinah untuk duduk di sebelahnya. Mereka saling mengenalkan diri dan kesan pertama yang diterima oleh gadis itu sosok pria yang baik dan anaknya pun juga tampak baik.
untuk beberapa saat sesi ramah tamah dan perkenalan sampai menanyakan tentang pekerjaan mereka sudah menghabiskan waktu kurang lebih dua puluh menit.
“Ngarsinah saya baru saja melihat rumah kamu ini sudah merasa senang, klasik sekali, tapi kenapa kamu mau menjualnya?” tanya Boby setelah mengungkapkan kekagumannya terhadap rumah Arsi yang bergaya klasik.
“Saya ingin pindah ke kota dan mencari pekerjaan disana pak, rumah ini akan terbengkalai kalau saya tinggal, jadi sebaiknya saya jual saja dan bisa buat modal untuk hidup saya kedepannya.” jawab Arsi yang menutupi cerita yang sebenarnya
“Oo gitu, rencana mau buka usaha apa di kota?” tanya Rangga yang merasa tertarik dengan sosok Ngarsinah, entah dari sisi apanya, dia pun tidak tahu. Saat ini pria itu hanya ingin tau apa yang akan dilakukan oleh gadis itu di kota.
“Rencana saya mau bekerja saja mas, sekaligus belajar karena selama ini saya belum pernah bekerja setelah selesai lulus.” Jawab Ngarsinah dengan jujur.
Rangga tersenyum yang membuat wajahnya semakin terlihat tampan. panggilan ‘Mas’ dari Ngarsinah membuat hatinya berdesir. Padahal banyak orang yang memanggilnya dengan panggilan itu, tapi entah kenapa, saat suara lembut ini memanggil dengan panggilan itu membuat hatinya tidak baik-baik saja.
“Jika nanti dikota mbak ada perlu sesuatu, silahkan hubungi saya, jangan sungkan,” tawar Rangga dengan santun. Ngarsinah tersenyum menerima tawaran yang diberikan Rangga. “Nggih mas, terima kasih sebelumnya.”
“Jangan berterima kasih dulu, saya belum melakukan apa-apa untuk mbak,” jawab nya ramah.
“Oya, nak Ngarsinah apakah saya boleh tau kenapa kok rumahnya di jual murah? saya dengar kemaren dari ibu Yem sekalian perabotannya ya?” tanya Boby.
“Saya hanya ingin mempermudah proses transaksinya pak, semoga dengan harga segitu tidak memberatkan orang yang ingin membeli,” jawaban yang sama sekali tidak disangka-sangka oleh Boby. Wajah pria paruh baya yang masih tampak tampan itu berubah haru, ingin sekali pria itu menanyakan lebih dalam tentang Ngarsinah, tapi dia merasa sungkan.
“Nak Ngarsinah, kapan bisa melakukan transaksi?” Sungguh ini diluar dari dugaan calon janda itu, tapi dia tidak ingin terlihat terlalu senang. Sungguh ini terlalu cepat, baru saja kemaren dia menginginkan untuk menjual, dan hari ini Allah gerakkan ayah dan anak ini untuk datang kerumahnya lalu tanpa menawar sedikitpun mereka ingin melakukan transaksi.
“Ehem, maaf pak, silahkan panggil Arsi saja,” pintaku dengan malu-malu. aku sengaja belum menjawab pertanyaannya, karena aku harus menenangkan jantungku yang mendadak cepat sekali berdetak.
❤️❤️❤️
Like, Komen, Subscribe dan vote ya pemirsaahh, biar author makin semangat up nya, tengkyuuuhh ☺️🌹
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 221 Episodes
Comments
Alexa_Kuyy2
SEMANGATTTTTTT
2023-05-12
2
SEPTi
Rangga kah jodoh selanjutnya
2023-04-27
3
Sulati Cus
cinta membabi buta sp harta peninggalan ortu raib di gondol buaya buntung
2023-04-07
1