Cahaya duduk di samping ranjang Binar. Sementara Biru tertidur di sofa bed yang tersedia di ruangan itu. Ruangan VIP dengan fasilitas layaknya kamar Deluxe hotel bintang empat. Bukan Cahaya yang memilih melainkan ini semua atas inisiatif Fakhrul.
Cahaya tidak meminta tapi juga tidak menolak karena saat mengurus administrasi Fakhrul lah yang menawarkan diri. Terserah saja... !! Cahaya tidak ambil pusing. Pikiran nya terlalu sibuk dengan kondisi Binar. Tak ada yang lain.
Berselang beberapa waktu kemudian pintu dibuka pelan dari luar. Rania muncul dengan kantong kantong makanan di tangannya. Tiga porsi Bento dari restoran ternama. Ada beberapa jenis buah dan juga beberapa botol air mineral.
Rania tadi pamit hendak menjemput anak anaknya dari sekolah dan berjanji akan kembali setelah mengantarkan mereka pulang. Dan sekarang di sinilah Rania. Membawa bekal makan malam karena matahari telah berwarna jingga di ufuk barat. Bertanda malam sebentar lagi akan segera tiba.
Kedatangan Rania sontak mengalihkan pandangan Cahaya dari Binar ke arah pintu. Senyuman hangat sang sahabat menular padanya. Apalagi melihat sesuatu di tangan Rania. Membuat perut Cahaya minta segera diisi.
Dari siang tadi di Cafe mereka hanya memakan Dessert dan segelas es kopi. Niatnya hendak makan siang di rumah tapi batal karena kejadian yang tak terduga ini. Alhasil perut kedua wanita itu bisa dipastikan kosong saat ini.
" Syukurlah kamu bawa makanan, aku lapar tapi tidak ingin meninggalkan Binar. Takut dia sadar dan kaget ketika tidak melihat ku. " Ucap Cahaya sembari bangkit dan melangkah menuju Rania. Menyambut tote bag yang berisikan makanan dari tangan Rania.
" Aku tahu, karena aku pun lapar . Makanya aku bawa ini . " Jawab Rania . Mereka duduk di di sofa sebelah Biru. Tanpa menunggu lebih lama lagi kedua sahabat itu mulai mengeksekusi Bento yang menggugah selera itu.
" Enak... ! " Ucap Cahaya di sela suapan nya.
" Karena gratis. " Balas Rania terkekeh bercanda.
Keduanya tersenyum sembari menyuap makanan masing masing.
" Ada mantan kamu di depan. " Celutuk Rania sontak membuat Cahaya mendongak menatap kearahnya. Memastikan jika telinganya tidak salah mendengar.
" Iya... tadi dia minta dikabari kalau Binar sudah bangun. " Lanjut Rania.
" Hmm...biarkan saja. Asalkan dia tidak menampakkan diri. Jujur aku masih saja merasa tidak nyaman berdekatan dengannya, menatap wajahnya, atau bicara. " Ucap Cahaya mengungkapkan perasaannya.
" Tapi aku juga tidak bisa mengusirnya, karena dia tetap saja ayahnya Binar . Mungkin sudah waktunya dia melihat hasil perbuatannya. " Lanjut Cahaya.
" Tapi aku melihat penyesalan di wajahnya. Dan terlihat tulus... " Bukan Rania saja yang melihat itu Cahaya juga.
" Iya... aku juga melihatnya. Tapi nasi sudah jadi bubur. Penyesalan nya tidak lagi berguna. Bahkan aku yang memperbaiki puing puing yang dia tinggalkan hingga kini tak kunjung selesai. Menyesakkan... " Wajah Cahaya kembali muram dan matanya kembali terpaku pada sosok mungil yang masih belum membuka matanya.
Rania tidak lagi berkata kata, tidak ingin membuat Cahaya makin bersedih. Rania memilih melanjutkan makannya. Begitu juga Cahaya, kembali menyuap makanannya hingga habis tak tersisa.
" Habis magrib aku balik ya? Kamu sendirian tidak apa apakan ? . " Ujar Rania Kemudian.
" Iya, nggak apa apa , aku sudah biasa. Terima kasih ya, Nia . Untung ada kamu jika tidak entahlah.... Pasti aku bingung sendiri. " Ucap Cahaya tulus.
" Itulah gunanya teman. Santai aja ! " Balas Rania.
*****
" Halo, Kak...
"..... "
" VIP 3 lantai empat. "
"..... "
" Ok , aku tunggu. "
Rania menutup panggilan dari ponselnya. Pembicaraan Rania barusan dengan seseorang menarik perhatian Cahaya.
" Kamu dijemput suamimu ? " Tanya Cahaya.
" Bukan, Kak Doni. Mas Adnan berangkat ke Bogor setelah antar aku ke sini tadi. " Jawab Rania.
" Kenapa nggak nyetir sendiri ? "
" Mana boleh aku nyetir malam sendirian sama Mas Adnan. Kan pernah nabrak orang , karena mataku sedikit rabun senja. " Ucap Rania menjelaskan.
" Oo... pantas nggak diizinin. "
Tak lama kemudian terdengar ketukan pintu. Rania bangkit dari duduknya menuju pintu. Dan benar saja, Doni muncul setelah pintu dibuka lebar oleh Rania. Masih dengan pakaian kantor lengkap tanpa jas.
" Masuk Kak...maaf merepotkan . Habisnya Mas Adnan ada meeting di Bogor. " Sambut Rania.
" Nggak apa apa kalau sesekali. Sering sering mah ogah. " Jawab Doni santai, sambil melangkah masuk dengan tatapan yang tak lepas dari Cahaya yang pura pura sibuk memperbaiki selimut Binar.
" Uuh... segitunya. " Sungut Rania. Kemudian mereka melangkah mendekati ranjang Binar.
" Bagaimana kondisinya ? " Tanya Doni berbasa basi memecah suasana canggung yang tercipta.
" Belum bangun dari tadi. Kata Dokter memang disengaja diberi obat agar dia cukup istirahat. " Jawab Cahaya sedikit kaku.
Doni hanya manggut mangut mendengar penjelasan Cahaya. Keheningan kembali tercipta. Ketiganya hanya menatap ke arah Binar yang terlelap.
" Bunda... ! " Perhatian ketiganya berpindah ke arah sofa bed. Biru baru saja terbangun dari tidur nya. Mungkin tubuhnya lelah dan shock membuatnya butuh istirahat lebih lama dari biasanya.
" Biru sudah bangun. Ayo... cuci muka dan tangannya baru habis itu makan, ya !? " Cahaya mendekati Biru kemudian membantunya berdiri dan mendorong Biru lembut ke arah kamar mandi.
Sembari menunggu Biru, Cahaya merapikan selimut bekas Biru pakai dan menyiapkan Bento untuk santap malamnya.
Tak lama kemudian Biru kembali dengan wajah yang lebih segar.
" Ayo salam, Tante dan Om dulu. Tawari makan sekalian. " Biru pun langsung menuju ke arah Rania dan menyalaminya dengan takzim dan hal yang sama dilakukan nya pada Doni.
" Tante dan Om makan sama Biru, yuk ! " Ajak Biru menawarkan.
" Tante udah tadi, Sayang. " Jawab Rania.
" Om nya ? " Tanya Biru ke arah Doni.
" Kamu aja... Om belum lapar. " Ucap Doni dengan sedikit senyum.
Biru pun kembali ke sofa untuk makan malam. Sementara Rania dan Doni mengikuti Biru dari belakang. Biru duduk diantara Cahaya dan Rania sedangkan Doni duduk di sofa single.
" Maaf, makanannya tinggal ini. Jika mau aku bisa pesankan di kantin. " Ucap Cahaya canggung pada Doni.
" Tidak usah, aku juga belum lapar. Santai aja . " Jawab Doni.
Ketiga orang dewasa itu terlibat pembicaraan ringan sembari menunggu Biru selesai makan. Tidak lama kemudian Biru pun sudah menghabiskan makanannya.
" Nia, bisa pesankan kopi untukku. Seperti biasanya. " Ucap Doni tiba tiba.
Rania yang merasa aneh menatap Doni memastikan pendengarannya. Setelah mendapat kode dari tatapan Doni akhirnya Nia pergi tanpa protes dan tidak lupa mengajak Biru. Tentu saja Cahaya merasa tidak nyaman. Tapi Cahaya tak berdaya ketika Biru menerima ajakan Rania dengan suka cita.
Alhasil kini hanya tersisa Cahaya dan Doni dalam kebisuan. Cahaya mengalihkan kecanggungan itu dengan mengupas beberapa apel hijau yang Rania bawa tadi. Sementara Doni memperhatikan setiap gerak gerik Cahaya.
" Bagaimana... ? " Suara Doni menarik pandangan Cahaya ke arahnya .
" Apanya... ? " Tanya Cahaya tidak mengerti.
" Kelanjutan dari perkenalan kita. Tentu saja kamu paham maksudku bukan ? Kita sudah cukup dewasa untuk mengerti tujuan pertemuan kita tempo hari. Aku hanya ingin tahu apa jawaban kamu. Atau untuk lebih gampang dimengerti ... apa yang kamu inginkan ? " Jelas Doni .
" Aku takut terlalu cepat menjawabnya, karena jujur saja aku masih dalam tahap dilema. " Jawab Cahaya apa adanya. " Bagaimana denganmu ? " Tanya Cahaya balik sambil menatap Doni.
" Aku sama denganmu, terlalu banyak pertimbangan. " Doni bersandar dan melipat tangannya di depan dada. Kembali dia menatap Cahaya dalam seperti mencari sesuatu di sana.
Spontan Cahaya menunduk dan melanjutkan pekerjaannya memotong buah. Dan beberapa detik berlalu Doni kembali bersuara.
" Apa tidak bisa kita menikah saja tanpa pertimbangan ? " Cahaya kembali mengangkat wajahnya terperangah dengan apa yang baru saja dia dengar.
" Maksudnya....
...****************...
Happy Reading 💕
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 86 Episodes
Comments
Zainab Ddi
wah Doni pengen buru2 nih
2024-02-27
2
Nurgusnawati Nunung
wahhh Doni langsung niii
2024-02-11
0
N Wage
ayo menikah...😁
2024-02-10
0