" Aya... bagaimana jawaban kamu ? " Tanya Rania dalam perjalanan pulang dari Villa.
" Hah... Gimana ya !? Ada rasa takut, ada bimbang juga tapi ada rasa ingin mencoba. " Terdengar helaan napas lelah di ujung kalimat Cahaya.
" Kita tidak akan pernah tahu kalau tidak mencoba, Kan ?? Lagian jodoh siapa yang tahu. " Ucapan Rania yang terakhir dapat kode keras dari Cahaya lewat kerlingan mata. Cahaya tidak ingin anak anaknya mendengar.
" Ups... sorry. " Cicit Rania dengan senyuman penuh penyesalan.
" Nanti kalau aku sudah dapat jawabannya aku kabari kamu. Sekarang semua masih kelabu bagiku. " Jawab Cahaya akhirnya.
" Aku tunggu, semoga apapun itu yang terbaik untuk kamu dan mereka. " Ucap Rania sambil menunjuk anak anak Cahaya.
Pembicaraan itu berakhir tepat di depan rumah kontrakan Cahaya . Setelah Cahaya , Binar dan Biru turun Rania pun segera melaju keluar dari gang menuju jalan raya. Tujuan Rania bukan pulang ke rumahnya melainkan rumah Ibu Ratih.
Dan sekarang disinilah mereka, duduk di beranda samping dengan pemandangan taman dan kolam renang ukuran sedang. Rania tidak sabar mendengar cerita Ibu Ratih tentang tanggapan Doni yang luar biasa menurutnya.
" Ibuk hebat dengan mudah bisa membuat Kak Doni menurut. " Ucap Rania sumringah.
" Mungkin karena dia juga sudah lelah, atau mungkin dia tidak tega melihat Ibuk yang sakit sakitan. " Jawab Ibu Ratih.
" Nia berharap Kak Doni segera mengakhiri kesendiriannya, Buk. Entah sama Cahaya atau bukan, yang penting dia bahagia sudah cukup untuk Nia. "
" Ibuk juga berharap begitu, Nia. " Kedua wanita itu sama sama terdiam beberapa saat.
" Bagaimana dengan Cahaya ? " Tanya Ibu Ratih memecah keheningan.
" Cahaya belum memberikan jawaban, Buk. Dia masih ragu ragu. " Jawab Rania.
" Tunggu saja, jangan mendesaknya. Walaupun sebenarnya Ibuk sangat ingin Cahaya menjadi mantu Ibuk. " Ucap Ibu Ratih lirih.
Sebagai orang tua tentu Ibu Ratih ingin yang terbaik untuk anaknya. Apa lagi saat pertama kali bertemu dengan Cahaya walau hanya bisa menatap matanya saja, Ibu Ratih bisa melihat ketulusan hatinya Cahaya. Tutur kata yang halus dan sikap yang sopan membuatnya punya daya tarik tersendiri.
Apa lagi sejak tahu Cahaya seorang single parents, Ibu Ratih memupuk harapan yang besar terhadap Cahaya. Kini Ibu Ratih dan Rania hanya bisa berpasrah pada takdir yang Maha Pencipta. Berharap pelangi akan segera terbit.
*****
Pagi ini matahari terlihat sangat cerah. Kesibukan diawal minggu telah dimulai. Begitu juga bagi Doni, meskipun dia seorang pemilik perusahaan bukan berarti bisa bermalas malasan .
Seperti biasa pukul delapan pagi dia sudah sampai di kantor nya. Setengah jam lagi Doni harus meeting dengan para Staf Pemasaran . Tapi sebelum itu dia punya janji dengan Aryo untuk bertemu sebentar lagi.
Doni sedikit gelisah menunggu Aryo yang sudah telat sepuluh menit. Belum lagi rasa penasaran yang membuatnya tak sabar. Hingga lima menit terakhir terdengar ketukan disertai dorongan keras pada pintu.
" Sorry... macet Bro, ada kecelakaan tadi. " Aryo muncul dengan keringat halus telah memenuhi dahinya. " Untung belum terlalu terlambat . " Sambungnya.
" Sangat terlambat ! Dua puluh menit itu bagiku sangat berharga, tahu kamu. " Todong Doni kesal.
" Baiklah...baiklah... sekali lagi maaf. Nih, pesanan mu. " Aryo menyerahkan sebuah amplop coklat tepat di hadapan Doni.
Doni meraih amplop yang baru saja Aryo berikan. Kemudian memasukkan nya ke laci meja setelah menimbang sesaat . Tentu saja membuat Aryo langsung bereaksi.
" Loh... nggak dilihat sekarang ? Nanti menyesal . Cantik lho... ! " Ucap Aryo memancing Doni.
" Aku udah telat meeting, ntar ajalah. " Doni langsung bangkit sembari menenteng beberapa file yang sudah disiapkan sedari tadi. " Thanks Yok, nanti aku transfer. " Lanjutnya sambil menepuk pundak Aryo.
" Santai Bro, kayak sama siapa aja. Tapi aku nggak nolak koq. " Aryo berucap dengan senyuman tengilnya.
" Udah tahu aku tuh...
Keduanya keluar dari ruangan Doni sembari terkekeh .
Doni menyelesaikan semua pekerjaan dengan segera. Ada rasa ingin tahu tentang wanita yang ibunya maksudkan. Sudah tiga tahun lebih ibunya berhenti menjodohkan nya . Tidak lagi mengusiknya kala berada di Club malam. Dan terlihat pasrah dengan apa yang Doni lakukan.
Sebenarnya bukan merasa bebas, melainkan merasa bersalah terhadap apa yang dia perbuat. Tapi Doni tidak bisa dan tidak tahu cara keluar dari lingkaran masa lalu dan penyesalan nya.
Tepat pukul empat sore akhirnya Doni selesai memeriksa lembaran terakhir sebuah laporan dari bagian pemasaran. Setelah menarik napas dalam dan meregangkan tubuhnya akhirnya Doni menutup laptop nya.
" Keruangan saya sekarang...!! " Doni bicara lewat interkom pada seseorang. Tak lama kemudian pintu dibuka dari luar. Munculah seorang pria berusia sekitar tiga puluh tahun yang berpakaian rapi ala kantoran.
" Bapak butuh sesuatu ? " Tanya seseorang itu.
" Tidak... hanya mau menyuruh kamu untuk memisahkan laporan ini sesuai dengan urutan tanggal dan jenis produk . Saya sudah periksa tinggal kamu rapikan saja . " Doni menyerahkan tumpukan kertas yang baru saja dia kerjakan.
" Baik , Pak.... " Setelah laporan itu berada di tangannya pria yang menjadi Sekretaris Doni itu segera undur diri.
" Oh... iya , Dre jangan ada yang ganggu saya dulu ya. Kecuali kalau ada yang urgent. " Ucap Doni sebelum Andre sampai di pintu.
Setelah Andre keluar dari ruangan, Doni langsung mengambil berkas yang tadi dia simpan di laci. Amplop coklat pemberian Aryo tadi pagi .
Ada beberapa buah foto seorang gadis muda memakai pasmina . Kemudian beberapa lembar kertas berisi data data riwayat hidup dari lahir hingga melahirkan. Terdapat juga beberapa data identitas seorang pria. Hingga hasil visum dan beberapa hasil scan foto Rontgen. Lengkap dengan laporan kepolisian dan terakhir rekam medis dari Psikiater.
" Sungguh mengejutkan... bagaimana mungkin Ibuk menginginkan aku menikahi wanita yang dipenuhi masalah seperti ini. Sangat complicated dan rumit. Sementara aku juga butuh untuk disembuhkan. Hah.... " Akhirnya Doni menghempaskan semua file itu di atas meja kerjanya lalu menyandarkan punggungnya yang terasa sangat lelah.
Setelah memejamkan matanya sejenak, Doni kembali meraih kertas kertas kertas itu. Meraih sebuah foto seorang wanita yang diperkirakan foto lama.
" Manis... " Gumam Doni.
Setelah menimbang beberapa saat, Doni membuka ponselnya dan membuat panggilan kepada Rania.Dan tak lama kemudian langsung di respon oleh Rania.
" Ya, Kak... tumben nelpon. " Ucap Rania .
" Teman kamu itu ... aku ingin ketemu dia. " Ucap Doni tanpa basa basi .
" Wah... to the point sekali anda. Saya jadi kaget. Kenapa , udah nggak kuat menduda yaa... ? " Ledek Rania.
" Semua ini demi Ibuk. Kamu tahu, kan ? Ibuk mudah sakit sekarang. Dan Ibuk meminta aku untuk menemui teman kamu itu. " Jawab Doni.
" Gimana nggak sakit, anaknya keras kepala. Udah tua masih saja bandel. Padahal mudanya anak sholeh. " Balas Rania sedikit kesal.
" Iya... iya, terserah kamu mau ngomong apa. Sekarang kamu atur aja, bagaimana caranya aku ketemu dia. Ok, Sis... !? " Jawab Doni lagi.
" Baiklah, Kak. Nanti aku usahakan. Tapi sabar dulu ya. Dia masih ragu dan... ya, anggaplah lagi mencoba menyembuhkan diri. Aku yakin Kak Doni sudah tahu sebabnya. "
" Ok... aku nggak ngotot juga. Yang penting keinginan Ibuk bisa aku penuhi , itu saja . Suruh ketemu saja, kan nggak maksa langsung dinikahi. " Jawab Doni enteng.
" Iya deh , suka suka Kak Doni sajalah. Nanti aku kabari lagi. " Rania pun langsung memutuskan panggilan telpon Doni.
Ada kesal di hati Rania. Doni hanya menganggap sekedar memenuhi keinginan ibunya sementara Cahaya susah payah meyakinkan hatinya. Entah kenapa Rania jadi ragu untuk menjodohkan kedua orang itu. Takut salah satu atau mungkin kedua tersakiti. Hati Rania bimbang.
...****************...
Happy Reading 💕
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 86 Episodes
Comments
Bundanya Pandu Pharamadina
Rania dirimu temen baik Cahaya, setidaknya di coba bertemu dulu mungkin
2024-03-05
1
Zainab Ddi
semoga jodoh
2024-02-25
0