"Lepaskan aku!" Agnes berteriak dan terus meronta ketika dia orang pengawal memegangi tangannya dan menyeretnya ke ruang depan. Dimana tuan mereka berada. Arnott memandangi wajah mungil Agnes yang tertutup oleh rambut lurusnya.
Ia pun bangun dari duduk dan berjalan mendekat kearah gadis bertubuh mungil tapi tinggi, dimana ia kini tak bergerak karena cekalan kedua pengawalnya.
Arnott sedikit menunduk kemudian menyibak rambut lurus itu demi melihat bagaimana rupa gadis mungil pembangkang yang selalu membelot terhadap perintahnya. Gadis kecil yang tak takut akan nama besar serta kekejamannya ini membuat Arnott penasaran.
Ketika Arnott berhasil menyibak rambut yang menutupi wajah cantik Agnes, ia langsung mendapat tatapan menghunus dari gadis berani itu. Arnott pun mendengus.
"Gadis bodoh!" Tanpa diduga sama sekali, terutama oleh Agnes. Pria paruh baya itu mendaratkan telapak tangannya cepat menyentuh sebelah pipi Agnes dengan sangat keras hingga menimbulkan suara yang kencang.
Sontak, kepala Agnes langsung melengos ke samping dengan keras. Tak ada suara mengaduh maupun ringisan yang keluar dari mulut mungil Agnes melainkan cairan merah yang tiba-tiba mengalir dari sudut bibirnya yang pecah.
Agnes menaikkan sudut bibirnya mencipta satu seringai. Ia berbalik dan kembali memberi tatapan tajam ke arah Arnott. Pria paruh baya itu semakin mengeratkan rahangnya. Ia tau dan paham bahwa gadis kecil itu tengah menantangnya.
"Tinggalkan aku berdua dengannya. Jangan masuk jika belum kupanggil!"titah Arnott mengusir semua pengawalnya termasuk Mollen. Ia ingin menghadapi gadis liar ini sendirian. Meskipun, saat ini Agnes hanya mengenakan piyama bermotif kartun.
Kedua pengawal itu pun langsung melepas cekalannya pada kedua lengan Agnes. Membuat gadis itu langsung meronta dan berlari menuju ke arah pintu keluar. Tentu saja hal itu membuat, Arnott geram. Pria paruh baya itu segera mengambil senjata api yang terselip diantara pinggangnya dan langsung, melepaskan tembakannya ke atas.
Suara letusan dari peluru yang di luncurkan pun memekakkkan telinga. Hingga, Agnes spontan berteriak dan menutup kedua telinganya menggunakan telapak tangan. Spontan ia pun berjongkok ketika tembakan kedua di lepaskan okeh Arnott. Hingga, ia berjongkok sambil menangis.
Tubuh mungilnya bergetar, Agnes merasakan dadanya bergemuruh takut. Meskipun ia ingin mati karena merasa itu lebih baik daripada menjadi makanan bandot tua. Namun, tidak dengan cara seperti ini. Ia cukup trauma dengan suara letusan senjata api.
Bandot tua yang merupakan ketua dari klub gangster terbesar kota ini. Hanya berusaha menakutinya yang merasa seakan pemberani. Arnott menyeringai bengis si belakang tubuh Agnes yang sedang gemetaran.
Duarr!
Sekali lagi, Arnott melepas tembakannya. Kali ini senjata api itu meletuskan lantai marmer yang berada tak jauh dari sisi tubuh Agnes yang tengah memeluk raganya sendiri. Sungguh, Arnott pandai sekali memainkan perasaan lemah dan takut gadis yang berani menantangnya ini.
"Bangun. Cepat!" Perintah dari Arnott seketika membuat Agnes tak dapat memikirkan apapun lagi. Ia berdiri dengan cepat meskipun saat ini ia tak dapat merasakan ujung kakinya. Seluruh jari kaki terasa dingin dan beku. Begitupun pada tangannya.
Agnes mengangkat kepalanya memberanikan diri untuk menatap bandot tua yang berniat menjadikanya istri keenam. Gila memang. Wajahnya sangat seram dan jelek. Hidung besar juga mata. Kumis yang tebal melintang menutupi bibir tebalnya yang hitam. Bayangkan tubuh pendeknya dengan perut buncit yang hampir meletus. Bahkan, kancing baju dan celananya hampir melesak dan copot.
Sungguh, vibes yang sangat di takuti di kalangan wanita muda era ini. Mereka yang punya bayangan dan angan untuk memiliki pasangan semacam idol Korea, China dan Thailand. Tiba-tiba harus di hadapkan dengan pria tua yang lebih pantas dikatakan berwajah monster karena kulit wajahnya menggelembung sebagian.
Bahkan, jika ia tidak mati saat ini. Agnes pasti akan mendapat mimpi buruk setiap malam. Kalau saja sampai pria ia mendapatkan dirinya. Tentu saja Agnes tak mau mati pelan-pelan. Lebih baik ia mati saat ini juga.
"Bunuh saja aku! Tembak ke arah kepalaku sekarang juga!" tantang Agnes pada Arnott yang memandangnya penuh napsu. Piyama atas Agnes miring dan salah satu kancing bagian atasnya terbuka satu. Entah terlepas dimana, Agnes bahkan tidak menyadari keadaannya. Ia baru paham ketika bandot tua di hadapannya ini, menatapnya lapar.
"Aku lebih baik mati! Enyah kau bandot tua!" Agnes terus mundur menjauh, sambil meringis. Kakinya sudah tak ada daya lagi. Tapi ia tidak boleh menyerahkan dirinya begitu saja. Tidak mungkin dan tidak boleh.
'Dav! Bawa aku bersamamu. Ajak aku mati! Kenapa kau mati sendirian. David, aku takut!' batin Agnes menjerit, meneriakkan satu nama yang sejak beberapa hari ini ada berputar-putar di dalam kepalanya.
Sementara itu di luar ruangan.
"Bagaimana ini. Anak tuan Arnott menelepon sejak tadi. Tapi, aku takut menganggu jika memaksa masuk." Salah satu tangan kanan yang tau bagaimana tabiat Arnott merasa bimbang. Ia tau, jika anak dari tuannya menelepon pasti ada masalah di sana.
"Kau benar. Tuan sangat menginginkan gadis itu. Kita tidak boleh mengganggunya. Kalau sampai iya, bisa--" Pengawal yang satunya mempraktekkan dengan gerakan tangan seolah pisau mengiris leher.
Beberapa pengawal lain yang berdiri tak jauh dari ambang pintu pun sontak bergidik. Apalagi, tadi mereka sempat mendengar beberapa kali Siara letusan senjata api. Bukan hanya leher yang akan terpotong tapi kepala yang akan meledak hingga isi otak keluar dari cangkangnya.
"Haih, tuan muda menelepon lagi. Bagaimana ini?" Kaki tangan Arnott hampir frustrasi. Satu sisi ia takut mendapat hukuman dari tuan besar satu sisi juga Tian muda akan menghukumnya jika begini.
"Ya sudah, ketika saja pintunya. Siapa tau nanti tuan besar akan memaklumi. Karena ini juga pasti ada masalah dengan tuan muda."
Akhirnya pintu pun di ketuk.
Di dalam, Arnott yang sudah mendapatkan Agnes dan hampir melahap bibir gadis itu dengan bibir hitamnya yang tebal. Sontak berhenti. Arnott menoleh ke arah pintu dengan tatapan menghunus tajam. Ia bahkan mengerahkan senjata apinya ke arah pintu yang hendak di buka itu.
Melihat, Arnott bangun dari menekan tubuhnya. Agnes langsung membenarkan letak atasannya. Meski kancing-kancing piyamanya entah kemana.
"Maaf Tuan besar!" Pengawal yang membuka pintu langsung membungkukkan badan.
"Jika berita yang kau bawa lebih penting dari apa yang hendak aku lakukan pada gadis itu, maka bersiaplah kepalamu akan ku lubangi dengan peluruku!" ancam Arnott, membuat sang pengawal menelan ludahnya susah.
"Tuan muda menelepon, sudah tiga kali." Akhirnya sang pengawal memberanikan diri mengatakan hal yang sebenarnya demi menyelamatkan nasib kepala.
"Arthur? Apa yang terjadi pada anak itu?" gumam Arnott yang sudah menjauh dari tubuh mungil yang sebentar lagi hampir ia nikmati itu. Mendengar nama sang putra, seketika dirinya melupakan apapun itu.
Sang pengawal segera memberikan telepon seluler yang kembali menyambungkan panggilan dari tuan muda Arthur.
"Ada apa? Apa kau tahu bahwa kau telah merusak kesenanganku!" hardik Arnott pada putranya di seberang telepon.
[ Maafkan aku, Pa. Tapi ... David Voster telah sadar dari koma. ]
"Lalu?"
[ Dia pasti akan membalas dendam padaku. Cepat atau lambat dirinya pasti mencari tau siapa yang telah meracuninya. Aku butuh bantuanmu, Pa. ]
"Apa rencanaku?"
[ Masukkan penyusup, cari wanita polos yang mau menjadi mata-mata ku. Aku ingin mencelakai kembali pria arogan itu dari dalam. Kalau perlu langsung mati saja. ]
Arnott nampak berpikir. Dimana ia harus mencari wanita polos yang bisa ditekan untuk bekerja sama dengannya.
...Bersambung ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments
@⒋ⷨ͢⚤L♡Marieaty♡
kayaknya si Agnes nih yang bakalan jadi mata mata nya, tapi bakalan mau gak si agnes jadi mata mata??? secara dia gak tau klo dia harus memata matai si David??? bakalan ketemu David deh nantinya 🤭🤭🤭
2023-01-06
2