'Apa! Kenapa pria itu tiba-tiba pulang? Bagaimana ini? Aku belum menemukan jalan keluar untuk kabur dari tempat ini.' Seketika batin Agnes mendadak gusar. Gadis itu tak mau jika benar-benar di jadikan istri keenam di bandot tua. Memang, Agnes belum pernah bertemu dengan ketua gangster yang telah membelinya dari Mollen. Dimana perempuan bertubuh gemuk ini tak lain adalah adik dari mendiang mamanya sendiri.
Agnes sungguh tak menyangka kesediaan Mollen dalam mengasuh dan membesarkan sampai sekarang karena dengan niatan buruk. Ia telah membuat kesepakatan pada tuan Arnott sejak lima tahun yang lalu. Pantas saja selama ini perlakuan sang bibi selalu baik dan terbilang menuruti segala keinginannya.
'Kalau tau begini nasibku, lebih baik aku jadi gelandangan saja. Daripada hidup dengan baik di sekolahkan tapi pada akhirnya aku dijual. Aku tak ubahnya bagaikan hewan ternak. Di pelihara dengan baik agar mendatangkan keuntungan untuk si pemelihara.' batin Agnes meringis pilu. Ia tak tau lagi bagaimana nasibnya setelah ini.
Bahkan karena masalah dirinya ini, seorang pria tak bersalah sampai meregang nyawa demi menyelamatkannya.' Seharusnya kala itu aku tak perlu meminta tolong padanya. Jika saja aku tau bahwa kompolotan yang menyerang ku adalah segerombolan gangster bersenjata, aku tidak akan melibatkannya. Oh, David.' Agnes nampak begitu menyesal. Air matanya mengalir deras hingga membuat basah kedua pipinya.
Bersandar, sisi dipan sambil memandangi gaun yang di lempar oleh Mollen kearahnya. "Bersihkan tubuhmu dan pakai gaun itu. Aku akan mendatangkan perias untuk mendandani mu!" teriak Mollen terakhir kali sebelum akhirnya ia keluar dari ruangan itu dengan membanting pintu kasar.
Bahkan, Agnes sampai memegangi dadanya yang sudah berdenyut terlebih dahulu. Sungguh, saat ini dirinya bukan sedang menangisi keadaan serta nasib dirinya. Akan tetapi ia tengah menyesali kematian seseorang karenanya. Ketika, ia mulai menyadari bahwa dirinya memliki perasaan lain terhadapnya. Pria itu justru meregang nyawa karenanya.
"Mollen. Mana calon istriku! Bawa dia kesini, cepat!" titah Arnott dengan suara baritonnya hingga membuat Mollen terkejut.
"Ba–baik, Tuan. Sebentar lagi pasti anak itu akan turun."
"Aku tidak mau menunggu lebih lama lagi. Atau kepalamu akan jatuh menggelinding di lantai ruang tamu ini!" ancam Arnott yang seketika membuat Mollen berlari cepat kelantai atas.
"Agnes! Kenapa kau belum selesai juga!" Mollen menggedor-gedor pintu kamar yang terkunci dari dalam itu. Salahnya tadi lupa mengambil kunci kamar tersebut. "Sial! Bodohnya aku, kenapa meninggalkan kuncinya di dalam tadi. Bisa-bisa kepalaku tidak selamat ini," gumam Mollen seraya memegangi lehernya membayangkan Arnott menebasnya menggunakan katana kesayangan ketua gangster itu.
Kalian tau kan apa itu katana, sebuah benda tajam yang seperti pedang panjang. Sangat tajam dan mampu menebas apapun termasuk lehermu. Benda perkasa yang biasa di gunakan oleh pendekar samurai.
Sementara Agnes terlihat berjalan mondar-mandir di dalam kamar. Ia meremas gaun yang belum ia kenakan pada tubuhnya itu. Justru dirinya hanya mengenakan piyama tidur bermotifkan panda.
"Anak sialan! Buka pintunya atau aku akan mendobrak dan mematahkan jari-jari mu setelah ini!" ancam Mollen gak ada lagi ucapan sayang yang biasanya ia ungkapkan kepada keponakannya itu. Saat ini yang ada hanya kekesalan dan kemarahan yang bersarang dalam dada wanita serakah itu.
"Bagaimana ini. Aku takut dan tidak siap menghadapi pria maniak itu. Aku--" Agnes yang sedang berpikir merasa di kejutkan dengan suara pada benturan keras pada pintunya. Ternyata di depan sana, Mollen telah memanggil beberapa pengawal untuk mendobrak pintu kamar Agnes.
"Mati aku! Kali ini aku pasti benar-benar mati! Ya ... memang lebih baik aku mati saja." Agnes mendekati meja rias dan segera membuka salah satu lacinya. Ia mencari benda apapun yang dapat ia gunakan untuk menghabisi nyawanya saat ini. Daripada menikahi pria tua jahat beristri banyak, lebih baik dia mati saja. Itulah, pikiran pendek yang mampir dalam kepala Agnes.
"Huh, aku menemukannya. Benda ini pasti bisa menyelamatkan nasibku." Agnes menyeringai ketika ia telah menemukan benda yang sekiranya dapat ia gunakan untuk menghabisi nyawa.
Tekadnya telah bulat untuk menyusul pria yang mati karena melindunginya. Setidaknya ia bisa bertemu dengannya nanti di alam baka untuk meminta maaf.
"Dav, sampai ketemu di alam baka. Aku akan mencarimu di sana untuk meminta maaf. Kau tidak seharusnya mati karena menyelamatkanku. Seharusnya saat itu kau lari saja. Tapi kenapa! Kenapa kau malah maju untuk menjadi tameng tubuhku. Kau bodoh, Dav! Sangat bodoh!" Agnes meringis lirih dalam sesal, dan ia sudah siap mengarahkan tusuk konde berbahan plastik yang telah ia tajamkan ujungnya itu. Kemudian, mengarahkannya tepat ke jantung.
"Selamat tinggal dunia, aku benci hidupku!Haaaa ...!"
Bruahhgtt!
Daun pintu terbuka dan membentur keras dinding kamar. Ketika salah satu tendangan dari pengawal berhasil merusak engselnya. Sontak Agnes pun terperanjat dibuatnya. Namun, ia kembali mengarahkan benda tajam itu ke depan jantungnya.
Kedua mata Mollen seketika membola hingga terlihat hampir keluar dari rongganya. Ia tak menyangka jika Agnes memiliki pikiran pendek untuk lebih memilih menghabisi hidupnya ketimbang menurut dan hidup enak. Ya itu menurut pandangannya.
Enak atau tidaknya jadi istri keenam, kau tidak akan tau sebelum menjalaninya. Meksipun ketua gangster itu mengiming-imingi dengan kemewahan dan juga kedudukan.
"Anak sialan! Jadi kau memilih mati ketimbang kaya raya hah! Dasar bodoh!" teriak Mollen terus memaki Agnes. Wanita itu sangat geram tapi tak bisa berkutik lantaran Agnes semakin menekan ujung tusuk konde itu ke dada sebelah kirinya. Bahkan, terdapat bercak darah yang mulai merembes di pakaian tidurnya itu. Hal itu menunjukkan bahwa dirinya tidaklah main-main.
"Ya, Bi. Aku memang anak sialan. Seharusnya kau itu membuangku saja bukan malah merawat dan menjualku. Akan ku pastikan kau rugi besar, Bi!" teriak Agnes tak mau kalah. Ia terus melawan karena tak mau ditindas lagi
"Berhenti bertindak bodoh, Agnes!" teriak Mollen lagi. Ia sangat takut jika keponakannya itu sungguh-sungguh menghabiskan nyawanya. Maka, pupus dan musnahlah segala impiannya yang telah berada di depan mata.
Sementara itu di dalam bathroom mewah sebuah mansion. Terlihat sosok pemuda tampan berambut silver yang ketiduran di dalam genangan busa sabun. Tak lama kemudian tidurnya terlihat gelisah. Hingga, nampak tetesan bulir keringat sebesar biji jagung menetes disisi pelipisnya.
Keningnya berkerut rapat, seakan pertanda bahwa dirinya saat ini tengah mengalami sebuah mimpi yang buruk. Hingga kini bagian anggota tubuh lainnya dari David mulai ikut bergerak. "Agnes! Jangan lakukan itu! Aku di sini ... aku di sini baik-baik saja. Agnes!"
David berteriak keras, hingga ia terbangun dalam keadaan duduk. Napasnya menderu dan satu-satu. Sungguh tak biasanya ia mimpi di sore hari seperti ini. Apalagi, memimpikan suatu kejadian yang menurutnya sangat lah aneh.
"Agnes. Kenapa tiba-tiba kau datang dalam mimpiku. Apa kau sedang memberi kabar padaku? Kalau iya, kau jangan mengambil langkah itu. Ku mohon jangan." David bergumam masih dengan napas yang terlihat tersengal-sengal.
"Boy, sahabatku. Apa kau sadar kalau aku tidak lagi berada di dekatmu?"
_________
"Aku harus mencari dia. Harus!" Boy berdiri dari kursi kebesarannya dan kembali mengambil Coat untuk menutupi raganya dari hawa yang dingin.
...Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments
@⒋ⷨ͢⚤L♡Marieaty♡
aduhhh bakalan mati itu mah jantung nya di tusuk gitu 😬😬😬apa nanti si Agnes juga pindah raga kaya si David klo beneran mati dan nanti jadi berjodoh sama David?? si Boy juga apa bakalan ketemu lagi sama David?? 🤔🤔🤔 makin penasarannn 😁😁😁
2023-01-04
2