Bunglon

Mobil yang dikendarai Mahesa telah masuk ke dalam black house, semua soldier dan juga worker berkumpul melihat jasad temannya. Di balkon Kendrick menatap pilu wajah worker yang kehilangan teman sekaligus saudara, beberapa jam yang lalu mereka telah kehilangan Resti sekarang Olan.

"Pulangkan dia ke kampung halamannya! Jangan lupa beri kompensasi untuk kedua orang tuanya dan sampaikan bela sungkawa ku," tutur Kendrick lembut.

Yanto—pria berkepala plontos tersebut menutup peti mati dan meminta soldier lainnya untuk memindahkan peti tersebut ke dalam mobil ambulan khusus untuk anggota black house.

"Beril, kemari kau!" pekik Kendrick dari balkon.

Kaki tangannya pun berlari menuju lantai 2 di mana Kendrick berada.

"Apa permintaanku telah siap?" tanya Kendrick datar.

"Sudah Tuan, semua yang Anda mau telah disiapkan." Menundukkan kepala.

"Bisa kita berangkat sekarang? Atau nanti?" Kendrick menatap sayu wajah Beril.

"Huh? Bagaimana maksud Tuan?" Menatap penasaran wajah Kendrick.

Pemilik bangunan megah ini menghela napas panjang dan tangan kirinya menopang dagu.

"Bubarkan semua pasukan. Aku mau istirahat bersama Aras," ucapnya membatalkan segala persiapan yang susah payah Beril lakukan.

Pastinya Beril bingung, tapi dia mencoba memahami keputusan tuan mudanya.

"Baik Tuan, saya permisi!"

"Hmm ...." Kendrick mengibaskan tangan kanannya.

...****************...

Matahari selalu memunculkan diri dari ufuk timur dan sinarnya menerangi alam, jarum jam terus berdetak tiada henti. Kicauan burung selalu merdu memanjakan telinga setiap manusi di muka bumi.

Semua berlalu begitu cepat hingga saat ini pada detik ke 40 dan jam 8 pagi, Kanilaras masih duduk anteng di kursi rodanya menatap sang surya dari balkon. Di tempat yang sama Kendrick tengah santai menikmati secangkir kopi pahit kesukaannya seraya menatap wajah cantik Kanilaras, bukan Kanilaras. Namun, Aras—gadis modern penuh keceriaan tidak pernah dia marah walau sering di goda.

"Kau tahu Aras, tempat ini selalu menjadi tempat favorit kita sejak kau datang ke sini. 'Balkon termaram' katamu saat itu, aku yang mendengar hanya menahan tawa geli." Melirik sebentar dan kembali menyesap kopi panasnya.

Aku semakin khawatir saat dia bersikap manis seperti ini. Semoga aja, apa yang ada di pikiranku itu tidak benar, kata Kanilaras menerkamnya.

"Apa kau tidak bosan duduk di situ terus? Apa kau sudah mulai nyaman di sana tanpa mengucapkan apapun? Atau kau mulai membenciku karena membiarkanmu terjun ke danau glora?" berondong Kendrick tanpa jeda.

"Katakan Aras! Apa kau membenciku, seperti mereka membenciku? Hey, Arastya Ningrum!" Mata Kendrick melotot mantap wajah gadis yang dia tanya sejak tadi.

Apa? Dia memanggilku apa? Kenapa telingaku seketika tidak mendengar ucapannya.

Netra Kanilaras masih menatap lurus wajah menakutkan Kendrick, perlahan rahang itu mengetat dan urat pipinya mengeras sesekali terdengar suara embusan napas berat Kendrick.

Tangan pria itu gemetar hebat, dadanya naik turun tidak beraturan dan matanya memerah. Perlahan dia bangkit dari tempat duduknya dan meremas kasar rambutnya sampai berantakan.

Apa dia mulai sinting lagi? Aku sudah mau gila tinggal bersama dia, gerundel Kanilaras tanpa terdengar orang lain.

Kendrick merasakan ada rombongan semut yang menjalar ke seluruh tubuhnya, semut hitam itu terus berjalan sampai masuk ke dalam kepala sampai memenuhi setiap rongga dalam tempurung kepalanya.

"Kau sungguh mengikis kesabaranku Aras!" Kedua tangan Kendrick menelusup ke leher Kanilaras.

Kedua tangan kekar Kendrick mencengkram erat leher jenjang Kanilaras, sontak mata gadis itu memerah dan mulutnya ternganga. Napas Kanilaras berulang kali tercekat, dadanya naik-turun bak tidak mampu menampung oksigen yang dia hirup.

"Kau sungguh gadis kurang ajar yang tidak memiliki harga diri Aras. Aku benci dengan sikapmu ini!" tukasnya seraya terus mencekik.

Alarm berbahaya menyala dan suara yang nyaring itu membuat semua worker dan soldier berlari mencari keberadaan Kendrick.

"Argh ~ bedebah! Suara apa ini?" teriak Kendrick sembari mendorong kursi roda Kanilaras sampai terbentur meja rias di kamar tersebut.

Amarah Kendrick semakin meningkat kala alarm itu kembali berbunyi, pria bertubuh tinggi kekar itu mengamuk bak manusia yang kesurupan. Semua barang dia banting dan lemari pojok dia tinju sampai pecahan kaca itu berhamburan di lantai.

Bola mata Kendrick bergulir menatap darah tangannya menetes tiada henti. Tiada hujan dan tidak ada angin pria itu meringkuk dan menangis sejadi-jadinya kala menyadari kekacauan di dalam kamar ini.

Matanya yang semula tertutup kini terbuka dan pandangannya mengedar mencari keberadaan Kanilaras.

"Astaga Aras!" Kendrick bangkit menghampiri Kanilaras yang tergeletak dilantai dengan kursi menindih tubuhnya.

"Sayang! What happened to you, heum? Apa yang terjadi padamu, heum?" tanya Kendrick lembut.

Pria itu membopong Kanilaras dan dibaringkannya tubuh gadis itu di ranjang.

"Kau pasti kesakitan, babe. Maafkan aku!" tuturnya lemah lembut.

"Kau tunggu di sini! Aku akan membawa kotak obat untuk mengobati lukamu," katanya sambil meninggalkan ruangan.

Suara dentuman pintu terdengar, tidak lama setelah pria itu pergi. Bibi Kenny masuk memeriksa keadaan Kanilaras.

"Nona baik-baik saja? Apa Tuan menyakiti Nona?" cecar Bibi Kenny sambil membolak-balikkan tubuh gadis yang saat ini masih terbaring lemah di atas ranjang.

"Ambil kotak p3k!" perintah Bibi Kenny pada worker yang berdiri dekat pintu.

Ketika worker itu menarik gagang pintu, kehadiran Kendrick yang berdiri di depan pintu membuat worker terkejut bukan main.

Tatapan Kendrick yang menghunus membuat para worker ketakutan, tapi mereka tetap memasang wajah tegas untuk menyembunyikan ketakutan mereka semua.

"Mau apa Tuan di sini?" Bibi Kenny bertanya tanpa melihat wajah tuan mudanya.

"Bukan urusanmu! Cepat berdiri dan tinggalkan kami berduaan!" titah Kendrick terdengar tegas.

Bibi Kenny menganggukkan kepalanya ke atas, isyarat Bibi Kenny sangat dimengerti oleh mereka—worker.

"Kenapa kau masih di sini Bibi? Bukankah ucapanku sudah jelas tadi!" Melirik Bibi Kenny yang berdiri tidak jauh darinya.

"Saya masih mau melihat Nona, Tuan. Saya juga ingin menjadi lebih giat lagi dalam bekerja," kata Bibi Kenny menyakinkan Kendrick—pria keras kepala.

Kendrick menghela napasnya dan menarik kursi untuk Bibi Kenny.

"Duduk!" perintahnya dalam diam.

Setelah melihat orang kepercayaannya duduk, Kendrick menarik pecahan kaca yang tertancap di telapak tangan Kanilaras.

"Apa sakit?" tanyanya pada gadis cantik yang masih terbaring di kasur.

"Bodoh, sungguh bodoh!" gerutunya terus terang.

*Iya, kau benar-benar bodoh. Sudah tahu aku tidak bisa berbicara, kau terus bertanya tiada henti.

Kata itulah yang terlontar di hati Kanilaras.

"Ada yang bisa saya bantu Tuan?" Bibi Kenny maju mendekat.

Mata Kendrick melirik, "Tidak perlu! Aku bisa melakukan sendiri," tolaknya dengan ekspresi wajah datar.

"Benarkan Aras? Aku bisa merawat mu tanpa bantuan Bibi Kenny," ucap Kendrick dengan alis yang bergerak naik-turun.

Tidak! Itu tidak benar, kau itu iblis yang menjelma sebagai manusia yang bodoh nan kejam! tukas Kanilaras, bibirnya membentuk garis lurus.

Bibi Kenny membuka pintu uang sedari tadi diketuk.

"Apa yang kau lakukan huh!" bentaknya dengan mata yang mendelik.

Terpopuler

Comments

KANG SALMAN㊍㊍

KANG SALMAN㊍㊍

aku malah bingung ini

2023-04-01

2

Hanum Anindya

Hanum Anindya

ini kanilaras kenapa ngomongnya dalam hati saja ya, jujur bikin penasaran juga. trus siap arastya Ningrum itu? kayanya ada sangkut pautnya antara kanilaras dan arastya Ningrum deh! 🤔

ayo kak semangat menulisnya.

2022-12-12

4

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!