Kebingungan Kanilaras

Mata bulat Kanilaras masih menatap tajam ke arah dua pria yang membuatnya menjadi seorang anak yatim piatu. Ingin rasanya dia menebas leher Raja Gendra dan juga Alingga—panglima perang yang selalu berada di sini Raja Gendra. Niat Kanilaras yang ingin membunuh Raja Gendra terhalang oleh tubuhnya yang tidak dapat bergerak.

Bedebah! Argh .... Sarkas Kanilaras dalam hatinya.

Gadis itu benar-benar naik pitam hanya dengan melihat wajah pelaku pembunuh kedua orang tuanya beserta rakyat yang selalu mendukung dan menghormatinya sebagai putri kebanggaan Raja Daneswara. Ketika kelopak matanya berkedip, Raja Gendra, Alingga dan juga gadis desa itu hilang entah kemana. Netra Kanilaras melotot, dia benar-benar marah dengan hal ini. Alih-alih berusaha bergerak, musuhnya yang dia incar malah menghilang entah ke mana.

Oh Sang Yang Widi, kenapa Engkau memberiku cobaan sedemikian rupa? tanya Kanilaras dalam hatinya.

Perlahan, tapi pasti. Sepasang kelopak mata indah itu terkatup rapat, walau dia tidak mengantuk. Pusaran kabut itu juga masih bergulung cepat. Namun, warna pekat dari pusaran itu semakin memudar. Ketika netranya benar-benar tertutup, telinga Kanilaras merasa sakit akibat suara gesekan dan juga jeritan yang melengking di teling kecilnya.

Apa lagi itu? Apa aku benar-benar akan mati sia-sia begini? Kalau benar, tolong siksa Gendra sebelum dia mati. Aku mohon jangan biarkan dia mati dengan mudah! pinta Kanilaras dalam rapalan doanya kepada sang pencipta.

Catatan Kanilaras tidak pingsan ya, matanya hanya tertutup dan tidak bisa terbuka.

Mau sampai kapan aku seperti ini? Dan lagi tenagaku benar-benar habis akibat pusaran gila ini, decak Kanilaras di hatinya yang emosi.

Tunggu! Aku merasa tubuhku berada dalam air. Apa aku sedang tenggelam? Tapi mana mungkin? Jelas-jelas aku tengah berada dalam kabut sialan itu, gerutu Kanilaras di tengah kegelisahan.

Memang benar, Kanilaras kini sedang tenggelam di sebuah danau buatan seorang pengusaha kaya raya. Pria itu juga yang menyelamatkan Kanilaras dari maut yang kedua, Kanilaras yang kini berada dalam dekapan pria itu bisa merasakan detak jantungnya dan aroma tubuh pria itu mengingatkan Kanilaras dengan seorang pria yang selalu dia kagumi sejak masih berusia 5 tahun.

Di pagi yang cerah suara burung yang berkicau merdu menembus kamar yang saat ini Kanilaras tempati. Suara burung itu menusuk lembut gendang telinga Kanilaras dan tidak lama kelopak mata itu terbuka lebar, jelaga hitam kehijauan itu menelisik setiap jengkal ruangan yang saat ini menjadi daerah pribadinya. Seorang wanita paru baya yang sedari tadi duduk menjaga Kanilaras—terperanjat setelah melihat mata Kanilaras terbuka lebar.

"Cepat panggil Tuan Ken! Dia harus tahu kalau Nona sudah bangun," perintah wanita paru baya tersebut.

Seorang pelayan muda berlari keluar dari sana menuju ruang kerja Kendrick Adinata.

Manik hitam kehijauan itu masih mengamati setiap ruangan dan pergerakan bola matanya terhenti kala melihat lukisan bunga yang di tengahnya ada seorang gadis tengah berdiri menatap sesuatu di depannya.

Aku harus berterima kasih atas perilaku baik orang-orang ini. Beruntung juga aku, mereka membantuku dalam peristiwa mengerikan semalam.

Terdengar jelas suara derap langkah kaki yang terburu-buru di luar sana, tidak lama pria itu membuka pintu dan bergegas menghampiri Kanilaras yang masih dalam posisi terbaring tak berdaya.

"Akhirnya kau bangun juga. Kau sungguh tega Aras! Tega kau meninggalkanku sekian lama. Apa kau sudah tidak mencintaiku lagi sehingga kau memutuskan untuk mengakhirinya seperti ini?" pernyataan itu mengusik hati dan pikiran Kanilaras.

Semua orang yang ada di ruangan itu berbalik demi kenyamanan pria yang saat ini memeluk Kanilaras.

Siapa Aras? Dan ... kenapa dia memanggilku dengan nama itu? Apa wajahku mirip sedemikian rupa dengan wanita yang bernama Aras tersebut?

Pria itu menatap lekat-lekat bola mata Kanilaras sampai di mana dia menyadari ada hal yang aneh pada lawan bicaranya. Pria itu mendelik dan tangannya meraih revolver yang ada di balik setelah jasnya.

"Seret para dokter itu ke sini!" teriak Kendrick Adinata—benar Kendrick adalah orang yang menyelamatkan Kanilaras saat tenggelam.

Jantung berdegup kencang dan dengan kegugupannya para dokter itu masuk ke dalam kamar Kanilaras dirawat.

"A-ada yang bisa saya bantu Tuan Ken?" Kepala itu tertunduk tatkala melontarkan pertanyaan.

"Berani kau mempertanyakan hal ini, heum!" tanya Ken dengan suara yang menggelegar.

Ken mengangguk kala mendapati dokter pribadinya tidak menjawab pertanyaannya. Ken menarik pelatuk pistol melepaskan tembakan, sebuah vas bunga dan juga barang antik berjatuhan secara bergantian.

Netra Kanilaras membulat tatkala melihat senjata kecil itu mengeluarkan suara ledakan yang sangat dahsyat.

Terbuat dari apa benda itu? Raja macam apa dia ini yang mengancam prajuritnya dengan sangat kejam, gerutu Kanilaras.

Gadis itu masih dalam posisi terbaring di atas ranjang, perubahan zaman yang dia alami membuatnya bingung. Melihat barang dan juga baju yang dikenakan seluruh manusia yang berada di hadapannya menambah kebingungan dan menimbulkan rasa penasaran.

sebenarnya aku berada di mana? Kenapa mereka menggunakan baju yang sangat aneh? Aku pikir bangunan kerjaan ini juga membingungkan ku. Apa aku berada— tebakan Kanilaras terhenti tatkala mendengar bentakan pria yang berdiri tepat di hadapannya.

"Bagaimana dia bangun tanpa membuka mulutnya? Kau mencoba menipuku!" desis Ken dengan mata yang masih melotot menatap 4 dokter yang berdiri dengan kepala yang tertunduk melihat lantai.

"Jawab aku, bajingan!" bentak Ken, tiba-tiba pria bertubuh tinggi kekar tersebut berteriak dan menjambak rambutnya dengan kasar, Kendrick mencengkeram kera baju salah satu dokter dan dia melempar pegawai setianya sampai tubuh lah itu membentur rak buku yang ada di pojok kamar Kanilaras.

Para dokter yang sedari tadi diam terlihat panik melihat tuannya mulai mengamuk dan salah satu dari mereka maju mendekati Ken. Dokter senior tersebut mengeluarkan sebuah pisau kecil dari saku jas putihnya, benda tajam itu langsung ditancapkan di lengan Kendrick.

Serangga-serangga kecil yang memenuhi kepala Ken hilang begitu saja dan tubuh kekar itu terkulai lemas di lantai, tanpa perintah apa pun semua dokter membawa tuannya pergi dari kamar Kanilaras.

Pemandangan yang luar biasa itu menambah beban dalam pikiran Kanilaras. Dia benar-benar bingung dibuatnya, sejak terhisap kabut hitam itu membuat tubuh dan otaknya tidak mampu berpikir normal.

Di dalam ruangan itu hanya ada Kanilaras dan seorang wanita paru baya yang memiliki rambut pendek sebahu. Wanita itu memiliki raut wajah yang tegas dan sorot matanya yang tajam memperjelas sifat darinya, ketika Kanilaras mempelajari sifat dan sikap Bibi Kenny. Tiba-tiba dia mendengar suara yang selalu membuatnya kesal dan sangat muak.

Akhirnya kau datang juga padaku, cah ayu! Suara yang sama yang selama ini Kanilaras dengar kala dia melamun.

Kening gadis itu berkerut dan bola matanya bergerak cepat melirik daerah sekitar, berharap dapat menemukan orang yang selalu berbisik di telinganya.

Bibi Kenny mendekatkan wajahnya dan melambaikan tangan di depan wajah Kanilaras.

"Nona benar-benar tidak dapat berbicara? Atau ini bentuk protes Nona terhadap perilaku Tuan Ken," cecar Bibi Kenny.

Apa yang dia maksud? Aku ini bukan orang yang kalian maksud! tukas Kanilaras di batinnya.

Terpopuler

Comments

🍁𝐀𝐑𝐀❣️💋🅸🅻🅷🅰🅼👻ᴸᴷ

🍁𝐀𝐑𝐀❣️💋🅸🅻🅷🅰🅼👻ᴸᴷ

tuh orang salah orang apa gak sih,, kok Laras Ndak kenal juga ini

2023-03-27

1

KANG SALMAN㊍㊍

KANG SALMAN㊍㊍

wow.....jatuh nya kemasa depan rupanya ya.....🤔🤔🤔🤔

2023-03-27

2

KANG SALMAN㊍㊍

KANG SALMAN㊍㊍

iya thoooorr.....hejehehe

2023-03-27

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!