Penyelamatan

Walau tatapan mereka bertemu tidak membuat pemuda itu terus melihat paras ayu Kanilaras. Pemuda tampan tersebut menarik pelana kudanya menjauh.

Meski penasaran. Namun, ketertarikannya itu tidak mengalahkan egonya yang hanya untuk sekedar berkenalan. Bahkan pemuda itu segera pergi meninggalkan pasar kapuran tersebut yang terletak di Kadipaten Angin, tanpa melihat wajah gadis cantik itu lagi.

Setelah semua begundal tersebut kabur Kanilaras kembali duduk di pinggir warung itu.

“Terima kasih Aden, telah menyelamatkan warung kami! Sebenarnya kami telah tidak tahan terus menurus diperas oleh mereka,” ucap pedagang warung tersebut dengan menyatukan kedua telapak tangannya di hadapan Kanilaras.

“Lebih baik Aden menjadi pelindung kami, pedagang-pedagang kadipaten Angin ini sering kali diperas oleh mereka!” sahut pedagang lainnya.

Tanpa basa-basi Kanilaras mengucapkan syarat atas jasanya, “Berapa kalian sanggup membayar aku? Wajar bukan, untuk sebuah keamanan kalian harus mengeluarkan uang.”

Kedua pedagang tersebut kaget dan berbisik pelan, “Demi keamanan kita patungan saja Kang."

Kedua pria itu mengeluarkan beberapa keping emas dan perak untuk membayar jasa Kanilaras.

“Hanya ini yang kami miliki, sebagai panjer!” tutur pedang itu dengan sopan.

Kanilaras tersenyum tipis dan kembali melontarkan pertanyaan, “Bagus. Berapa lama lagi dari kadipaten Angin ini menuju Kawali?”

“Empat hari jalan kaki atau satu setengah hari naik kuda. Aden ... mau ke sana?” tanya pedang itu ragu-ragu.

“Hmm ...,” gumam Kanilaras sebagai respons.

“Lalu bagaimana jika begundal-begundal itu kembali?” tuturnya lirih terlihat kekhawatiran di wajah mereka.

“Tenang, mereka tidak akan kembali dengan tempo singkat. Secepatnya aku akan kembali,” jawab Kanilaras.

Jawaban pendekar wanita itu tidak memberikan kepuasan bagi pedagang yang telah membayarnya dan terlebih lagi Kanilaras meminta kuda yang terikat di pohon waru sebelah warung Pak Warjo—pedagang yang meminta keamanan dari Kanilaras.

Gadis itu bisa merasakan kekecewaan yang mencuat dari raut wajah mereka yang murung.

"Jangan khawatir aku akan kembali ke sini!" bujuk Kanilaras memberi pengertian pada orang yang memohon padanya.

"Kami minta dengan kerendahan hati pada Aden. Tolong maafkan kami yang lancang! Bisakah Aden tinggal di sini lebih lama lagi," rayu Pak Warjo yang membayarnya tadi.

Putri Kanilaras termangu cukup lama setah mendengar keluhan para masyarakat, tetapi dia tetap meninggalkan kadipaten Angin. Para pedagang terus menatap punggung pendekar wanita itu sampai dia menghilang dari pandangan mereka.

...****************...

Di sebuah kerajaan besar terletak di sebelah pegunungan Grenta Buana, terjadi sebuah konflik berkecamuk. Kala itu kerajaan tersebut digemparkan oleh pasukan siluman ular yang menyerang tiba-tiba, terhadap sang raja yang berkuasa saat itu. Namun, penyerangan tersebut bukanlah tanpa alasan, sejak berabad-abad leluhur mereka telah berjanji akan menyediakan tumbal untuk ratu ular yang bernama Ratu Sanya, dia adalah ratu dari segala ratu di bangsa ular.

Senopati Barkah sudah mengerahkan pasukan besarnya untuk merebut mempelai pria yang akan dijadikan persembahan kepada Ratu Sanya. Barkah merupakan Senopati yang paling sakti di alam siluman ular, dia terkenal akan kesaktiannya selama ini.

Sang Raja yang di kagumi rakyat dan yang terkenal kebaikan dan kebijaksanaannya terhadap semua orang, harus tewas mengenaskan di tangan Senopati Barkah.

“Tangkap Prabu Wiraya dan seret keluar istana!” titah Senopati Barkah yang berperawakan tinggi dan bertubuh besar.

“Langkahi dulu mayatku!” pekik Sri Ayu, Putri dari Raja Tanawar.

“Ha-ha-ha ... wanita lemah sepertimu ingin melawanku?!” hina Senopati Barkah disela tawanya yang menggelegar.

“Hadapi aku dulu keparat!” ucapnya seraya menatap tajam pria bertubuh besar tersebut.

“Kemari 'lah anak manis! Agar kau tahu rasanya tamparan tangan ini," cibir Senopati Barkah dengan mata yang menyipit.

Sri Ayu menapakkan kakinya di dinding dan melesat cepat ke arah Senopati Barkah, pengantin wanita tersebut memberi pukulan bertubi-tubi terhadap lawannya. Namun, pukulan tersebut dapat di tangkis oleh Senopati Barkah dengan mudah.

Dengan senyuman licik Senopati Barkah melempar tubuh Sri Ayu ke sembarang arah, tubuh gadis tersebut terpental jauh mengenai bangunan kerajaan dan membuat Putri kebanggaan Raja Tanawar muntah darah.

“Menjauh dari pandangan mataku!” bentak Senopati Barkah dengan suara tegasnya.

Walau sudah tidak berdaya, Putri Sri Ayu masih berusaha merebut calon suaminya yang kini telah di pengaruhi sihir dari Senopati Barkah.

“Bajingan, kembalikan suamiku!” sarkasnya penuh kebencian.

Senopati Barkah menoleh sebentar dan tersenyum masam melihat Sri Ayu yang berjalan sempoyongan di belakangnya.

Melihat hal tersebut Sri Ayu tidak tinggal diam, gadis itu kembali menyerang lagi. Kini dia mengerahkan semua kekuatannya, dia juga menggunakan ilmu andalannya yakni ajian sukma jaya.

Sri Ayu duduk bersila di atas pendopo dan mengucapkan mantra.

Sukmoku, rogoku dadio wujud sing sekti lan kebal.

Putri Sri Ayu berteriak sekuat tenaga tanpa henti dan tubuh Sri Ayu bergetar sebentar, lalu terangkat tinggi ke udara dan memancarkan cahaya kuning nan menyebarkan bau yang sangat menyengat membuat semua orang yang ada di sana jatuh pingsan. perlahan kening gadis itu terbuka lebar dan mengeluarkan wujud lain dari dirinya sendiri.

Suara tawa yang menggelegar membuat masyarakat takut dan berlari menjauh dari lingkungan istana. Kanilaras yang baru saja menginjakkan kakinya di sana tertarik dengan keributan yang terjadi.

“Ada keributan apa di sana Kang?” tanya Kanilaras kepada salah satu prajurit istana yang lari kocar-kacir.

“Pertarungan antara Putri Sri Ayu dengan Pasukan siluman ular, Nyai!” jawab prajurit tersebut dengan wajah yang takut.

Kanilaras menatap tajam ke arah kerajaan yang telah porak-poranda, dengan langkah kaki yang cepat Kanilaras masuk ke dalam halaman istana dan memperhatikan pertarungan tersebut dengan saksama.

Terlihat Sri Ayu yang kewalahan menghadapi lawannya, berkali-kali gadis itu terkena pukulan dan tendangan yang sangat keras membuat raganya terluka parah. Sampai di puncak pertarungan Sri Ayu terkena totok ringkalem dan tubuhnya terlempar jauh dari hadapan Senopati Barkah. Kanilaras yang melihat hal tersebut segera melayang di udara dan menangkap tubuh Putri Sri Ayu yang hampir tertancap ranting pohon.

“Kau tidak apa-apa Putri?” tanya Kanilaras lembut.

Sri Ayu hanya mengangguk dan tangan kirinya mengelus dadanya yang terasa terbakar api, Kanilaras menurunkan gadis tersebut dan dia berdiri tegap menatap Senopati Barkah dengan tatapan yang menukik mengawasi manusia siluman ular.

“Lawanmu itu aku!” tandas Kanilaras tegas.

Siluman ular itu tidak menghiraukan ucapan Kanilaras, bahkan dia terus berjalan membopong pengantin pria—Prabu Wiraya. Melihat penghinaan tersebut Kanilaras geram dan menghadang Senopati Barkah, gadis itu menantang Senopati Barkah secara terang-terangan.

“Jika aku berhasil mengalahkan mu, pergi dan jangan pernah kembali lagi!" cicitnya dengan mata yang melotot.

"Bagaimana jika aku yang—" Belum selesai Senopati Barkah berucap, Kanilaras sudah menyambar ucapannya.

"Jika kau yang menang ... aku siap mengikuti semua ucapanmu,” jawab Kanilaras dengan mata yang membulat sempurna.

“Aku tidak tertarik dengan tawaranmu. Enyah dari hadapanku!” tukas Senopati Barkah dengan mata yang mendelik.

“Bilang saja kau takut denganku,” ledek Kanilaras seraya menyunggingkan senyuman menghina.

“Keparat, kemari kau!” Senopati Barkah mendengus kesal dan dia melempar tubuh Prabu Wiraya ke arah prajuritnya.

Kanilaras tersenyum miring dan gadis itu mulai mempersiapkan dirinya untuk melawan Senopati Barkah. Sungguh gadis yang sangat percaya diri, dia tidak tahu lawannya kali ini bukanlah makhluk biasa—melainkan siluman yang paling tangguh di antara siluman ular.

Kanilaras mengepalkan kedua tangannya dan menggerakkan sebelah kakinya ke arah kanan dan membuka mulutnya sedikit untuk mengambil udara, perlahan terasa semilir angin yang kini menjadi pusaran angin yang besar dan semakin mendekat ke arah mereka berdua.

Masyarakat dan Sri Ayu panik melihat fenomenal yang baru mereka saksikan saat ini, Putri cantik itu berdecak kagum melihat keampuhan Kanilaras, siapa yang tidak kagum. Gadis secantik Kanilaras mampu mengumpulkan kekuatan yang sangat kuat sehingga menimbulkan pusaran angin sebesar itu.

Lain lagi dengan Senopati Barkah, dia merasa senang mendapat lawan seperti Kanilaras. Karena selama ini dia selalu mendapat lawan di bawah kemampuannya dan itu membuatnya bosan dan sangat amat muak.

"Aku suka denganmu," Kata Senopati Barkah yang berdiri di sebelah Kanilaras.

Sontak gadis itu terkejut dengan kehadiran lawannya yang sangat dekat. Dengan cepat Kanilaras melayangkan sikutnya ke arah wajah Senopati Barkah, tetapi pukulan itu sangat mudah di tangkis oleh siluman tersebut.

Kali ini Senopati Barkah yang melayangkan pukulannya terhadap Kanilaras, secepat kilat dia berpindah dari tempatnya berdiri, gadis itu melesat ke udara dan mengeluarkan jurus kembang bayangannya yang membuat Senopati Barkah terkejut bukan main melihat bunga kertas itu mampu menghancurkan batu besar yang dia pijak.

Rupanya dia murid Maheswari, batin Senopati Barkah.

Kini pertempuran itu semakin menegang saat Senopati Barkah menggunakan totok ringkalem yang dia gunakan untuk melawan ajian sukma jaya milik Sri Ayu—putri kesayangan Raja Tanawar. Totok ringkalem adalah jurus turun temurun kaum ular, hanya para abdi dalem yang terpercaya saja yang bisa menggunakan ilmu tersebut dan ilmu itu sangat-lah berbahaya. siapa pun yang terkena totok ringkalem akan tewas jika tidak cepat ditolong.

Mereka berdua telah mengerahkan semua kekuatan, tetapi tidak satu pun yang tumbang. Bangunan istana yang kokoh kini telah rata dengan tanah akibat pertempuran Kanilaras dengan Senopati barkah.

“Baru kali ini aku mendapat lawan yang sepadan, ha-ha-ha ...,” kata Senopati Barkah menyeringai.

“Jangan banyak bicara!” bentak Kanilaras dengan lantangnya.

Pendekar wanita tersebut melayang dan melebarkan kedua kakinya dan menjepit kepala Senopati Barkah dengan sekuat tenaga Kanilaras memutar tubuhnya. Perlahan tubuh Senopati Barkah masuk ke dalam tanah.

Siluman ular itu tidak tinggal diam dia menghentakkan kedua telapak tangannya ke bumi dan dengan bersamaan hal tersebut Senopati Barkah mencengkeram bahu Kanilaras, memukul dengan kuat di bagian dada sehingga kedua pendekar itu terpental ke arah yang berlawanan.

Kanilaras mencoba menyeimbangkan tubuhnya dan mendarat sempurna di atas dahan pohon, rasa panas yang semakin menjalar dirasakannya dan kini dada Kanilaras semakin terbakar; akibatnya Putri Kanilaras muntah darah.

Terpopuler

Comments

@ᵃˢʳʏ ᵛᵃʳᴍᴇʟʟᴏᴡ🐬

@ᵃˢʳʏ ᵛᵃʳᴍᴇʟʟᴏᴡ🐬

klw Kya gni ngeri" deh ,semngat Laras kamu hrus berthan

2023-04-01

0

Yuna DR¹

Yuna DR¹

semoga kamu bisa menguasai kehebatan yang hebat

2023-03-31

1

Ⓝ︎Ⓞ︎Ⓔ︎Ⓡ︎ʰⁱᵃᵗᵘˢ

Ⓝ︎Ⓞ︎Ⓔ︎Ⓡ︎ʰⁱᵃᵗᵘˢ

wah mantranya keren, boleh di coba nih

2023-03-31

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!