Jiwa Pedang Legenda

Jiwa Pedang Legenda

Awal kisah

Rasa sakit menusuk jiwa menggores lara dalam hati, saat merasakan kehilangan yang mendalam. Air mata yang membasahi pipi disapu oleh rintiknya air hujan, langit yang gelap seakan ikut berduka menyaksikan kerajaan Kastara yang begitu makmur dan jaya telah hancur.

Kerajaan yang dulu ramai dengan kebahagiaan sekarang berubah menjadi isak tangis kesedihan. Tubuh prajurit yang gugur tergeletak di setiap sudut istana derasnya hujan membuat darah mengalir mewarnai halaman istana, kerajaan yang dulu indah dan asri kini berubah menjadi penuh puing-puing dan genangan darah.

Isak tangis Putri Kanilaras pecah ketika melihat kerajaan yang hancur, dengan langkah kaki yang tertatih Kanilaras mendatangi dua orang yang tergeletak di tanah bersimbah darah, mereka adalah Ayahanda dan lbunda dari Putri Kanilaras yang bernama Raja Daneswara dan Ratu Andini.

“Ayahanda ... Ibunda! Maafkan Laras. Laras tidak bisa menjaga kalian dan kerajaan ini,” ucap Laras dengan isak tangis yang tidak dapat terbendung lagi.

“Laras berjanji akan menjaga pedang ini walaupun nyawa taruhannya!” teriak Kanilaras sambil memeluk jasad orang ibunya.

Laras teringat dengan kejadian ketika Kerajaannya diserang oleh kerajaan Durgajaya. Kerajaan yang terkenal dengan licik dan jahatnya. Sering menindas rakyat dan kerajaan itu dipimpin oleh raja yang begitu keji, licik, dan jahat yang bernama Raja Gendra.

Beberapa saat sebelum kejadian mengerikan itu terajdi.

Raja Gendra ingin mengambil sebuah pedang yang diwariskan turun temurun oleh leluhur dari kerajaan Kastara. Pedang yang tergolong sangat hebat di kalangan pendekar.

Saat kerajaan Kastara diserang oleh kerajaan Durgajaya. Raja Daneswara menyembunyikan Putri Kanilaras di sebuah ruangan bawah tanah untuk melindungi putrinya dan juga pusaka yang diincar oleh Raja Gendra.

“Putriku Kanilaras, Ayahanda titipkan pedang Bulan ini kepadamu jagalah dengan baik karena kau adalah keturunan satu-satunya dari kerajaan Kastara. Ayahanda dan Ibunda akan mempertahankan kerajaan ini sampai titik darah penghabisan, carilah pasangan pedang ini yang bernama pedang Naga. Jika kau bisa mencari siapa pemilik pedang Naga itu, maka kalian harus bersatu melawan keangkarmurkaan di negeri ini!" pesan Raja Daneswara seraya menyerahkan pedang yang terbalut kain.

“T-tapi Ayahanda, Laras ingin ikut bertempur bersama Ayahanda!” seru Putri Kanilaras yang gugup.

“Tidak putriku! Jika kau ikut siapa yang akan menjaga pedang ini, ayah minta jagalah pedang Bulan ini baik-baiki!” tolak Raja Daneswara yang mengunci pintu ruangan bawah tanah itu.

Raja Daneswara mendorong putri Kanilaras dan menguncinya di sebuah ruangan dengan pintu yang besar.

“Ayahanda ... Laras mohon buka pintu ini, Laras mohon!” pekik Putri Laras sambil menggedor-gedor pintu berharap ayahnya akan kembali dan membukakan pintu.

Namun, yang dilakukan Putri Laras semua sia-sia tidak ada satu orang pun yang mendengar teriakannya karena ruang bawah tanah itu kedap suara.

Walau hati Raja Daneswara cemas, tapi beliau tetap bersikukuh dengan apa yang dia lakukan. Sampai akhirnya Laras menyerah dan menerima keadaan ini dengan terduduk dan menangis.

“Maafkan Laras. Ayahanda ... Maafkan Laras yang lemah ini ....” Berkali-kali kalimat itu dilontarkan Putri Kanilaras yang menyesali keadaannya yang tidak bisa berbuat apa-apa.

Berbagai cara Putri Kanilaras mencoba membuka pintu itu, bahkan dia tidak segan-segan menabrakkan tubuhnya ke depan pintu berharap pintu itu akan terbuka.

Hingga malam hari, Putri Kanilaras masih saja tidak dapat membuka pintu yang di kunci oleh ayahnya.

Namun, di tengah-tengah keputusasaannya Putri Kanilaras mengambil tusuk konde miliknya. Dia mencoba membuka pintu yang terkunci itu dengan tusuk rambut itu, dengan kegigihannya Putri Kanilaras terus mencoba memutar-mutar tusuk rambutnya hingga akhirnya bisa membuka pengait pintu tersebut. Secepat mungkin dia berlari keluar dari ruangan bawah tanah itu sambil terus memeluk erat pedang Bulan.

Dengan tergesa-gesa Putri Kanilaras berlari hingga akhirnya sampai di pintu keluar ruang bawah tanah. Saat keluar dari pintu itu Kanilaras tersentak kaget dan langsung terduduk di tanah.

Putri Kanilaras tidak percaya dengan apa yang dia lihat, dengan perlahan dia berjalan di antara puing-puing dan mayat-mayat yang tergeletak di tanah. Dari kejauhan Putri Kanilaras melihat dua sosok yang dia cintai terbaring di atas tanah dengan bersimbah darah.

Kanilaras lantas berlari hingga jatuh terjungkal. Namun, Putri Kanilaras berusaha berdiri, susah payah dia berjalan dengan langkah kaki yang tertatih menghampiri dua orang yang dicintainya itu. Isak tangis mewarnai pertemuan terakhir Putri Kanilaras dengan kedua orang tuanya—raja dan ratu Kastara.

Para prajurit yang selamat mengangkat satu per satu jasad yang tumbang saat peperangan, mereka membuat lubang besar yang nantinya akan digunakan untuk mengubur para prajurit yang gugur.

Begitu juga dengan Kanilaras, dia mulai menguburkan jasad kedua orang tuanya. Setelah selesai memakamkan jasad ibu dan ayahnya, Putri Kanilaras berjanji akan menjaga pedang Bulan dan mencari keberadaan pasangan pusaka yang dia miliki.

Janji itu dia ucapkan di depan makam ayah dan ibunya, dengan perasaan yang masih bersedih Putri Kanilaras meninggalkan pusara terakhir kedua orang tuanya.

Kanilaras berdiri di tengah puing-puing bangunan kerajaannya, sambil memandanginya penuh dengan rasa pilu, sesekali dia teringat masa-masa di mana kerajaan itu damai dan penuh kebahagiaan.

“Tuan Putri,” sapa seseorang dari belakangnya.

“Katra ...," ucap Putri Kanilaras yang berbalik badan menatap abdi setia ayahnya.

“Kuatkan hatimu Putri, kerajaan ini memang sudah hancur. Baginda Raja dan Ratu sudah tiada, tapi kita harus tetap menjalani kehidupan kita selanjutnya!” tutur Katra sang Penasihat Kerajaan.

“Aku tahu Katra. Aku pun tidak akan memaafkan mereka yang telah menghancurkan kerajaan ini serta membunuh kedua orang tuaku. Aku berjanji akan membalas dendam, mereka harus membayar semua peristiwa mengerikan ini!” pungkas Putri Kanilaras sambil menyapu air mata yang menetes di pipinya.

“Lalu apa rencana Putri, apakah Putri akan meninggalkan negeri ini?” tanya Katra seraya melirik Putri Kanilaras.

Putri Kanilaras mengangguk dan menjawab pertanyaan Katra, “Aku akan mengembara dan memenuhi permintaan terakhir ayahanda untuk mencari pasangan dari pedang ini!” Menatap pedang Bulan yang masih ditutupi kain.

“Biarkan hamba ikut! Agar hamba bisa melindungi Putri,” pinta Karta dengan suara yang lembut.

“Tidak Katra, aku ingin mengembara sendirian! Kamu bebas sekarang, mulailah kehidupanmu yang baru dan berbahagialah." Putri Kanilaras mengangkat kepalanya saat berbicara.

“Baiklah jika itu yang Putri Inginkan, tetaplah menjadi Putri yang rendah hati!" tutur Karta pada sang Putri.

Lalu, Katra pun pergi meninggalkan Kanilaras yang masih memandangi kerajaannya. Ketika Putri Kanilaras masih terbengong desiran angin yang sangat kuat menabrak daun telinganya.

"Jiwamu dan pedang itu milikku!"

Sontak Putri Kanilaras berbalik menatap sekeliling mencari keberadaan orang yang telah berteriak di telinganya. Tatapan matanya nyalang mencari sosok pria yang telah membuatnya terkejut.

"Jangan membuatku marah! Cepat keluar hadapi aku!" pekik Putri Kanilaras dengan mata yang melotot.

Terpopuler

Comments

Citoz

Citoz

hadir kk

2023-10-03

0

Ⓝ︎Ⓞ︎Ⓔ︎Ⓡ︎ʰⁱᵃᵗᵘˢ

Ⓝ︎Ⓞ︎Ⓔ︎Ⓡ︎ʰⁱᵃᵗᵘˢ

Wah, ini sih keren banget ya ceritanya. Apakah kanilaras akan berhasil balas dendam

2023-03-31

1

༺T͢aᷞ͢nᷝ͢nᷪ͢eᷟ͢a͢༻㊍㊍

༺T͢aᷞ͢nᷝ͢nᷪ͢eᷟ͢a͢༻㊍㊍

awal yg bikin nyesek ditinggal kedua org tua yg dicintai dan mulai perjalanan mencari pasangan yaitu pedang naga dan mulai mengembara semoga segera bertemu

2023-03-31

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!