"Bu apa maksud ini semua?" tanya Olivia dengan suara berbisik di telinga Marisa, sang ibu.
"Kau harus menikah dengan Nak Reza," jawab Marisa dengan berbisik pula.
"Aku tidak mau Bu, aku tidak menyukai pria itu." Olivia menunjuk Reza dengan ekor matanya.
"Ada apa Ris?" tanya Tomi Barata -ayah dari Reza- saat melihat anak dan ibu yang duduk di depannya berbisik-bisik.
"Ehem." Marisa pura-pura terbatuk.
"Tidak ada apa-apa Tom, hanya saja Olivia mengatakan sakit perut tadi dan aku mengatakan tidak baik meninggalkan semua orang di meja ini," kilah Marisa.
"Ya ampun Ris, kau tega sekali. Sudah sana bawa putrimu ke toilet. Kau ingin anakmu masuk rumah sakit hanya gara-gara menahan ingin buang hajatnya," protes Tomi.
"Hehe iya juga ya, saya hanya takut kalian tersinggung kalau kami berdiri beranjak dari tempat ini sebab dia minta ditemani."
Olivia hanya memijit pelipisnya melihat sang ibu yang begitu lihai berakting seolah-olah itulah kenyataannya.
"Sudah, sudah! Cepat antar dia!"
"Baiklah, saya permisi ya semuanya."
Semua orang yang duduk mengangguk. Marisa menarik tangan putrinya.
"Ayo katanya kebelet, nanti kamu bisa beol di sini!"
Olivia berdiri dengan enggan dan mengikuti langkah sang ibu ke arah belakang.
"Hei Bu toiletnya di samping sana." Reza menunjuk arah samping dari tempatnya duduk.
"Eh begitu ya Nak Reza? Maklum ibu belum pernah ke tempat ini." Marisa cengengesan dan Reza hanya mengangguk lalu melihat ke arah lain.
Segera Marisa membawa Olivia ke toilet restoran. Sampai di depan toilet baru melepaskan pegangan tangannya yang erat terhadap tangan Olivia.
"Kenapa ibu membawaku ke sini?"
"Aku hanya ingin memperingatkan agar jangan sampai kau menolak perjodohan ini dan jangan sampai menunjukkan raut wajahmu kalau kau sebenarnya terpaksa."
"Olivia tidak mau Bu, mengertilah," ujar Olivia dengan tatapan memelasnya.
"Bukan kamu yang menentukan tapi Ibu," tekannya.
"Tapi Bu ...."
"Sudahlah Olivia, Pak Tomi Barata itu yang membantu kesulitan ayah dan ibu di masa lampau disaat toko kami bangkrut. Dialah pula yang membiayai persalinan ibu saat melahirkanmu. Apakah kamu ingin menjadi manusia yang tidak tahu berterima kasih?"
"Ada cara lain untuk berterima kasih Bu bukan dengan jalan menjodohkan seperti ini."
"Tapi mereka membutuhkan pertolongan kita dengan cara kau mau menikah dengan Reza."
"Olivia akan menurut apa saja permintaan ibu, tapi tidak untuk yang satu ini." Tidak pernah Olivia membantah perintah sang ibu sebelumnya.
"Olivia berani kau ya! Kalau kamu tidak menurut permintaan ibu ini, ibu bersumpah akan menjual dirimu pada orang kaya dan ibu juga akan menaruh nenekmu di panti jompo." Itu yang ditakutkan Olivia, ibunya akan tega menaruh ibu dari ayahnya di panti jompo, kalau tidak dia mungkin sudah kabur dari rumah sedari dulu.
"Ibu!" Olivia menggeleng, benar-benar tidak percaya dengan apa yang ibunya ucapkan tadi.
"Kenapa? Masih mau bertahan dengan keras kepalamu itu hah?!"
"Bu izinkan Olivia menentukan siapa yang akan menjadi jodoh Olivia nantinya," mohon Olivia.
"Tidak ada tawar-menawar dan kamu tahu kan bahwa ibu orang nekat? Dan jangan coba-coba lari dari ibu jika kamu tidak ingin terkena masalah."
Olivia menggeleng lemah. "Ibu tega sekali."
"Apa kau bilang aku tega?" Marisa mencengkram bahu Olivia dan wanita itu hanya meringis kesakitan.
"Auw sakit Bu, lepaskan!"
"Aku akan melepaskanmu jika kamu setuju akan kami nikahkan dengan Reza." Melirik ke belakang sebentar karena takut ada yang melihat.
"Kalau tidak jangan salahkan ibu jika hari-harimu penuh dengan siksaan."
Olivia menghela nafas kasar. "Baiklah terserah ibu." Pasrah dan berharap hidupnya akan lebih baik jika menikah dan pergi dari rumah.
Semoga saja seiring berjalannya waktu hatinya bisa menerima Reza di hatinya begitupula sebaliknya, Reza bisa menghargai dirinya apabila nanti benar-benar menjadi istri dari pria itu. Olivia juga tidak mau jika hari-harinya seperti neraka jika masih hidup bersama sang ibu yang suka mengatur ini itu.
"Bagus, jangan bikin ibu marah lagi."
Olivia menggeleng lemah. "Asal Ibu berjanji akan merawat nenek dengan baik dan tidak menempatkan beliau di panti jompo."
"Baiklah ibu setuju. Sekarang kita kembali ke sisi mereka lagi dan pasang senyuman manis, jangan cemberut terus!"
Olivia mengangguk lagi.
"Sudah lega Nak Olivia?" tanya Wati saat keduanya hendak duduk kembali di tempat duduk mereka semula.
"Iya Tante."
Wati mengangguk.
"Bagaimana apakah kamu mau menikah dengan anak saya?" tanya Wati untuk memastikan perkataan Marisa tadi memang benar adanya.
Olivia menatap sang ibu kemudian kembali menatap calon mertuanya dan langsung mengangguk.
"Wah terima kasih kalau begitu. Kami berdua sebenarnya dulu sempat berencana untuk menjodohkan kalian berdua saat kami berkunjung di hari kelahiranmu. Iya nggak Pa?"
"Iya," jawab Tomi lalu tersenyum.
Olivia mengangguk lagi sebab tidak tahu harus berkata apa. Ekor matanya melirik Reza yang tampak terlihat bahagia. Hari ini pria itu benar-benar terlihat manis tidak seperti waktu pertama kali Olivia melihatnya.
"Baik kalau begitu kami akan langsung menikahkan kalian berdua besok," terang Tomi.
"Besok?" tanya Olivia kaget. Dia saja belum bisa meyakinkan dirinya bahwa akan baik-baik saja jika menikah dengan Reza kenapa pernikahannya malah terlalu cepat seperti ini?
"Iya Nak Olivia, Nak Olivia tidak perlu khawatir semua persiapan sudah kami persiapkan," terang Wati.
"Secepat ini?" Tentu saja Olivia merasa aneh. Bukankah dirinya baru menyetujui sekarang kenapa persiapan pernikahan sudah rampung. Atau ini adalah ulah ibunya?
"Ah terserahlah," ucap Olivia dalam hati.
"Iya Nak Olivia, kita sekarang hanya perlu mencarikan baju pengantin yang pas di tubuhmu. Setelah makan-makan nanti kita langsung ke butik."
"Iya Bu Wati kami setuju." Marisa yang menjawab sedangkan Olivia hanya memilih diam saja.
Seorang waitres meletakkan makanan pesanan keluarga Reza dan mempersilahkan pelanggannya untuk menikmatinya.
"Ayo-ayo kita makan sekarang!" perintah Tomi. Mereka semua pun makan bersama dengan lahap kecuali Olivia. Menu yang lezat terasa hambar saja di lidah Olivia.
"Ayo makan!" Marisa menyenggol bahu Olivia.
Olivia mengangguk dan mengunyah makanan dengan tidak bersemangat.
"Yang benar makannya! Kita tidak akan bisa makan seenak ini lagi," bisik Marisa di telinga putrinya.
Persetan dengan makanan enak, Olivia sama sekali tidak bisa menikmatinya.
"Nak Olivia kenapa? Menunya tidak cocok?" tanya Tomi melihat ekspresi Olivia yang memang terlihat tidak bergairah.
Marisa menyenggol bahu Olivia dengan kasar hingga wanita itu mengusap-usap bahunya.
"Ah tidak Om saya hanya sariawan saja." Terpaksa berbohong.
"Sariawan?"
Olivia mengangguk.
"Kalau begitu habis ini kita langsung ke rumah sakit. Kau harus segera ditangani dokter sebab besok di hari pernikahanmu harus vit."
"Ah tidak perlu Om nanti saya akan beli minuman pereda panas dalam saja di warung. Bisanya dengan minum itu sariawan saya bisa sembuh."
"Hem, sudahlah jangan bercerita saja, lanjutkan makan kita!" Marisa pun kembali mengunyah makanannya.
Olivia hanya menatap Marisa tanpa kata melihat ibunya makan dengan rakus.
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 81 Episodes
Comments
Ir Syanda
Weh cepet banget buk ...
2023-02-20
0
Radiah Ayarin
Bu Wati kasihan Olivia, dia hanya terpaksa saja
2023-02-19
2
Radiah Ayarin
Ibunya kok begitu sih
2023-02-19
1