”Olivia bangun Nak!”
Oivia kaget dan langsung duduk. Dia mengucek matanya yang masih ingin terpejam. Maklum semalaman dia menangis dan baru tidur jam 2 dini hari.
”Ya Tuhan sudah jam 6.” Olivia melempar selimut begitu saja dan langsung berlari ke arah pintu dan membuka pintu kamar. Cahaya matahari yang terlihat menyilaukan mata langsung menembus ke dalam kamar tatkala Olivia membuka pintunya.
”Maaf Bu saya terlambat bangun, saya akan membasuh muka dulu sebelum membantu ibu membungkus makanan.”
”Tidak perlu kau mandilah dan berdandan yang cantik!”
Olivia menggaruk kepalanya. Tidak biasanya sang ibu berkata lembut seperti itu. Biasanya jika Olivia telat bangun sang ibu akan berteriak dan melempar benda apa saja yang menghasilkan bunyi nyaring.
Semoga saja ibu ketempelan jin baik terus.
”Ibu tidak lagi bercanda, bukan?”
”Apa ibu pernah bercanda padamu? Segeralah mandiri, ibu akan mengajakmu makan di restoran.
Apa! Makan di restoran? Semoga saja ibu tidak sedang tidur sambil berjalan dan kata-kata itu keluar tanpa sadar.
Olivia pikir ibunya sedang ngelindur.
”Kenapa masih bengong? Kaget ya ibu mau ajak kamu ke restoran? Ibu sadar tidak pernah mengajakmu makan di luar sedangkan kita selama ini sudah bekerja keras. Jadi, sekali-kali bersantai dulu."
Olivia mengernyit, wanita di depannya kini seperti bukan ibunya.
”Jadi hari ini kita tidak jualan Bu?”
”Tidak, cepatlah bersiap jangan mengulur waktu!”
”Baiklah.” Tanpa berbicara panjang lebar lagi Olivia langsung bergegas ke kamar mandi yang letaknya berada di samping dapur.
Setelah menyelesaikan mandinya Olivia langsung merias diri. Dia menutup kantung matanya yang menghitam akibat tidak tidur dan menangis semalaman dengan concealer.
”Apakah ada sesuatu sehingga ibu menyuruhku berdandan cantik? Jangan-jangan ibu mau menjual ku.” Mulai berpikir macam-macam sebab Olivia tahu ibunya si ratu tega.
”Oliv, cepetan dong nanti kita bisa telat ini.”
”Iya Bu tunggu sebenar!" Olivia bangkit dan mengambil tas lalu keluar menemui sang ibu yang berdiri menunggu di depan pintu.
”Loh, loh mana lipstiknya?”
”Tidak usah deh Bu, katanya takut telat.” Sebenarnya sengaja tidak jadi berdandan cantik agar tidak menarik perhatian kaum lelaki. Olivia masih curiga ibunya mau menjual dirinya.
"Sana dandan yang benar, ibu kasih waktu 15 menit!"
Akhirnya Olivia duduk lagi dan mengoleskan lipstik di bibirnya sebab tidak mau penyakit ibunya yang suka menjambak rambut ketika membantah perintahnya akan kumat lagi.
”Coba lihat!”
Olivia menoleh.
”Manis, tapi pipinya pucat kasih sapuan blush on sedikit!"
Olivia menarik nafas panjang. Mau makan saja ribet pikirnya. Jujur Olivia tidak suka berdandan. Dia terpaksa membeli alat kosmetik sebab di perpisahan sekolah beberapa bulan yang lalu diharuskan berdandan karena semua siswa yang lulus diharuskan naik panggung dan teman-temannya akan berdandan semua.
Dia tidak ingin berbeda sendiri dengan teman-temannya dan merasa malu juga jika setiap kali ada acara di sekolah selalu numpang make up pada teman-temannya.
”Sudah.” Olivia berdiri.
”Coba ibu lihat!”
Olivia dengan enggan melihat ke arah sang ibu.
"Bagus, sempurna dan cantik."
Olivia tersenyum, lebih tepatnya tersenyum yang dipaksakan.
”Kita berangkat sekarang!”
Mereka keluar dari rumah dengan berjalan beriringan. Di depan rumah mereka sudah menunggu sebuah taksi.
”Kita naik taksi Bu?”
”Iya.”
”Kenapa tidak naik angkot saja biar ongkosnya lebih murah?”
”Sudahlah kau tidak perlu memikirkan, semua adalah tanggung jawab ibu.”
Baiklah. Olivia tidak berbicara lagi. Dia bungkam dengan sejuta pertanyaan di dalam dada. Semoga saja kecurigaannya tidak benar. Setega-teganya ibu pada anak kandungnya bukankah tidak mungkin akan tega menjual anaknya sendiri pada lelaki hidung belang?
Satu jam melakukan perjalanan akhirnya mereka sampai juga di sebuah restoran. Restoran Aguarius adalah restoran terlengkap dan termewah di kota tersebut.
”Ibu yakin mau makan di sini?” Olivia khawatir budget di tempat ini terlalu mahal dan tidak sesuai dengan isi kantong mereka.
”Bukankah ibu sudah mengatakan tidak perlu bertanya lagi. Cukup diam dan nikmati yang ada dan yang terpenting turuti kemauan ibu, maka kau akan bahagia.”
Olivia menelan ludah. Sejak kapan ibunya memprioritaskan kebahagiaan dirinya. Yang ada dia akan mengorbankan Olivia untuk kesenangannya sendiri.
"Kau pesanlah makanan yang kamu mau!" perintah sang ibu pada Olivia.
Seorang waiters datang dan membawa buku menu kemudian menyodorkan ke depan Olivia.
Olivia terbelalak saat membaca harga setiap menu yang tertera, dia yakin ibunya tidak akan mampu membayar satu menu pun di restoran itu.
”Kenapa bengong?”
”Ibu ini sayur kangkung saja harganya–”
”Ngapain pesan kangkung? Nggak bosan makan sayur itu setiap hari? Sini biar ibu saja yang pesan!” Merampas buku menu dan memesan menu sesuai kehendaknya.
”Tidak ada lagi Bu?”
”Tidak ada Mas, mungkin untuk sementara cukup dulu."
Olivia menggeleng melihat sang ibu malah memesan beberapa menu sekaligus. Dalam hati sudah terbersit akan melarikan diri saja setelah menikmati hidangan yang dipesan.
Tidak menunggu lama pesanan pun datang. Bersamaan dengan itu pula 3 orang berjalan ke arah mereka.
Marisa sang ibu mempersilahkan ketiganya duduk sedangkan Olivia malah terbengong melihat lelaki yang pernah dilihatnya di suatu taman mengobrol dengan sahabatnya dan mengatakan Olivia gadis kampungan.
"Apa kabar Bu Marisa?"
Pria setengah tua itu mengulurkan tangan kepada ibu dari Olivia dan mereka berjabatan tangan.
"Baik."
"Senang bertemu denganmu lagi," ujar istri dari pria tadi."
"Senang juga bertemu denganmu Bu Wati."
Marisa mengangguk dengan senyuman manis yang terus menghias di bibirnya.
"Ini putrimu?"
Marisa mengangguk dan menyenggol bahu Olivia yang saat ini tidak fokus karena terlalu berpikiran macam-macam.
"Ini yang namanya Nak Reza?"
"Iya Ris."
"Oke cantik juga," puji Wati.
"Ah iya." Olivia mengulurkan tangan dan memperkenalkan diri kepada pasangan suami istri tadi. Namun, dia enggan menyalami tangan Reza padahal pria itu mengulurkan tangan ke arahnya.
"Cantik juga kalau berdandan, tapi sayang sok jual mahal," batin Reza.
Marisa melotot ke arah Olivia karena tidak mau menerima jabatan tangan Reza. Melihat sang ibu melotot akhirnya Olivia terpaksa menerima jabatan tangan pria yang tidak disukainya itu.
"Reza."
"Olivia."
"Wah kalian benar-benar pasangan yang serasi," puji Wati.
"Silahkan duduk!" perintah Marisa.
Mereka semua pun duduk termasuk Olivia dan Marisa yang tadi harus berdiri menyambut ketiganya.
"Bagaimana Ris sudah diomongin sama putrimu?"
"Sudah Tomi Barata, dia sudah setuju," jawab Marisa.
Tentu saja Olivia kaget sebab sang ibu tidak pernah membicarakan apapun padanya kecuali mengenai jualannya.
"Bagus kalau begitu. Saya harap mereka berjodoh."
Deg.
Jantung Olivia berdetak kencang tatkala mendengar kata berjodoh yang keluar dari mulut pria setengah baya yang duduk di hadapannya.
"Apa tandanya aku akan dijodohkan?" Olivia ketar-ketir, dia benar-benar tidak suka pada pria di hadapannya kini. Berbeda dengan Reza yang mulai menyukai Olivia.
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 81 Episodes
Comments
Ir Syanda
Pasti ada apa2nya tuh ...
2023-02-20
2
Radiah Ayarin
mereka dijodohkan
2023-02-19
1
Radiah Ayarin
HM...hati² Liv
2023-02-19
1