Bab 19. Saling Tuduh

Setengah jam para hantu itu mencekik leher Bu Lela. Namun, karena kuasa Tuhan wanita itu belum tiada juga.

Dalam keadaan leher yang tercekik kuat, Bu Lela terus berusaha meronta. Tangannya ikut mencakar-cakar ke depan padahal makhluk yang ingin dijamah dengan tangannya itu tak tergapai seolah tak tersentuh.

Hanya hantu perempuan yang memakai baju pengantin saja yang tekena cakaran tangannya.

"Auw, berani sekali ya kau mencakar wajahku." Hantu perempuan itu murka dan langsung mendorong tubuh Bu Lela ke belakang hingga terhempas ke dinding.

Nafas Bu Lela naik turun, ia juga masih merasakan sesak akibat bekas tangan-tangan makhluk tak kasat masa masih terasa di lehernya.

Kini tubuhnya juga terasa remuk seperti dibanting ribuan kali. Tangannya kebas dan kakinya seolah lumpuh.

Bu Lela menyeret tubuhnya ke arah pintu. Mencoba menggedor pintu dengan sisa tenaganya yang hampir terkikis. Namun, hanya suara kecil yang dihasilkan antara gesekan pintu dan tangannya.

Para hantu itu terlihat masih kompak berjalan ke arah Bu Lela. Mereka tidak akan berhenti sebelum wanita itu mati.

"Bunuh dia!" teriak hantu wanita berpakaian pengantin itu.

Sejenak tangan mereka sudah menyentuh tubuh Bu Lela. Bu Lela panik, tetapi dia sudah tidak bisa berbuat apa-apa.

Mereka menarik tubuh Bu Lela dan melempar-lemparkan tubuh Bu Lela ke atas seolah wanita itu adalah mainan.

Mereka bersorak riuh dalam kamar seolah bahagia karena menemukan mainan kesukaan.

"Matilah dan bawa putramu yang jahat itu ke alam baka!" Saat tubuh Bu Lela berada di udara hantu perempuan itu menimpuk dengan papan kayu seolah bermain badminton dengan kok nya adalah Bu Lela dan raketnya adalah papan kayu.

Bu Lela mengerang kesakitan. Dia sudah pasrah jika dirinya mati saat ini.

Suara tawa memenuhi ruangan dan lampu di dalam kamar berkedip-kedip seolah memancarkan cahaya berwarna-warni ke udara.

"Gantung dia agar orang-orang menyangka dia mati bunuh diri!"

Semua makhluk halus mengangguk dan melaksanakan apa yang sudah diperintahkan.

"Ada apa lagi di rumah itu? Sepertinya makhluk-makhluk di dalam rumah itu sedang mengadakan pesta." Nenek tua yang pernah menasehati Bu Lela terlihat panik. Dia berdoa dalam hati agar tidak terjadi sesuatu yang buruk di rumah itu.

Penasaran nenek itu melakukan semedi, menutupi mata dan membaca mantra-mantra yang dikuasainya.

"Gawat wanita itu bisa mati kalau aku tidak segera menolong."

Nenek tua itu berlari ke luar rumah menuju rumah Faiz berada.

"Ada apa? Mengapa nenek pergi dengan tergesa-gesa?"

Pertanyaan dari seorang tetangga tidak digubrisnya sebab ada hal yang lebih penting daripada hanya sekedar menjawab tanya.

"Dasar nenek aneh." Begitulah pandangan orang-orang disekitarnya pada nenek tersebut.

Nenek tua itu tidak perduli dengan pandangan orang-orang di sekelilingnya.

Seperti asumsi orang-orang yang menganggapnya aneh dia pun juga merasakan bahwa memang benar dirinya memiliki keanehan. Namun, yang paling tidak dia sukai ada beberapa penduduk di tempat itu menuduh dirinya adalah tukang sihir.

Padahal nenek itu sama sekali tidak ada keinginan untuk menyakiti orang-orang yang berada di sekelilingnya. Di hatinya hanya ada keinginan untuk menolong, tapi terkadang orang-orang salah mengartikan sebab setiap ada orang yang akan mati di lingkungan tersebut nenek itu merasakan tubuhnya kesemutan seluruh tubuh dan orang-orang melihat nenek tersebut gelisah.

Tubuh nenek itu bergetar saat berada tepat di depan pintu rumah Faiz.

"Pintunya dikunci dari luar." Dia kaget. Ternyata Bu Lela melakukan hal bodoh yang pernah penghuni lama lakukan dulu.

Mengunci rumah saat sore hari padahal hanya tinggal seorang diri dalam rumah. Semoga saja nasib Bu Lela tidak seperti penghuni lama yang mati dengan cara mengenaskan.

"Semoga tidak ada kematian lagi," gumamnya. Lalu nenek itu berusaha mendobrak pintu. Tenaganya tidak seberapa. Namun, tenaga dalamnya tidak dapat diragukan lagi.

Brak.

Pintu terbuka dengan paksa hingga menimbulkan bunyi yang begitu keras. Nenek tua langsung berlari ke dalam rumah.

"Sepertinya dia sudah datang, bersembunyilah kalian semua!" Hantu wanita berpakaian pengantin itu memerintahkan semua hantu yang membantunya untuk segera pergi sebelum dilihat oleh Faiz. Ya dia menyangka yang membuka pintu dengan keras adalah Faiz.

"Sepertinya bau-bau makhluk itu dari arah sana." Segera nenek tua berlari ke arah dapur. Sampai di sana matanya langsung terpaku pada pintu yang kamar yang bersebelahan dengan dapur.

"Di dalam sini?"

Ketika melihat kunci bergelantungan di lubangnya, segera nenek tua itu memutarnya.

Pintu terbuka. Keadaan kamar terlihat sepi, bahkan bunyi jarum jam yang berdetak pun terdengar akibat keadaan yang sudah lengang. Namun, aroma darah segar yang menyengat dari dalam kamar terendus dengan kuat di hidungnya.

"Adakah kematian lagi?"

Nenek itu berjalan pelan-pelan masuk ke dalam karena keadaan di dalam kamar itu gelap. Lampu sudah dalam keadaan mati dan suasana di luar pun semakin menggelap sebab malam sudah menjemput matahari dalam peraduannya.

Nenek itu meraba-raba dinding mencari saklar untuk menghidupkan lampu.

Beberapa menit kemudian tangannya menyentuh sesuatu yang kenyal.

"Apa ini?" Nenek itu menyentuh dada Bu Lela.

Tidak ada suara, hanya terdengar deru nafas yang lirih.

Nenek itu melepaskan apa yang tersentuh lalu mencari keberadaan sakelar lampu lagi.

Jangan sampai tangannya menyentuhnya sesuatu tanpa melihat apa yang disentuhnya itu sebab besar kemungkinan jika terjadi sesuatu dia yang akan menjadi tersangkanya.

"Dapat!" Nenek itu bernafas lega seiring menekan tombol sakelar.

Lampu menyala menampakkan sesosok wanita yang tergantung dengan lidah menjulur ke depan.

"Bu Lela?" Nenek tua itu tertegun.

"Apa dia sudah mati?" Dia tidak sanggup melihat kematian di depannya lagi.

Namun, nenek tua itu melihat nafas di leher Bu Lela.

"Sepertinya dia masih hidup. Aku akan menolongnya sebelum terlambat."

Segera nenek itu itu melangkah ke depan untuk memeriksanya. Namun, belum menyentuh Bu Lela, Faiz sudah berdiri di depan pintu.

"Hei nenek tua! Apa yang kamu lakukan pada ibuku?!" teriak Faiz dengan wajah murka.

"A–ku tidak melakukannya," jawab nenek tua itu.

"Dengan bukti seperti ini kau masih saja mengelak?!"

Nenek itu menggeleng.

"Benar bukan aku yang melakukannya, aku ke sini Bu Lela sudah tergantung seperti ini," terang nenek tua itu.

"Tidak usah membantah jika kamu benar-benar bersalah! Dasar pembunuh!"

"Demi Tuhan saya tidak melakukannya. Tuduhanmu tidak benar. Karena ada yang pembunuh di sini itu adalah dirimu!" bantah nenek itu lagi.

"Sudah! Sudah daripada berdebat mending Bang Faiz turunkan ibu. Sepertinya beliau masih ada nafas," saran Karmila menengahi keduanya.

Bersambung.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!