Karmila tampak kaget.
"Bang Faiz?"
Dokter mencegah Karmila yang akan bangun dari atas ranjang.
"Jangan banyak bergerak dulu Bu, nanti bayi ibu bisa keguguran."
"Tapi Sus saya melihat Bang Faiz berjalan di luar sana."
"Mana ada Kak, Bang Faiz kan sudah meninggal dan dikuburkan. Kakak pasti berhalusinasi," protes Qori.
"Nggak Dek Kakak nggak mungkin menghayal," bantah Karmila.
"Terserahlah," batin Qori dia tidak mau berdebat dengan Karmila apalagi dia ingat dokter menyarankan agar menjaga perasaannya kalau ingin Karmila cepat pulih keadaannya.
"Saya ke dapur dulu ya, mau masak untuk makan siang," pamit sang bibi pada semua orang.
"Aku bantu Bi, sekalian mau membuatkan minuman untuk suster Anita," sambung Qori.
"Tidak usah repot-repot Mbak," tolak Suster Anita karena merasa tidak enak.
"Tidak repot kok Sus, hanya teh hangat saja. Sepertinya di cuaca yang dingin seperti sekarang sangat mendukung jika minum yang hangat-hangat. Apalagi ditemani gorengan pisang, mantap betul." Qori berucap sambil membayangkan secangkir teh dan pisang goreng di hadapannya.
"Sudah buat sana!" perintah Karmila.
"Memang bahan-bahannya ada Kak?" tanya Qori antusias.
"Ada, Kakak dan Bang Faiz sudah mengisi dapur dengan bahan-bahan kemarin." Menyebut nama sang suami membuat Karmila menitikkan air mata.
"Asyik!" seru Qori dan langsung keluar dari kamar Karmila menyusul bibi yang sudah berjalan terlebih dahulu ke arah dapur.
"Apa benar aku hanya berhalusinasi tadi?" gumam Karmila sendiri.
"Bu Karmila bicara apa?" tanya suster yang mendengar Karmila seolah berbisik.
"Ah tidak Sus, saya tidak bicara apa-apa."
"Ya sudah lanjutkan makan Bu Karmila."
Karmila mengangguk dan langsung melanjutkan makannya tadi walau dalam hati masih penasaran dengan Faiz yang dilihatnya tadi.
Sementara suster menemani Karmila di kamarnya, Qori dan sang bibi berkutat di dapur.
Qori tampak memasak air dan menuangkan air pada sebuah ceret sedangkan bibi tampak mencuci beras.
"Bik!" panggil Qori.
"Ada apa Qori?" Si bibi berbalik dan menatap ke arah Qori.
"Paman dimana?"
"Di luar."
"Oh."
"Memang kenapa?"
"Mau dibikinin teh juga atau kopi?"
"Kopi ajalah, kau tahu sendiri kan pamanmu pencandu kopi. Kalau nggak ada rokok dan kopi mending tidak makan katanya." Si bibi terkekeh.
"Aneh memang suami Bik Eva itu."
"Ya sudah berarti bibi nggak usah masak saja di rumah. Cukup sediakan kopi dan rokok, beres." Qori pun ikut terkekeh.
"Ya berarti kita nggak makan juga dong."
"Iya juga sih Bik." Mereka mengobrol sambil bekerja. Qori tampak menuangkan air hangat ke dalam ceret dan ke dalam sebuah cangkir berisi gula bercampur bubuk kopi.
Bik Eva memencet tombol cook pada ricer cooker setelah menuangkan air hangat pada wadah berisi beras yang sudah dibersihkan itu.
"Lauknya pakai apaan ya Qori?" tanya Bik Eva saat membuka kulkas tidak mendapati daging ataupun ikan laut.
"Pakai apa aja yang ada lah Bik," saran Qori sambil mengaduk-aduk minuman buatannya dengan sendok.
"Tahu sama tempe aja nggak ada," keluh Bik Eva."
"Kalau telur?"
Bik Eva langsung memeriksa pintu kulkas.
"Ada sih, tapi pamanmu nggak suka kalau telor digoreng begitu saja tanpa dicampur bahan lain."
"Hah, paman memang pria teraneh yang saya temui," keluh Qori lagi.
"Jangan berkata begitu! Meskipun pamanmu pilih-pilih dalam makanan tetapi beliau tuh bertanggung jawab. Bahkan dia tidak pernah perhitungan meskipun bibik mengajak kamu dan Karmila tinggal bersama kami."
"Iya juga ya Bik, saya harus banyak-banyak berterima kasih nih untuk ini."
Bik Eva mengangguk dan langsung meraih tiga butir telur dan memecahnya pada sebuah mangkok.
"Tuh ada mie telanjang Bik," ujar Qori pada mie telur yang hanya terbungkus oleh plastik besar tanpa dibungkus dengan plastik lagi di dalamnya. Maklum mie telur tersebut di desa diecer perbiji sehingga tidak ada bungkusannya dan orang-orang menamai mie telur tersebut 'Mie telanjang'.
"Oh ya masih ada sisa air hangatnya?"
"Ada nih."
"Ya sudah kalau begitu kita bikin omlet saja."
"Terserah bibi lah mau dicampur apa saja tuh telur. Saya mau bikin pisang goreng saja. Cocok untuk menemani minum teh ataupun kopi."
Mereka pun fokus dengan aktivitas masing-masing.
"Fiuuh."
Saat sedang fokus-fokusnya mengaduk mie yang sudah matang dengan telur, ada yang meniup telinga Bik Eva.
"Qori, apa yang kamu lakukan dengan kupingku? geli tahu," protes Bik Eva sambil mengusap-usap daun telinganya.
Qori yang sedang fokus mengupas pisang tidak menggubris perkataan Bik Eva karena terlalu asyik.
Bibi kembali fokus pada pekerjaannya. Kali ini dia sudah pada tahap menggoreng omlet sedangkan Qori memasukkan potongan pisang ke dalam adonan.
Mereka kemudian saling berad skill menggoreng.
"Yang selesai duluan yang memang." Bik Eva terkekeh.
"Ya jelaslah bibik yang menang, orang punya bibi cuma sedikit," protes Qori.
Beberapa saat kemudian Bik Eva sudah menyelesaikan acara menggoreng omlet sedangkan Qori masih tinggal satu kali penggorengan.
"Dada, Fuuh." Bibi meniup telinga Qori bermaksud ingin membalas dendam.
"Ih bibik apa-apaan sih pakai meniup telinga Qori segala. Memang telinga Qori balon apa pakai ditiup segala. Dingin tahu," protes Qori.
"Biarin suruh siapa mulai duluan. Kalau kamu tidak meniup telinga bibi tadi mana mungkin bibi melakukan ini semua. Bibi keluar dulu, jika tombol cook sudah berpindah warm katakan pada bibi di luar."
"Iya, iya."
"Bibi memang aneh siapa juga yang meniup telinganya. Dia pikir saya nggak ada kerjaan apa. Tidak lihat apa dari tadi Qori yang rajin ini sedang fokus membuat camilan di saat cuaca yang masih terasa dingin seperti ini."
"Fuuh."
Telinga Qori ada yang meniup lagi.
"Loh bukannya bibik sudah tidak ada di sini ya?" Qori mengedarkan pandangannya ke segala penjuru ruangan dapur. Tidak ada seorang pun yang berada di tempat yang sama dengannya saat ini.
"Ah rasanya aku ketularan Kak Karmila. Bisa-bisa kami berdua akan menjadi ratu halu nih." Qori terkekeh.
"Fuuh."
Ada yang meniup telinga Qori untuk yang kedua kalinya membuat bulu kuduk gadis itu langsung meremang seketika.
"Kok aku ngerasa ada yang aneh ya di tempat ini?" Qori mengusap tengkuknya yang tiba-tiba dingin.
Brak.
Brak.
Brak.
Qori langsung menoleh, terlihat dengan mata kepalanya sendiri pintu kamar mandi dibuka tutup tanpa ada orang di dalamnya.
Qori langsung mematikan kompor dan membawa piring yang telah berisi dengan pisang goreng sambil berlari keluar dengan berteriak.
"Aaaaa!"
Bersambung.
Catatan: Novel ini slow update ya teman-teman sebab Author masih pegang 4 novel on going dan 1 chat story. Terima kasih atas pengertiannya.🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 38 Episodes
Comments