Bab 8. Tersangka

Ketiganya kaget termasuk juga Bu Lela yang berhenti makan secara mendadak karena syok.

"Di belakang rumah ini?" tanya Paman pada orang-orang.

"Ya benar."

"Kalau begitu kita cek sekarang Pak," saran Bik Eva.

"Apa jangan-jangan itu suster Anita Bik?" tanya Qori begitu khawatir sebab wanita itu hilang mendadak.

"Kalau tidak kita lihat mana kita tahu."

"Ya sudah ayo Bik, Paman kita lihat ke belakang!"

"Ayo, ayo!"

"Bu Lela nitip Karmila yah," ucap Bik Eva pada Bu Lela.

"Baiklah dia dimana sekarang?"

"Di kamarnya."

"Baik." Bu Lela terpaksa tidak melanjutkannya makannya dan memenuhi Karmila di dalam kamar.

"Bagaimana keadaannya Nak?" tanya Bu Lela sambil berjalan ke arah Karmila berbaring.

"Sudah mendingan Bu, sudah tidak lemah kayak tadi pagi. Namun, tetap saja Karmila rasanya seperti kelelahan padahal tidak melakukan aktivitas apapun. Mungkin karena syok dan bayi dalam kandunganku juga syok sebab harus ditinggalkan ayahnya bahkan sebelum dia lahir." Karmila mengelus-elus perutnya dengan tangan yang terpasang selang infus.

"Kau hamil?" tanya Bu Lela kaget.

"Iya Bu, anak ini yang akan menggantikan Bang Faiz menemani Mila." Terlihat raut wajah sedih Karmila.

"Anak ini kenang-kenangan dari Bang Faiz, lanjutnya.

Bu Lela terlihat bahagia. "Akhirnya aku akan punya cucu juga. Jaga baik-baik ya Nak Karmila!"

"Pasti Bu, saya akan berhati-hati dan akan memastikan bayi ini dalam keadaan aman dan sehat-sehat saja," jawab Karmila dengan begitu mantap.

"Faiz sudah diberitahu?"

Karmila mengernyit mendengar mertuanya menyebut nama Faiz seolah wanita itu menganggap anaknya masih hidup. Karmila berpikir ternyata bukan hanya dirinya yang terpukul menghadap kenyataan ini, tetapi juga ibu dari Faiz sendiri.

"Maklumlah Ibu kan ibunya Bang Faiz. Dia yang melahirkan Bang Faiz, mana mungkin dia tidak terpukul atas kepergian anak satu-satunya untuk selamanya? Ternyata tadi pagi beliau hanya berpura-pura tegar saja untuk menghiburku," batin Karmila.

"Bagaimana Nak Mila, Faiz sudah diberitahu?" ulang Bu Lela akan pertanyaannya tadi sebab Karmila hanya diam saja.

"Bagaimana mungkin Bu saya memberitahu Bang Faiz sedang keadaan Mila seperti ini. Nanti sajalah Mila ke kuburannya setelah sembuh dan kuat berjalan lama. Mila akan mengaji di sana sambil menaburkan bunga setelah itu baru kasih tahu bahwa Mila hamil anaknya."

"Loh jadi kau belum tahu?"

"Tahu apa Bu?"

"Faiz tidak jadi meninggal, dia hidup kembali." Bukannya senang saat mengungkapkan putranya hidup kembali, Bu Lela bergidik ngeri.

"Maaf ibu menghayal ya? Jangan begitulah Bu, meskipun ibu kehilangan Bang Faiz jangan sampai kehilangan akal sehat juga."

"Kau pikir aku gila ya Karmila?" Bu Lela tampak marah, tidak terima dirinya disebut tidak waras. Sehingga yang biasanya memanggil anak pada Karmila sekarang malah memanggil nama langsung.

"Bukan itu maksudku Bu. Kita sama, sama-sama merasa kalau Bang Faiz masih hidup. Namun, itu hanya halusinasi semata. Itu semua tidak benar Bu, jadi hilangkan perasaan seperti itu. Tadi saja Karmila juga merasa Bang Faiz lewat di depan pintu, tapi kata yang lainnya tidak melihat.

Jadi kalau itu bukan halusinasi berarti roh Bang Faiz memang sengaja berjalan disekitar kita untuk mengobati rasa rindu kita akan sosoknya. Atau mungkin Bang Faiz masih tidak rela meninggalkan kita semua karena terlalu sayang."

"Haah, kau masih tidak percaya sama ibu. Sebentar." Bu Lela berjalan ke luar rumah dan membawa seorang ibu-ibu untuk menemui Karmila.

"Bagaimana keadaannya Nak Karmila?"

"Sudah mendingan Bu."

"Ibu ini yang akan menjelaskan semuanya. Kalau ibu sendiri yang menjelaskan khawatir kamu tidak akan percaya."

Karmila menggaruk-garuk kepalanya semakin tidak mengerti dengan ibu mertuanya.

"Bu Darma tolong jelaskan apa ya terjadi sebenarnya pada Faiz pada menantuku ini!" perintah Bu Lela.

"Baiklah," jawab tetangga itu.

"Duduklah dulu Bu, apa ya ingin ibu sampaikan?" Karmila menepuk pinggir ranjang tempatnya berbaring kini.

"Tidak usah Nak Karmila saya berdiri saja." Wanita itu terlihat enggan untuk duduk, lebih tepatnya terlihat jijik untuk duduk di ranjang bekas Faiz tersebut.

"Bu ambilkan kursi di teras biar ibu ini bisa duduk!"

Mertuanya itu langsung bergegas keluar dan kembali dengan dua kursi plastik di tangannya.

"Ayo Bu Darma, duduklah!"

Wanita itu mengangguk dan akhirnya duduk. Setelah itu langsung menceritakan tentang Faiz yang hidup kembali sebelum berhasil dikuburkan.

"Jadi Bang Faiz masih hidup?" Karmila tersenyum sumringah.

"Iya Nak Karmila," jawab Bu Darma.

"Tapi kenapa ibu nampak tidak senang?" tanya Karmila pada mertuanya.

"Bukan begitu hanya saja saya tidak suka dengan kepribadian Faiz setelah hidup kembali. Tatapannya begitu dingin dan tidak banyak bicara. Berbeda dengan Faizku yang dulu." Padahal dia hanya takut saja, tetapi jika harus mengungkapkan hal itu takut ditertawakan oleh Karmila.

"Mungkin Bang Faiz perlu beradaptasi kembali di dunia ini Bu setelah melanglang buana di dunia lain," canda Karmila. Wajah wanita terlihat berseri karena saking bahagianya.

Bu Darma dan Bu Lela hanya diam saja.

"Bang Faiz sekarang ada dimana? Tolong panggilkan dong Bu! Karmila benar-benar sangat merindukannya."

Kedua wanita yang duduk di samping ranjang Karmila menatap satu sama lain.

"Loh kenapa ekskresi kalian sepertinya itu?" tanya Karmila heran melihat keduanya seperti orang kebingungan.

"A–nu Nak Karmila a–nu ...."

"Apa yang ingin ibu katakan?"

"I–tu Nak Karmila i–tu ....?"

"Kalian apa-apaan sih?" protes Karmila sebab perkataan mereka tidak selesai-selesai.

"Dik Karmila!" panggil Faiz di depan pintu.

"Abang!" Karmila benar-benar bahagia telah melihat belahan hatinya kembali. Berbeda dengan 2 wanita yang ada di sisinya yang malah mundur seperti orang ketakutan.

"Kak! Kak!" Terdengar suara Qori dari luar kamar.

"Kak Pama–" Qori menghentikan ucapannya kala melihat Faiz berdiri di depannya dengan posisi memunggungi dirinya

"Ini siapa?" tanyanya pada Karmila sambil menunjuk Pria di hadapannya.

"Dia Bang Fa–"

Belum sempat Karmila meneruskan perkataannya Faiz langsung menoleh.

"Bang Faiz?" Qori menutup mulut tak percaya.

"Apa yang ingin kau sampaikan tadi pada kami Qori?" tanya Karmila penasaran.

"Paman ditangkap Kak."

"Apa? Ditangkap?"

"Iya, beliau menjadi tersangka pembunuhan suster Anita."

"Apa?! Suster Anita dibunuh dan paman yang dituduh?"

"Iya Kak, bagaimana ini? Padahal dari tadi Paman bersama kami. Melihat darah yang ada di kaki paman dan jejak kaki yang tertinggal di tanah sama dengan kaki paman, polisi langsung membawa paman ke kantor polisi untuk diperiksa."

"Ya Tuhan apa lagi ini? Baru saja Engkau berikan kebahagiaan dengan beritahu kembalinya Bang Faiz kenapa ada kabar buruk dari paman?"

Bersambung.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!