Bab 7. Kematian Suster Anita

"Aaaaa!"

"Apa sih Qori teriak-teriak gitu, bikin orang kaget saja tahu!" protes Bik Eva melihat Qori berlari di belakangnya dengan heboh.

"Bik sepertinya di rumah ini ada hantunya!"

Wuuss.....

Angin kencang tiba-tiba datang. Hujan dan petir kembali menghiasi pemandangan langit di kota tersebut.

"Jangan menyimpulkan macam-macam Qori, ya ampun nih anak masih aja begini."

"Iya Bik saya tidak bercanda. Tadi ada yang meniup telingaku dan pintu kamar mandi buka tutup sendiri tapi saat kuintip tidak ada orangnya di dalam."

"Begitukah? Oh iya apakah kamu tadi yang meniup telinga bibi juga saat membasuh beras?"

"Mana ada Bik, mana berani Qori berbuat begituan pada Bik Eva. Qori bukanlah gadis yang lancang."

"Berarti jangan-jangan kesimpulanmu benar. Rumah ini ada hantunya."

Tubuh keduanya meremang lalu bergegas ke luar rumah dan menghampiri paman di teras rumah.

"Wah, kalian sudah masak-masak rupanya."

"Iya, cuma nasi dan piringnya ketinggalan di dapur. Saya hanya membawa omlet saja," ujar Bik Eva.

"Teh dan kopinya juga ketinggalan," sambung Qori.

Paman mengernyit lalu menggeleng melihat keduanya yang sangat aneh hari ini.

"Ketinggalan bagaimana? Kan bisa diambil lagi? Kayak bepergian aja pakai istilah ketinggalan segala."

"Nggak atut," ujar Qori sambil menggerak-gerakkan kedua bahunya karena merinding takut.

"Kalian ini dasar penakut, biar paman yang ambil saja." Pria itu bangkit berdiri dan berjalan masuk ke dalam rumah hendak ke dapur.

Di dalam kamarnya Karmila sudah berbaring kembali setelah menyelesaikan makannya.

"Bu Karmila boleh saya numpang kamar mandinya?" Suster Anita nampak meringis menahan pipis.

"Boleh Sus. Suster keluar kamar dan langsung berjalan ke arah berlawanan dari saat kita masuk tadi. Berjalanlah lurus terus sampai ruangan belakang. Kamar mandi ada di sebelah dapur," jelas Karmila. Wanita itu langsung memejamkan mata.

"Baik Bu Karmila terima kasih." Suster tersebut pun berjalan ke belakang sesuai petunjuk Karmila. Sampai di depan kamar mandi Suster Anita langsung masuk ke dalam dengan tergesa-gesa dan segera mengunci pintu kamar mandi dari dalam.

"Hah leganya!" Suster Anita bernafas lega setelah mengeluarkan air seninya. Saat dia cebokan dia merasakan menstruasinya semakin deras.

"Waduh sepertinya aku harus ganti pembalut nih." Dia bangkit berdiri dan melepaskan pembalut yang sudah penuh dengan darah.

Saat memegang pembalut dan hendak menaruh ke dalam tempat sampah suster Anita melihat sosok seorang wanita yang berdiri dalam kaca dengan pakaian berwarna putih panjang dan menatap tajam dirinya.

"Siapa dia?" Suster Anita langsung menoleh ke belakang. Ternyata di belakangnya tidak ada siapa-siapa. Dia menoleh lagi pada kaca ternyata wanita dalam cermin tadi juga tidak ada.

"Ah rupanya aku hanya berhalusinasi," gumam suster Anita dan langsung membuang pembalut sembarangan karena begitu syok. Dia lalu memutar handle pintu hendak keluar.

Namun, saat pintu kamar mandi berhasil terbuka makhluk tadi berdiri di depan pintu sambil melotot ke arah suster tersebut.

"Siapa kamu? Kenapa menggangguku?" tanya suster Anita panik.

"Bau darah!" Sosok makhluk tersebut berbicara dengan suara membulat.

"Aaaaaa!" Suster Anita langsung berteriak.

"Tolo–!"

Tubuh Suster Anita pun menghilang bersama hilangnya makhluk tersebut. Beberapa kemudian tubuh suster Anita tampak diseret ke suatu tempat. Tampak nenek yang menemui Faiz tadi juga ada di sana dengan ekspresi wajah yang tidak bisa ditebak.

Paman terus melangkah. Matanya yang fokus ke depan tidak memperdulikan apa yang ada disekitarnya, bahkan di depan kamar mandi lantainya tercecer darah.

Dia membuka penutup magic com dan mengeluarkan nasi dari sana. Pria itu langsung membawa keluar dan menaruh di meja yang ada di teras rumah dimana ada Bik Eva dan Qori yang duduk dengan ekspresi tegang.

Beberapa kali bolak-balik dapur mengambil teh dan kopi serta piring kosong, dia tidak menyadari bahwa kakinya menginjak darah.

"Sudah aku ambil semuanya, apakah ada yang ketinggalan?"

"Tidak paman, hanya menu sederhana ini yang kita buat untuk hari ini."

"Tidak apalah, syukuri apa yang ada. Kita ini masih bisa makan, di luaran sana masih banyak orang yang kelaparan. Bahkan menu seperti ini saja bagi mereka sangatlah mewah karena susah terjangkau."

"Benar sekali Paman. Oleh karena itu mari kita segera makan agar tidak ikutan kelaparan," ujar Qori lalu terkekeh.

"Ya sudah yuk."

Mereka bertiga langsung berdoa sebelum makan dan akhirnya makan siang bersama.

"Oh ya kenapa kita tidak mencari Bu Lela dulu, biar ikut makan bareng?" Bik Eva baru ingat setelah mereka hampir saja menyelesaikan makannya.

"Iya ya, kita juga melupakan suster Anita siapa tahu dia juga lapar, dan ini teh? Ya ampun padahal niatku buat teh untuk suster Anita."

"Sudahlah, sudah tanggung juga. Kita selesaikan makan kita dulu setelah itu minta sama Karmila nomor telepon Bu Lela lalu suruh beliau pulang untuk makan menemani suster Anita."

"Ide bagus Paman," ujar Qori dan mereka langsung meneruskan makan.

Selesai makan saat hendak membawa piring ke arah dapur barulah Qori menyadari kaki pamannya merah oleh darah.

"Paman terluka?" tanya Qori khawatir.

"Kenapa bertanya seperti itu?" tanya balik pamannya yang

memang masih belum sadar.

"Itu kaki paman mengeluarkan darah. Bagaimana paman tidak bisa merasakannya," protes Qori membuat paman dan Bik Eva langsung memandang ke arah kaki yang ditunjuk oleh Qori.

"Bagaimana bisa?" Paman langsung memeriksa kakinya. Ternyata tidak ada luka di sana.

"Kau membawa darah darimana?" tanya Bik Eva khawatir.

"Saya kan hanya ke dapur, biar saya periksa!"

Paman lalu beranjak ke dapur dan memeriksa asal darah yang menempel di kakinya. Qori dan Bik Eva membuntuti dari belakang.

Bu Lela yang baru datang dan melihat paman dan bibi Karmila serta Qori masuk kembali ke dalam rumah, malah asyik makan mengantikan ketiganya. Wanita itu sudah tidak nampak ketakutan lagi sebab sudah melihat keluarga Karmila sudah ada di sana.

"Darahnya dari sini paman!" Qori dan Bik Eva langsung mengikuti bekas darah yang mengarah ke kamar mandi.

"Wah ternyata ada yang menstruasi dan ternyata bocor." Bik Eva menyimpulkan dan menatap curiga pada Qori seolah wanita itu yang membuang pembalut sembarangan di dalam kamar mandi.

"Kenapa bibik memandangku seperti ini? Ini bukan jadwal bulananku."

Mereka bertiga tampak mengernyit.

"Atau mungkin Karmila keguguran dan bahkan berusaha memakai pembalut?"

Ketiganya pun langsung berlari ke arah kamar Karmila untuk memeriksa.

"Suster Anita sudah pulangkah? Mengapa dia lama sekali di kamar mandi?"

"Loh bukannya dia dari tadi bersamamu?"

"Tidak Bik sudah setengah jam lebih dia pamit pipis dan tidak pernah kembali."

"Jangan-jangan?"

"Jangan-jangan apa Qori?"

"Jangan-jangan darah itu ...."

Terdengar suara berbisik dari luar. Ketiganya langsung berlari ke luar rumah.

"Ada apa?"

"Ada seorang wanita ditemukan dalam keadaan meninggal di belakang rumah ini,"Jawab orang-orang.

"Apa?"

Ketiganya kaget termasuk juga Bu Lela yang berhenti makan secara mendadak karena syok.

Bersambung.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!