Bab 12. Bisu

"Karmila Tolong!" Kata-kata permintaan tolong ini terpekik di tenggorokan dan tidak bisa keluar dari mulut Bu Lela. Mendadak wanita ini menjadi bisu.

Bu Lela meraba rahang bawahnya dan mencoba bersuara lagi, tetapi tetap saja lidahnya terasa kelu. Wanita itu bangkit dari duduknya dan berjalan ke arah pintu. Hendak membuka pintu, tetapi ternyata pintunya dalam keadaan terkunci.

"Perasaan semalam aku tidak mengunci kamar deh," batin Bu Lela, wanita itu tampak berpikir sejenak, mengingat-ingat kejadian dirinya sebelum tertidur.

Tangannya terus mencoba memutar handle pintu berpikir tenaganya saja yang kurang kuat untuk membuka pintu tersebut.

Ah sudahlah aku periksa saja di dalam laci itu barangkali kunci kamar ini ada di sana.

Bu Lela bergerak menuju laci meja yang tergeletak di pojok kamar.

Kreet, Brak.

Pintu berderit dan terbanting. Terbuka akibat tarikan yang begitu kuat, seperti diterbangkan angin kencang.

Bu Lela kaget, dia langsung menoleh ke arah pintu. Matanya terbelalak tatkala melihat pintu sudah dalam keadaan terbuka lebar.

Tanpa pikir panjang wanita itupun berlari ke arah pintu.

Kreeet, Brak.

Pintu nampak dibanting lagi dan kali ini malah tertutup lagi.

Bu Lela yang sudah berdiri di depan pintu syok, tubuhnya bergetar lebih hebat lagi.

"Aku ingin pulang, aku ingin pulang," ucapnya dalam hati.

"Karmila tolong ibu!" Suaranya masih saja tertahan.

Bu Lela terus saja mengguncang-guncang handle pintu, tetapi tetap saja tidak berhasil terbuka.

Srk.

Terdengar seperti suara langkah yang menginjak kertas di luar.

Faiz?

Bu Lela menempelkan telinga di lubang kunci dan melihat ke arah luar. Berharap melihat putranya di depan pintu.

Tak ada.

Tidak ada siapa-siapa di luar.

Tuk, tuk, tuk

Tapi derap langkah sepatu itu darimana asalnya? Ya Tuhan tolonglah aku.

Kreet.

Pintu berderit lagi dan terbuka, hampir saja Bu Lela terjungkal karena tubuhnya yang bersandar pada daun pintu.

"Hah, hah, hah." Nafasnya ngos-ngosan dan langsung berlari keluar dari kamar.

Saat berada di ruang tamu, bel yang ada di tengah-tengah ruangan itu berdentang.

"Tolong aku! Tolong aku, sakit, sakit. Hiks, hik, hiks. Terdengar suara seorang wanita yang merintih kesakitan. Pikiran Bu Lela langsung tertuju pada sang menantu.

Karmila.

Segera Bu Lela berlari ke arah kamar anak dan menantunya. Dia membuka pintu, rupanya kamar anak menantunya itu tidak terkunci.

Bu Lela membuka pintu. Nampak di dalam Faiz dan Karmila tidur dengan nyenyak.

Bu Lela tampak ragu untuk mendekat, tetapi karena dia tidak tahu harus pergi kemana lagi dan juga rasa takutnya terlampaui tinggi, terpaksa membangunkan sepasang suami istri itu.

"Faiz, Karmila, bangun!" Mendengar suaranya tidak keluar juga akhirnya Bu Lela memilih mengguncang-guncang tubuh Karmila dan Faiz.

Anehnya semakin diguncang keduanya semakin membenahi selimutnya yang melorot tanpa sedikitpun merasa terganggu dengan sentuhan Bu Lela.

Bu Lela tidak menyerah, dia tetap mengguncang tubuh keduanya dengan kedua tangannya.

Tidak berhasil membuat Bu Lela terduduk lemas di sana. Dirinya menyesali saat mengingat dirinya tidak memutuskan pulang bersama Bik Eva dan Qori tadi siang.

"Biarkan aku di sini saja," batinnya. Wanita itu menempelkan wajahnya ke lantai seperti orang yang melakukan sujud dengan mata tertutup.

Namun, tatkala wajahnya menyentuh lantai dan membuka mata, Bu Lela melihat ada cairan merah yang mengalir ke arahnya.

Darah?!

Bu Lela mundur, tetapi darah itu semakin mengalir padanya. Bu Lela bangkit dari duduknya dan berjalan ke samping, tetap saja darah itu mengikuti langkah kaki Bu Lela.

Segera wanita itu keluar lagi dari kamar Karmila dan Faiz. Percuma meminta tolong pada keduanya. Keduanya sama sekali tidak merespon.

"Haha ... haha ... hahahahaha."

Saat Bu Lela kembali ke ruang tamu suara tangisan tadi berganti dengan suara tawa yang menggelegar.

"Apa maumu?" tanya Bu Lela dalam hatinya.

"Hutang nyawa dibalas nyawa, darah yang mengalir dibayar darah pula, hahahaha ...." Tawa itu terus saja menggelegar. Sekarang suaranya bukan hanya dari satu makhluk, tetapi dari beberapa hingga memenuhi seluruh udara.

Bu Lela menggeleng, dia tidak mengerti apa yang dimaksudkan oleh makhluk yang tidak bisa dilihatnya itu. Dia tidak merasa mengganggu kehidupan orang lain, tetapi mengapa tiba-tiba makhluk itu seolah ingin balas dendam padanya.

"Hahaha."

"Hahaha."

"Hahaha."

Bu Lela mengedarkan pandangan pada seluruh ruangan untuk mencari siapa sebenarnya orang yang bersuara itu.

"Keluar kamu, jangan bersembunyi!" pekiknya dalam hati.

Wusssh.

Angin kencang menerpa wajah Bu Lela dan berhasil melepaskan serta menerbangkan rambutnya yang digelung.

Bersamaan dengan itu sesosok perempuan bergaun putih panjang bak pengantin berdiri di hadapannya. Namun, sayangnya gaun indah itu ternodai oleh merahnya darah yang menempel di kain tersebut.

Wanita itu tersenyum pada Bu Lela, tetapi bagi Bu Lela senyuman itu terlihat begitu menusuk hingga darah Bu Lela berdesir seketika.

Bu Lela kaget dan mundur beberapa langkah, tetapi perempuan yang tidak tahu asalnya itu berjalan mendekat. Bau amis menguar dari seluruh tubuhnya membuat Bu Lela mati-matian menahan mual ingin segera muntah.

Bu Lela terus mundur dan wanita penuh darah pun terus berjalan mendekat. Hingga saat jarak mereka sudah menyisakan beberapa centimeter saja kepala Bu Lela terasa sangat berat.

Arggh! Sakit sekali!

Bu Lela memijit kepalanya dengan keras lalu sekuat tenaga mengumpulkan keberanian untuk menahan perempuan itu.

Jangan mendekat atau kau akan menyesal!

"Apa yang bisa kau lakukan padaku?" Gadis bergaun pengantin putih dan dipenuhi darah itu menantang Bu Lela yang mana di wajahnya masih terlihat gurat ketakutan.

Dengan gemetar Bu Lela meraih kursi dari kayu dan melemparkan pada perempuan itu. Tidak berhasil Bu Lela melemparkan barang apa saja yang ada di depannya.

Sia-sia, perempuan itu selalu bisa menangkis benda apa hanya dengan hembusan nafasnya.

Kini perempuan itu mengulurkan kedua tangannya dan hendak mencekik leher Bu Lela.

Bu Lela menggeleng dan mundur hingga tubuhnya terbentur pintu rumah.

Bersamaan dengan itu lampu yang berada di ruang tengah padam. Bu Lela menghembuskan nafas berat lalu memejamkan mata. Sekarang dirinya sudah pasrah jika harus mati sekarang juga.

***

Matahari bersinar cerah. Bu Lela membuka mata dan terkejut tatkala dirinya kini berada di sebuah rumah dimana dindingnya terbuat dari kayu. Dia melihat ke bawah sepertinya dirinya kini tertidur di lantai sebuah rumah panggung seperti rumah khas Kalimantan.

"Kau sudah sadar?" Nenek tua berjalan ke arahnya dan duduk di samping dirinya yang kini terbaring di atas sebuah tikar lusuh dengan bantal kapuk yang sudah lembek karena isinya berkurang separuh.

"A–" Bu Lela menggeleng kuat sebab dirinya masih belum bisa bicara seperti semalam.

Bagaimana kalau aku benar-benar bisu?

Bersambung.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!