Bab 3. Hamil dan Keanehan

Beberapa orang turut serta membawa Karmila dengan mobil ke rumah sakit termasuk Qori, adik dari Karmila sendiri karena sebenarnya Qori Dan Karmila sudah tidak memiliki ayah dan ibu lagi dan mereka selama ini hanya tinggal dengan paman dan bibinya.

Bu Lela tidak ikut serta mengantarkan Karmila ke rumah sakit dan menyerahkan menantunya itu kepada bibinya beserta Qori sebab tidak ingin melewatkan penguburan sang anak. Sebenarnya hati Bu Lela sedih jika melepaskan Karmila begitu saja. Namun, apalah daya dia juga harus menyaksikan pemakaman terakhir anaknya.

Setelah semua orang masuk ke dalam mobil, Fadli langsung melajukan mobilnya ke rumah sakit terdekat, sampai di sana Karmila langsung ditangani oleh dokter.

Semua orang menunggu di luar dengan pikiran kacau. Mereka sangat iba melihat keadaan keluarga Karmila dimana saat suaminya sedang meninggal dan dalam proses penguburan Karmila malah harus terbaring lemah di rumah sakit dan tidak bisa menyaksikan pemakaman suaminya sendiri.

Beberapa saat menunggu tiba-tiba ruang periksa terbuka menampakkan seorang dokter yang berjalan ke arah pintu.

"Maaf suaminya yang mana?" Fadli dan bapak paruh baya yang tadi menggendong tubuh Karmila menuju mobil hanya saling pandang.

"Maaf suami kakak saya tidak ikut dokter." Qori yang menjawab sebab bibi dan warga lainnya hanya diam tak tahu harus menjawab apa.

"Oh, adik ini keluarganya?" tanya dokter itu pada Qori dan gadis itu mengangguk sambil berkata, "Benar Dok, bagaimana keadaan kakak saya saat ini?"

"Keadaan kakakmu sudah lebih membaik dan tidak kejang-kejang lagi. Mungkin beberapa menit lagi akan tersadar," jelas dokter itu sambil menatap ke arah Karmila lagi.

"Baik Dok, kalau begitu terima kasih banyak. Semoga kakak saya secepatnya bisa tersadar kembali," ujar Qori.

"Satu lagi yang ingin saya sampaikan dan tolong beritahukan kepada suaminya nanti apabila sudah datang bahwa pasien sedang hamil dan harap dijaga suasana hatinya. Dari pemeriksaan yang saya lakukan tadi saya menemukan bahwa pasien mengalami guncangan batin. Kalau itu terus berlangsung ini akan berbahaya pada kondisi janin dan ibunya sendiri, bahkan bisa menyebabkan kandungannya mengalami keguguran."

Mendengar penjelasan dokter semua orang yang ikut mengantarkan Karmila ke rumah sakit meneteskan air mata.

"Baik Dok, saya sebagai adiknya juga akan berusaha untuk menjaga suasana hati Kak Karmila," ujar Qori.

"Bagus, dukungan keluarga memang sangat diharapkan agar keadaannya baik-baik saja dan kalau bisa buat pasien selalu dalam keadaan bahagia sampai bayi dalam kandungannya kuat."

"Baik dokter."

"Ya sudah kalau begitu saya permisi dulu untuk menangani pasien yang lainnya, nanti kalau pasien ini sadar tolong panggil saya di ruangan saya atau kalau tidak tahu bisa bertanya kepada para perawat yang ada di sini mereka pasti dengan hati akan menunjukkan di mana ruangan saya berada."

"Baik Dok terima kasih."

Dokter itu mengangguk lalu keluar dari ruang rawat Karmila.

Setelah dokter tersebut pergi semua warga yang ikut mengantarkan Karmila masuk ke dalam ruang rawat Karmila dan malah menangis histeris semua kecuali para pria. Mereka sangat sedih melihat Faiz pergi malah di saat istrinya sedang hamil.

"Sudahlah ibu-ibu jangan menangis nanti kita akan membuat orang-orang panik. Nanti kita bisa dimarahi penghuni rumah sakit lainnya karena dianggap mengganggu ketentraman mereka

"Apa yang kalian tangisi? Sudahlah ini memang sudah takdir keponakanku dan anaknya. Tuhan menakdirkan anak tersebut terlahir yatim," ujar sang paman.

Mereka semua mengangguk dan berhenti menangis.

Beberapa jam berlalu akhirnya Karmila sadar dan memanggil-manggil nama sang suami. Bibi dan Qori berusaha menguatkan Karmila dan menyampaikan menyampaikan tentang kehamilannya serta menyarankan agar tidak berpikir terlalu ruwet sebab bayinya bisa saja mengalami keguguran.

Karmila mengangguk dan berusaha menahan diri. Dia tidak ingin terlalu larut dalam kesedihannya meskipun sangat susah.

Melihat Karmila sudah sadar dan tenang orang-orang pun berpamitan untuk pulang. Bibi menyuruh Fadli untuk membawa mobil kembali bersama orang-orang dan dirinya beserta suaminya serta Qori akan menjaga Karmila sampai benar-benar sudah pulih.

***

Sementara di rumah Karmila orang-orang masih ramai tatkala keranda Faiz diusung ke tempat peristirahatan terakhir.

Dug, dug, dug, dug.

"Bunyi apa itu?" Orang-orang yang menggotong keranda berhenti sejenak untuk mendengarkan darimana datangnya suara itu.

"Kau salah dengar, mana ada suara? Kalau suara para perempuan itu sudah biasa berisik," ujar seseorang yang berjalan di belakang keranda yang digotong.

Mereka pun kembali melanjutkan langkah. Meskipun rumah Faiz berada di dekat lahan pekuburan, tetapi lubang yang orang-orang buat letaknya di ujung sana sehingga perjalanan mereka dengan berjalan kaki lumayan jauh apalagi ditambah beban tubuh Faiz seolah sangat berat bagi mereka.

Dug, dug, dug.

Orang yang menggotong keranda langsung berhenti seketika. Mereka curiga suara itu berasal dari dalam keranda.

"Gantian dong!" pinta seseorang pada orang lain karena bahunya sudah terasa sakit.

Orang-orang yang dari tadi hanya mengiringi, mengambil kendali. Beberapa dari mereka langsung menggantikan yang lainnya.

"Aduh kok berat banget," ucap seorang pria dengan ekspresi meringis.

"Iya berat sekali, pantas saja kalian jalannya pelan sekali sedari tadi."

"Ya begitulah, tanganku serasa kram dan kesemutan padahal hanya menggotong keranda sebentar saja," ujar seseorang yang baru saja digantikan oleh yang lainnya.

"Ayo jalan lagi!"

Mereka pun mulai bergerak menuju liang lahat untuk Faiz diiringi dengan suara

Dug, dug, dug.

Kali ini bunyi tersebut disertai dengan getaran.

"Astaghfirullah, sepertinya benar suara itu dari dalam keranda."

"Apa tadi kita lengah ya hingga keranda kemasukan hewan seperti ini?"

"Tidak tahu, mungkin saja tikus kecil dan tidak kelihatan oleh mata kita tadi."

"Mungkin saja."

"Sudahlah kita tidak perlu banyak bicara, percepat langkah kita agar sampai ke liang lahat!"

"Ini masalahnya berat sekali Pak ustad, kaki kami seolah tidak bisa bergerak."

"Aduh." Mereka mengeluh di saat memaksakan diri untuk bergerak maju ke depan.

Duk, duk, duk.

Bunyi dan getarannya semakin nyaring dan kencang. Orang-orang yang menggotong keranda hampir tumbang seolah dihembuskan oleh angin kencang.

"Ahhh, kita letakkan saja kerandanya dulu!" teriak seseorang yang memegang keranda bagian depan.

"Baik."

Mereka langsung meletakkan keranda secara serempak. Keranda terlihat bergetar kencang di atas tanah.

"Astaghfirullah hal adzim." Pak Ustadz tampak membaca doa sedangkan yang lainnya sudah berlari kocar-kacir tidak karuan karena ketakutan.

Sesaat keranda terlihat diam dan pak ustadz memanggil orang-orang lagi untuk menggotong kembali. Namun, orang-orang yang sudah jauh enggan mendekat kembali.

Melihat para tetangga sudah pada pergi akhirnya kerabat dekat dari Faiz yang mengambil alih menggotong keranda tersebut.

Tidak terjadi apa-apa sampai jenasah tersebut sampai di samping makam Faiz. Orang-orang yang mengintip dan tidak melihat kejanggalan lagi akhirnya ikut mengantarkan jenazah itu kembali.

Namun, orang-orang langsung kaget saat keranda dibuka mayat di depannya malah duduk.

"Aaaa!" Orang-orang langsung lari terbirit-birit.

Bersambung.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!